Kejagung Kecewa Profesor IPB Dipolisikan Usai Hitung Kerugian Rp 271 T Korupsi Timah

Pelaporan pidana seharusnya tidak dilakukan terhadap seorang ahli.

dok IPB
Prof Bambang Hero Saharjo.
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai janggal adanya pelaporan pidana ke kepolisian terhadap pakar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Bambang Hero Sahardjo atas keahliannya dalam penghitungan kerusakan ekologis dan lingkungan hidup senilai Rp 271 triliun terkait kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah di Bangka Belitung.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengingatkan agar semua pihak taat asas atas peran seorang ahli dalam proses penyidikan, maupun persidangan. “Kami minta semua pihak harus taat dengan asas-asas hukum,” kata Harli saat dihubungi Republika dari Jakarta, Ahad (12/1/2025).

“Pelaporan (pidana) tersebut seharusnya tidak dilakukan terhadap seorang ahli dalam tugasnya membantu proses-proses penyidikan, dan saat di persidangan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sangat merugikan negara,” sambung Harli.

Menurut Harli, seorang ahli dalam memberikan keterangan pada saat penyelidikan, penyidikan, maupun ketika di pengadilan tentunya atas dasar pengetahuan dan kepakarannya yang sudah teruji. Keahlian, dan pengetahuannya tersebut dilakukan untuk kepentingan penegakan hukum.

Dalam kasus korupsi timah, Profesor Bambang Hero sebagai ahli ekologis dan lingkungan hidup, resmi diminta oleh tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk melakukan penghitungan kerugian negara atas dampak kerusakan lingkungan hidup akibat penambangan timah ilegal di Bangka Belitung sepanjang 2015-2022.

Hasil penghitungan Profesor Bambang Hero bersama timnya menghitung kerugian materil akibat kerusakan lingkungan dan ekosistem dampak dari penambangan timah ilegal mencapai Rp 271 triliun.

Angka tersebut, menjadi panduan bagi penyidikan di Jampidsus dalam memformulasikan besaran kerugian negara yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan akibat korupsi penambangan timah ilegal.

Hasil penghitungan oleh Profesor Bambang Hero tersebut, pun juga dirumuskan ke dalam hasil audit investigasi oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam penghitungan besaran kerugian negara terkait korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah 2015-2022.

BPKP mengumumkan kerugian negara totalnya mencapai Rp 300 triliun. “Dan perhitungan kerugian negara kepada ahli, dan auditor negara (BPKP) tersebut, didasarkan atas permintaan oleh jaksa penyidik,” kata Harli.

Selanjutnya, Harli menegaskan, seluruh penghitungan kerusakan lingkungan hidup dan ekologis yang dilakukan Profesor Bambang Hero sebagai ahli, dan kerugian negara hasil penghitungan BPKP, pun sudah dinyatakan terbukti dalam putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) yang telah memvonis bersalah terhadap 15 terdakwa dari total 23 tersangka korupsi timah.

Dalam putusan majelis hakim terhadap belasan terdakwa tersebut terang dinyatakan, kerugian negara akibat korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah setotal Rp 300 triliun.

Dengan rincian Rp 271 triliun kerugian negara yang dimunculkan akibat kerusakan lingkungan hidup. Rp 2,2 triliun kerugian negara atas kerjasama ilegal dalam sewa-menyewa alat processing pelogaman timah.

Dan Rp 26,6 triliun kerugian negara dalam pembelian bijih timah oleh PT Timah atas hasil penambangan ilegal di lokasi IUP PT Timah. Kata Harli, putusan majelis hakim PN Tipikor tersebut, sesuai dengan dakwaan, dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menebalkan angka kerugian negara dari hasil penghitungan ahli Profesor Bambang Hero, dan BPKP.

Karena itu menurut Harli, kentara janggalnya adanya pihak-pihak yang bakal memperkarakan Profesor Bambang Hero atas hasil penghitungannya senilai Rp 271 triliun terkait dengan kerugian negara yang dimunculkan akibat penambangan timah tersebut.

“Karena pengadilan dalam putusannya juga menyatakan, kerugian negara dalam perkara korupsi penambangan timah itu, (Rp) 300 triliun yang sebagiannya itu (Rp) 271 triliun berdasarkan hasil perhitungan ahli lingkungan (Profesor Bambang Hero). Artinya, pegadilan juga sependapat dengan keterangan ahli dari penyidik, yang dihadirkan oleh JPU tersebut,” kata Harli.

“Lalu dengan adanya putusan pengadilan itu, apa yang menjadi dasar pelaporan (pidana) terhadap ahli tersebut?,” ujar Harli.

Profesor Bambang Hero Sahardjo adalah akademisi dari IPB Jawa Barat (Jabar). Guru besar bidang ekologis dan lingkungan hidup tersebut saat ini dalam target pemidanaan oleh kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung.

Ketua DPP Perpat Andi Kusuma melaporkan Profesor Bambang Hero ke Polda Bangka Belitung pada Rabu (8/1/2025) lalu. Dalam laporan pidana tersebut, Andi menyebutkan Profesor Bambang Hero melakukan tindak pidana telah memberikan informasi yang tak sesuai fakta, atau keterangan palsu di persidangan terkait dengan hasil penghitungan kerugian negara Rp 271 triliun dalam kasus korupsi penambangan timah di Bangka Belitung.

DPP Perpat melaporkan Profesor Bambang Hero menggunakan sangkaan Pasal 242 KUH Pidana. Rektor IPB Profesor Arif Satria, atas nama institusinya meminta negara memberikan perlindungan terhadap akademisinya yang terancam pidana atas perannya sebagai ahli dalam membantu pengusutan korupsi terbesar di Tanah Air itu.

“Kami meminta agar negara melindungi semua dosen yang menjadi saksi ahli. Terlebih lagi yang dilakukan oleh Profesor Bambang Hero yang ditunjuk sebagai saksi ahli untuk membela negara melawan perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan,” ujar Profesor Arif.

Profesor Arif menilai pelaporan pidana terhadap Profesor Bambang Hero sebagai ahli dalam perkara korupsi timah tersebut mengancam tata hukum di Indonesia. “Kami melihat, bahwa gugatan (laporan pidana) terhadap saksi ahli atas keterangannya merusak tatanan hukum di Indonesia,” kata Profesor Arif menegaskan.

Baca Juga



BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler