Haram Jangan Dipandang Harum

Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa halal itu baik dan haram itu buruk.

Anadolu Agency
ILUSTRASI Allah telah menetapkan bahwa halal itu baik dan haram itu buruk.
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak manusia terjerembab pada perilaku munkar, fahsya’, dan dosa lainnya tidak lain karena salah memandang. Yakni, memandang hal yang jelas haram sebagai hal yang harum. Akhirnya manusia terjebak dan kalau sudah begitu sulit baginya untuk kembali. Sekalipun Allah SWT sebenarnya Maha Menerima Tobat.

Allah Ta’ala menegaskan bahwa halal itu baik dan haram itu buruk. “Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS al-A’raf [7]: 157).

Dalam kata yang lain, manusia yang dalam menjalani kehidupan ini komitmen mencari yang halal, maka ia mencari kebaikan dan pasti akan menghasilkan atau memperoleh kebaikan dengan izin Allah SWT. Sebaliknya, siapa manusia menyukai yang haram, ia berarti menabung keburukan. Cepat atau lambat azab (siksa) pasti akan datang.

Oleh karena itu, penting bagi kita terus mengupayakan kebaikan, lalu memberikan kepada yang lain juga berupa kebaikan.

Dari Abu Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah itu suci dan tidak menerima kecuali yang suci." (HR Bukhari).

Artinya perilaku hidup mengabaikan yang halal dan haram, apalagi menjadikan yang haram sebagai halal karena hawa nafsu, perilaku ini akan Allah SWT tolak. Sebab, Allah SWT hanya menerima kebaikan-kebaikan atas dasar iman.

Apabila seseorang melakukan amal ibadah, bahkan berdoa sekalipun, kalau yang selama ini dikerjakan, dikonsumsi, dan yang digemari adalah yang haram, maka doanya akan tertolak.

“Rasulullah SAW menyebut seseorang yang melakukan perjalanan panjang hingga rambutnya kusut dan berdebu, sambil menadahkan tangannya ke langit menyeru, 'Ya Tuhan, Ya tuhan.' Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan yang haram. Bagaimana doanya bisa dikabulkan?" (HR Bukhari).

Dalam kata yang lain bahwa sejauh diri tidak menjaga diri dari kebaikan (hanya memakan dan mengambil yang halal dan menjauhi yang haram), maka kerugian besarlah yang akan orang itu terima. Bahkan, sekalipun ia dengan kekayaan yang diperoleh bisa datang ke tempat di mana doa Allah janjikan mustajab, tetapi perilaku suka kepada yang haram, akan membuat doanya tertolak dan tertolak.

Jika kita renungkan dengan saksama, maka jelas bahwa kebahagiaan dalam hidup hanya mungkin kita raih jika kita memperhatikan ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebab, Islam adalah pandangan dan tuntunan hidup. Maka tugas kita sekarang adalah bagaimana memastikan diri senantiasa mengambil yang halal dan menjauhkan yang haram.

Seperti nasihat Buya Hamka yang sangat patut kita renungkan: hawa nafsu itu pangkalnya manis, ujungnya pahit. Sedangkan iman itu pangkalnya pahit, tapi ujungnya manis.

Baca Juga


Di sinilah kita dapat memahami mengapa Allah SWT selalu menegaskan bahwa orang yang beruntung adalah yang beriman, bertakwa, dan beramal saleh. Memandang yang halal itu halal, dan memandang yang haram tetap haram, bukan harum.

Dalam kata lain, siapa pun manusia yang menyukai yang haram apalagi menghalalkan yang haram, pasti tidak akan pernah bertemu dengan kebahagiaan.

Itulah mengapa banyak orang melakukan korupsi, zina, dan dosa-dosa, masa tuanya harus ia tuntaskan dalam kondisi menderita. Keluarga besar dan keturunannya jadi malu. Sebab, perilaku haram memang buruk dan orang sebenarnya sadar itu perilaku yang merugikan diri sendiri dan memalukan.

Dengan demikian agar kehidupan kita selamat dunia maupun akhirat, maka hendaklah komitmen dengan yang halal dan menjauh dari yang haram. Sebagaimana teladan dari sahabat utama Nabi SAW.

Pernah suatu waktu Abu Bakar meminum susu hasil usaha hamba sahayanya. Tidak lama kemudian, ayah Aisyah RA itu bertanya soal asal susu yang telah diminumnya.

Budaknya itu menjawab, "Saya telah meramalkan sesuatu untuk suatu kaum, lalu mereka memberiku susu itu."

Seketika Abu Bakar memasukkan jari ke dalam mulutnya hingga muntah, sampai-sampai nyawa akan keluar dari kerongkongannya.

Lalu Abu Bakar berdoa, "Ya Allah, sungguh aku memohon ampunan-Mu atas apa yang telah dibawa oleh pembuluh-pembuluh darah dan yang tercampur dalam perut." (HR Bukhari).

Demikianlah seharusnya mental kita dalam mengisi kehidupan yang fana ini.

sumber : Hikmah Republika oleh Imam Nawawi
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler