20 Tahun Tsunami Aceh, Edukasi Kebencanaan, dan Perdamaian di Tanah Rencong

20 tahun tsunami Aceh, KPI ajak TV masifkan edukasi kebencanaan.

ANTARA FOTO / Irwansyah Putra
Foto udara, Masjid Rahmatullah Lampuuk di Aceh Besar, Aceh, Ahad (22/12/2024). Masjid Rahmatullah Lampuuk yang terletak sekitar 500 meter dari pantai itu masih berdiri utuh setelah diterjang tsunami pada 26 Desember 2004, meski beberapa sudut bangunan rusak dan retak.
Rep: Muhyiddin Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aceh pernah mengalami bencana dahsyat pada 20 silam. Daerah yang dikenal sebagai Serambi Makkah dilanda tsunami besar pada 26 Desember 2004 lalu.

Baca Juga


Untuk meminalisir dampak bencana alam seperti ini, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ubaidillah mengajak lembaga penyiaran televisi dan radio lebih masif mengedukasi publik tentang isu-isu kebencanaan.

“Hari ini tepat 20 tahun tsunami Aceh. Salah satu bencana yang sangat banyak menelan korban dan menyebabkan kerusakan. Tentu kita tidak menginginkan ini kembali terjadi lagi, maka diperlukan upaya edukasi dari televisi dan radio terkait kebencanaan,” ujar Ubaidillah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/12/2024).

Ubaidillah melihat, saat ini beragam bencana masih terus terjadi di beberapa daerah seperti di Sukabumi, Cianjur, dan Pandeglang. Karena itu, menurut dia, edukasi tentang kebencanaan sangat penting.

“Belakangan juga terjadi longsor dan banjir, pergerakan tanah. Sebagai wilayah yang rawan bencana, saya yakin kebutuhan masyarakat akan informasi salah satunya adalah terkait kebencanaan,” ucap Ubaidillah.

Melalui edukasi kebencanaan, Ubaidillah berharap kerusakan dan kerugian yang menimpa warga terdampak bisa diminimalisir, utamanya korban nyawa. Terlebih, lanjut dia, masyarakat bisa menjadi tangguh bencana.

“Saat edukasi kebencanaan dilakukan, masyarakat akan mengetahui hal apa yang perlu dilakukan saat bencana tiba. Mitigasi dan penanggulangan bisa dilakukan oleh masyarakat secara mandiri,” kata Ubaidillah.

Dia juga berharap agar isu-isu kebencanaan ditayangkan melalui program-program yang minat penontonnya banyak dan waktu primetime oleh lembaga penyiaran.

“Salah satunya, agar informasi mengenai edukasi kebencanaan ini bisa disisipkan di program-program yang bagus, yang penontonnya banyak, juga bisa di saat-saat waktu prime time,” jelas dia.

Pembuka Pintu Perdamaian

Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA menyatakan bahwa peristiwa gempa bumi dan tsunami Aceh 2004 telah membukakan pintu perdamaian bagi tanah rencong yang juga sedang dalam konflik berkepanjangan.

"Tsunami telah membuka pintu perdamaian di Aceh. Konflik yang telah berlangsung selama 30 tahun, akhirnya menemui titik terang," kata Safrizal ZA di Banda Aceh, Kamis.

Pernyataan itu disampaikan dalam acara puncak peringatan 20 tahun tsunami Aceh yang bertajuk Aceh Thanks the World di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

Bencana tsunami, kata dia, membuka mata semua pihak bahwa perdamaian merupakan jalan terbaik untuk membangun Aceh.

Kemudian, pada 15 Agustus 2005 atau hanya delapan bulan setelah tsunami, Pemerintah RI dan GAM menandatangani nota kesepahaman damai atau MoU di Helsinki, Finlandia.

 

"MoU Helsinki mengakhiri konflik berkepanjangan dan membuka lembaran baru bagi Aceh," ujar Safrizal.

Ia menyampaikan bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh 20 tahun lalu merupakan ujian berat dari Allah SWT untuk Aceh, dimana gempa berkekuatan magnitudo 9,1, disusul gelombang tsunami telah menghantam pesisir Aceh.

Dalam hitungan menit, merenggut lebih dari 170 ribu nyawa dan menghancurkan sekitar 250 ribu rumah, ratusan sekolah, puluhan rumah sakit, dan berbagai infrastruktur vital lainnya. "Peristiwa ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Aceh," katanya.

Namun, kata Safrizal, di tengah kekalutan itu, Allah SWT memperlihatkan kepada semua akan kuasaNya melalui cahaya kemanusiaan yang begitu terang.

Ketika berita tentang tsunami Aceh menyebar ke seluruh dunia, komunitas internasional bergerak dengan kecepatan dan solidaritas yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kemanusiaan modern.

Lebih dari 60 negara, ratusan organisasi internasional, dan ribuan relawan dari berbagai penjuru dunia datang ke Aceh, membawa bantuan, harapan, dan semangat untuk bangkit kembali.

"Kita menyaksikan bagaimana dunia bersatu untuk Aceh. Kita menyaksikan bagaimana ribuan relawan internasional bekerja tanpa kenal lelah. Bahkan, ada yang sampai mengorbankan nyawa mereka demi membantu Aceh," ujarnya.

Kini, tambah dia, musibah dahsyat tersebut sudah 20 tahun berlalu, meskipun masih teringat dalam sanubari. Semuanya juga tetap harus bersyukur kepada Allah SWT, dan bersama mengucapkan terima kasih kepada dunia yang telah membantu Aceh.

"20 tahun telah berlalu, ingatan tentang bencana dahsyat itu tetap hidup dalam sanubari kita. Rasa syukur kita kepada Allah SWT dan terima kasih kita kepada dunia tetap terpatri dalam hati kita (masyarakat Aceh)," kata Safrizal ZA.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler