LBHAP Muhammadiyah Ajukan Somasi, Minta Pagar Laut Dicabut dalam 3x24 Jam

Belum pihak yang terkonfirmasi bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut itu.

Lokasi pagar laut di perairan Pulau Cangkir, Kabupaten Tangerang, Jumat (10/1/2025).
Edwin Dwi Putranto/Republika
Lokasi pagar laut di perairan Pulau Cangkir, Kabupaten Tangerang, Jumat (10/1/2025).
Rep: Muhammad Noor Alfian Choir Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga dan Bantuan Hukum Advokasi Publik (LBHAP) Muhammadiyah dan Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan somasi kepada pihak yang telah melakukan pemagaran laut. Somasi tersebut juga ditandatangani oleh Gufroni sebagai ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah.

"Kami yang bertanda tangan di bawah ini, atas nama LBHAP Muhammadiyah bersama Koalisi Masyarakat Sipil, dengan ini menyampaikan somasi terbuka kepada pihak-pihak yang telah melakukan pemagaran laut sepanjang kurang lebih 30 km di wilayah pesisir utara Tangerang," tulis surat somasi tersebut diterima Republika, Senin (13/1/2025).

Isi surat tersebut menjelaskan bahwa tindakan pemagaran telah menyebabkan dampak negatif yang serius. Di antaranya mengganggu aktivitas nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut di wilayah tersebut, melanggar hak akses publik terhadap laut, yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara bebas dan adil.

Pembangunan pagar juga berpotensi melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan yang yang mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan.

Somasi tersebut juga meminta kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk segera mencabut dan membersihkan pagar bambu yang telah menghalangi akses laut bagi nelayan dalam waktu 3x24 jam.

Selanjutnya, somasi itu juga menyebutkan jika tidak ada tindakan pencabutan maka akan dilakukan sejumlah tindakan, diantaranya dengan mengajukan laporan pidana ke Mabes Polri atas dugaan pelanggaran hukum terkait pemanfaatan ruang laut tanpa izin dan tindakan yang merugikan kepentingan umum.

LBHAP juga akan melakukan upaya hukum lainnya, baik secara administratif maupun perdata, guna memastikan hak-hak masyarakat nelayan dipulihkan."Kami berharap pihak terkait segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini sebelum berlanjut ke proses hukum lebih lanjut," tutup somasi tersebut.

Sebelumnya, pihak Ombudsman menilai pembangunan pagar laut di sepanjang 30 km di Kawasan pesisir Tangerang melanggar aturan. Hal senada juga disampaikan oleh KKP yang menganggap bahwa pemagaran laut melanggar ketentuan internasional.

Belum ada yang tahu siapa di balik pembangunan pagar laut tersebut.

Baca Juga


Jaringan Rakyat Nusantara (JRP) sempat menyatakan bahwa pembangunan pagar laut itu dilakukan secara swadaya untuk mencegah abrasi dan menghalau gelombang laut. Namun pengakuan ini dianggap janggal dan kontradiktif.

"Ya sangat kontradiktif. Pernyataan nelayan pada umumnya, pagar laut ini merugikan," ujar politikus PKS asal Banten Mulyanto kepada Republika, Ahad (12/1/2025).

 

Ada tiga hal yang membuat logika JRP tersebut kurang logis. Pertama, nelayan justru harus memutar jauh saat melaut. Sehingga alih-alih untung, mereka justru rugi dengan adanya pagar laut tersebut.

"Secara resmi mereka sampaikan kepada Ombudsman RI. Bahkan Ombudsman sudah menghitung kerugian nelayan per tahun," ujarnya.

Kedua, kata ia, berdasarkan hitungan kasar bahan dan jasa membuat pagar laut sekitar Rp 500 ribu per meter. Kalau dikalikan dengan 30 km (30.000 m), maka total paling sedikit Rp 15 M.

Ketiga, pagar laut dianggap pemecah ombak juga tidak memecah ombak justru juga tidak masuk akal lagi. Karena faktnya telah merusak ekosistem. "Apalagi kalau dikatakan pagar laut dari bambu itu untuk pemecah ombak, maka makin kontradiktif alias tidak rasional lagi," katanya menambahkan.

Pengembang Program Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk (PSN PIK) 2 Agung Sedayu Group (ASG) membantah banyaknya tuduhan mengenai pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer (Km) di pesisir Tangerang, Banten. Termasuk juga mengenai informasi dugaan kehadiran pagar laut itu dilakukan untuk pemetaan lahan.

Kuasa Hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid menyampaikan bantahannya atas sejumlah informasi yang diperoleh Republika atas kesaksian dari warga di kawasan pesisir Tangerang, Banten.

Sebelumnya, ada informasi dari warga Pulau Cangkir sudah ada pembebasan lahan sejak setahun belakangan, yang diduga terkait dengan pembangunan PIK 2. Muannas menilai Pulau Cangkir tidak masuk dalam kawasan pengembangan PIK 2, karena dinilai bukan daratan.

“Kalau tadi saya konfirmasi (manajemen ASG), nggak ada, itu fitnah semua. Nggak ada pembelian (untuk pembebasan lahan) di situ,” Muannas kepada Republika, Sabtu (11/1/2025).

Kemudian mengenai kesaksian warga dari Tanjung Pasir sampai Kronjo yang menyampaikan pagar laut nantinya akan menjadi pembatas reklamasi PIK 2. Muannas pun membantah adanya perluasan PIK sampai ke kawasan tersebut.

“Nggak betul. Fitnah,” tegasnya.

Termasuk juga informasi dari warga yang menyampaikan bahwa pagar laut yang terbuat dari bambu itu dibangun untuk pemetaan lahan. Muannas yang mewakili ASG kembali membantah. “Fitnah!” ujarnya kembali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler