Hukum Menikah tidak Selamanya Wajib, Bisa Makruh dan Haram
Hukum haram dalam pernikahan bisa terjadi jika tidak ada kemampuan berhubungan.
REPUBLIKA.CO.ID, Nabi Muhammad SAW menganjurkan Muslim untuk segera menikah jika mampu melaksanakannya. Sehingga umum diketahui agama Islam memerintahkan umatnya untuk menikah sebagai ibadah dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Namun, perlu diketahui bahwa hukum menikah tidak selamanya wajib. Bisa juga hukumnya jadi makruh bahkan haram. Ustaz Firman Arifandi dalam buku Serial Hadist Nikah 1: Anjuran Menikah dan Mencari Pasangan terbitan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan empat jenis hukum menikah menurut Islam.
1. Wajib
Seseorang bisa diwajibkan menikah tatkala hasratnya untuk menikah sudah muncul dan sudah sulit baginya menghindari zina. Bagi mereka yang secara finansial sudah berkemampuan untuk menikah hukumnya wajib menikah.
2. Sunah dan Mubah
Menikah bisa menjadi sekedar sunah saja hukumnya. Hal ini berlaku jika seseorang sudah mampu namun belum merasa takut jatuh kepada zina. Dimubahkan juga bagi seseorang untuk menikah tatkala tidak ada hal apapun yang menuntutnya untuk menikah dari segi finansial, biologis, dan usia, dan terhindar dari kemungkinan terjadinya kezaliman.
3. Makruh
Bagi orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual. Maka hukumnya makruh bila menikah.
4. Haram
Hukum haram dalam pernikahan bisa muncul dikarenakan banyak hal, diantaranya adalah jika seseorang tidak mampu secara finansial dan sangat besar kemungkinannya tidak bisa menafkahi keluarganya kelak. Pernikahan bisa juga haram hukumnya jika tidak ada kemampuan berhubungan seksual.
Pernikahan juga bisa menjadi haram jika syarat sah dan kewajiban tidak terpenuhi bahkan dilanggar. Ada banyak klasifikasi nikah yang diharamkan dalam Islam seperti nikah mut'ah (sejenis kawin kontrak) dan nikah syighar (seperti barter). Indikasi terjadinya kezaliman dalam rumah tangga juga bisa menyebabkan pernikahan menjadi haram untuk dilakukan.
Agama Islam juga turut memberi tips bagaimana menentukan kriteria calon pasangan yang ideal. Hal yang manusiawi dalam memilih calon istri atau suami biasanya lebih cenderung kepada unsur dzahiriah, seperti mencari yang cantik atau tampan, sudah memiliki pekerjaan tetap dan baik secara nasab.
Kriteria tersebut memang tidak dinafikan oleh syariat Islam, bahkan sangat diperbolehkan menaruh kriteria-kriteria tersebut. Namun, di antara sifat-sifat tadi, ada yang lebih utama untuk dijadikan patokan, yakni kesungguhan dan konsistensi seseorang dalam beragama Islam.
"Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perempuan itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat." (HR Bukhari dan Muslim)
Ustaz Firman menjelaskan, perlu digarisbawahi bahwa penyebutan kriteria dalam redaksi hadis di atas bukanlah urutan yang disyariatkan oleh agama. Melainkan sekedar penyebutan kebiasaan manusia dalam menyebutkan kriteria calon yang hendak dinikahinya.
"Maka jika seorang pria telah memilih perempuan yang shalihah sebagai calon pendampingnya, sesungguhnya dia telah berusaha untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan keluarganya kelak," ujar Ustaz Firman dalam bukunya.