Israel Disebut Bangsa Pengkhianat, MUI Minta Negara Islam Kawal Gencatan Senjata
Israel harus ditekan untuk menyepakati gencatan senjata permanen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, Israel ini dikenal sebagai bangsa dan pemerintahan yang sering melakukan pengkhianatan. Bahkan, menurut dia, kaum Yahudi di Israel juga sudah melakukan pengkhianatan sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
"Karena memang sebenarnya dari dulu sejak zaman Nabi Muhammad pun sebetulnya juga pengkhianatan ini juga dilakukan," ujar Sudarnoto saat dihubungi Republika pada Jumat (17/1/2025).
Karena itu, menurut dia, negara-negara Islam seperti Qatar, UEA, Mesir, Turki perlu menekan Israel dan melakukan pengawalan untuk memastikan gencatan senjata dilakukan.
"Terutama negara-negara Islam negara yang terdekat dan juga dukungan dari sejumlah negara lain untuk melakukan kontrol, lobi-lobi, dan sebagai bagian dari proses pengawasan itu perlu dilakukan," ucap dia.
Dia menambahkan, negara-negara lain yang secara langsung tidak terkait dengan soal Palestina juga tidak bisa berdiam diri. Menurut dia, mereka juga perlu melakukan upaya-upaya diplomatik, termasuk Indonesia.
"Indonesia juga perlu memperkuat upaya-upaya diplomatiknya untuk memperkuat dukungan terhadap untuk meyakinkan bahwa proses-proses ceasefire itu dilakukan," kata Sudarnoto.
Dia menuturkan, sudah beberapa kali ide gencatan senjata ini dilakukan, tetapi selalu gagal dan ada saja ulah dari Israel sehingga tidak pernah terwujud. Namun, menurut dia, upaya gencatan senjata dan situasi politik kali ini agak sedikit berbeda dengan yang sebelumnya.
Pertama, kata dia, kondisi ekonomi Israel sendiri sedang mengalami kemerosotan, bahkan menuju kebangkrutan. Karena, menurut dia, Israel yang melakukan Genosida di Gaza menelan biaya yang sangat besar sekali.
"Apalagi memang kabinet yang sekarang ini itu ada tokoh yang sangat ekstrem, tokoh kanan, jenderal Ben-Gvir, itu tokoh kanan ekstrem yang diberi dukungan oleh kelompok Yahudi ekstrem," jelas Sudarnoto.
Namun, kata dia, meskipun Israel mengeluarkan biaya yang sangat tinggi, ternyata pejuang Hamas tidak bisa ditundukkan sampai sekarang dan masih eksis. "Sehingga dampaknya memang memburuknya ekonomi," ujar dia.
Kedua, lanjut dia, secara politik sekarang di Israel ada pertentangan antara Itamar Ben-Gvir dengan Benjamin Netanyahu. Bahkan, menurut dia, Ben Gvir pernah mengancam Netanyahu.
"Kalau Netanyahu mengikuti kehendak Amerika pada waktu itu, maka Netanyahu akan dijatuhkan, dikudetalah kira-kira begitu. Netanyahu karena masih berkepentingan untuk terus lanjut ya, maka dia waktu itu mengikuti Ben Gvir," ucap dia.
Sebelum genjatan senjata kali ini dilakukan, Ben-Gvir lalu mengancam lagi kepada Netanyahu dan mengancam untuk mundur dari kabinet jika kesepakatan tersebut dilakukan.
"Artinya kalau dia mundur dari kabinet itu kemungkinan situasi dalam negeri di Israel itu tidak akan stabil. Nah, tetapi nampaknya Netanyahu lebih cenderung untuk memutuskan genjatan senjata, apalagi Amerika yang selama ini selalu memberikan dukungan itu sekarang juga mengalami kesulitan yang sangat luar biasa," kata Sudarnoto.