Usia Pensiun akan Terus Bertambah Hingga 65 Tahun pada 2043, Ini Penjelasan PP 45/2015
Peningkatan usia pensiun dinilai akan memunculkan dilema generasi pekerja.
REPUBLIKA.CO.ID, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, membuat usia pensiun pekerja Indonesia naik satu tahun menjadi 59 tahun mulai Januari 2025. Usia pensiun pun bertambah 1 tahun untuk setiap tiga tahun berikutnya.
“Usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai usia pensiun 65 (enam puluh lima) tahun,” sebagaimana bunyi dalam Pasal 15 ayat 3 PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI JSK) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri menjelaskan, bahwa usia pensiun dalam PP tersebut berarti usia saat peserta mulai dapat menerima manfaat jaminan pensiun, bukan usia berhenti bekerja dari perusahaan sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja/perjanjian kerja bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.
Lebih jauh, mengenai kenaikan usia pensiun ia menjelaskan bahwa pertama kali usia pensiun ditetapkan 56 tahun pada 2015. Sementara mulai 1 Januari 2019 usia pensiun menjadi 57 tahun.
Selanjutnya, katanya, usia pensiun bertambah satu tahun untuk setiap tiga tahun berikutnya sampai mencapai usia pensiun 65 tahun (2043). Pekerja yang telah memasuki usia pensiun tetapi masih dipekerjakan, dapat memilih untuk menerima manfaat pensiun saat mencapai usai pensiun atau saat peserta berhenti bekerja dengan ketentuan paling lama tiga tahun setelah usia pensiun.
“Filosofi pengaturan usia pensiun yaitu (i) batas masa produktif seseorang bekerja yaitu 56 tahun, dan akan meningkat sampai 65 tahun seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia dan (ii) memperhatikan ketahanan dana program,” kata Indah, Kamis (10/1/2025).
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan, hingga kini aturan soal usia pensiun masih berlaku dan tetap dilaksanakan.
“Nothing is really special, jadi itu artinya kan sudah ada PP 2015 (PP Nomor 45 Tahun 2015), artinya ya itu kita laksanakan dan sampai sekarang kami masih monitoring dan itu sesuatu yang sudah berjalan dari 2015,” ujar Yassierli saat ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (9/1/2025).
Soal nasib pekerja baru yang dikhawatirkan sulit terserap sehingga menyebabkan angka pengangguran meningkat, Menaker optimistis hal itu tak akan terjadi sebab level pengalaman dan keahlian berbeda.
“Tidak. Tidak juga (berdampak meningkatkan pengangguran). Biasanya kan kalau orang sudah senior itu kan dia mencari tipe pekerjaan yang experience, jadi levelnya adalah level-level manajer jadi kita nggak sampai sejauh itu,” katanya.
Kembali ia menjelaskan bahwa pihaknya hingga kini belum lihat ada sebuah hasil studi yang menyebut penambahan usia satu tahun angka pensiun berdampak pada peningkatan pengangguran. Hingga kini pihaknya senantiasa memonitor dampak serta pelaksanaan peningkatan angka pensiun di Indonesia.
Dilema lansia vs pekerja muda
Di kawasan ASEAN, Singapura juga akan meningkatkan usia pensiun dari 63 menjadi 65 tahun pada 2030, sementara Malaysia telah menetapkan usia pensiun 60 tahun sejak 2013. Namun, kebijakan seperti ini harus mempertimbangkan perbedaan usia harapan hidup dan kesejahteraan usia produktif di tiap negara.
Menurut Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ, Achmad Nur Hidayat, kebijakan ini perlu disikapi dengan hati-hati karena penambahan usia pensiun tidak serta merta dapat diterapkan secara universal, mengingat perbedaan usia harapan hidup dan tingkat kesejahteraan usia produktif di tiap negara. Selain itu, kebijakan ini memiliki implikasi luas, baik bagi pekerja lanjut usia yang menghadapi tantangan kesehatan dan produktivitas, maupun generasi muda yang bisa kehilangan peluang kerja akibat lambatnya regenerasi tenaga kerja.
"Memperpanjang usia pensiun berarti pekerja lanjut usia harus tetap berada di dunia kerja dalam waktu yang lebih lama," kata Achmad, Rabu (8/1/2025).
Achmad mengutip survei dari OECD, menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja mulai menurun secara signifikan setelah usia 55 tahun, terutama di sektor yang membutuhkan tenaga fisik. Selain itu, sebuah laporan BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat bahwa sekitar 30 persen pekerja lansia melaporkan mengalami penurunan kinerja akibat masalah kesehatan. Terutama di sektor-sektor yang membutuhkan tenaga fisik, risiko kesehatan pekerja meningkat seiring bertambahnya usia.
"Diskriminasi usia di tempat kerja masih menjadi tantangan nyata. Misalnya, banyak perusahaan yang lebih memilih merekrut pekerja muda karena dianggap lebih adaptif terhadap teknologi baru, sementara pekerja senior sering kali diabaikan dalam promosi atau pelatihan ulang," ujar Achmad.
Fenomena ini terlihat dalam survei global yang menunjukkan bahwa pekerja di atas usia 50 tahun memiliki peluang promosi 30 persen lebih rendah dibandingkan rekan mereka yang lebih muda. Banyak pekerja senior menghadapi anggapan bahwa mereka kurang adaptif terhadap teknologi baru atau perubahan cepat di organisasi.
Namun, perubahan usia pensiun juga memiliki implikasi serius bagi generasi muda. Ketika posisi-posisi yang seharusnya diisi oleh pekerja muda tertahan oleh mereka yang tetap bekerja lebih lama, peluang kerja baru menjadi semakin terbatas.
Hal ini dapat memperburuk tingkat pengangguran, khususnya di kalangan lulusan baru yang masih mencari pekerjaan pertama mereka. Selain itu, bagi generasi muda yang sudah bekerja, stagnasi karir menjadi tantangan karena promosi ke posisi strategis menjadi lebih lambat.
"Generasi muda biasanya membawa inovasi dan ide-ide segar yang diperlukan untuk mendorong organisasi agar tetap kompetitif. Namun, peluang mereka untuk berkontribusi secara penuh dapat terhalang jika kebijakan ini tidak diimbangi dengan upaya menciptakan ruang yang adil bagi mereka," katanya.
Dana pensiun meningkat
Secara keuangan, Achmad melanjutkan, kebijakan peningkatan usia pensiun memiliki implikasi positif dan negatif. Di satu sisi, memperpanjang masa kerja berarti memperpanjang periode iuran pekerja ke dalam program jaminan pensiun.
Hal ini dapat meningkatkan stabilitas dana pensiun dan mengurangi beban keuangan pemerintah dalam jangka panjang. Dengan semakin banyaknya peserta aktif yang menyumbang ke dana pensiun, cadangan dana tersebut dapat dikelola lebih baik untuk menjamin manfaat pensiun yang memadai bagi peserta di masa depan.
"Namun, dari perspektif pekerja, penundaan masa pensiun dapat berarti waktu yang lebih lama untuk menikmati manfaat pensiun. Bagi mereka yang bekerja di sektor informal atau memiliki kondisi kesehatan yang buruk, kebijakan ini dapat dirasakan sebagai beban tambahan," kata Achmad.
Selain itu, perusahaan juga mungkin menghadapi kenaikan biaya dalam menyesuaikan lingkungan kerja dan memberikan dukungan tambahan untuk pekerja lanjut usia, seperti perawatan kesehatan yang lebih intensif atau program pelatihan ulang. Di tingkat masyarakat, jika peluang kerja bagi generasi muda berkurang, ini dapat berdampak pada tingkat konsumsi rumah tangga.
"Peningkatan usia pensiun menjadi 59 tahun adalah kebijakan yang bertujuan untuk menjaga keberlanjutan dana pensiun di tengah meningkatnya harapan hidup masyarakat. Namun, kebijakan ini tidak boleh diterapkan secara kaku tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap pekerja lanjut usia dan generasi muda."