Aksi Ratusan Marinir Bongkar Pagar Laut Malah Bisa Berujung Pidana, Ini Penjelasan LBH
LBH Jakarta menyarankan agar TNI AL menahan diri untuk tak melanjutkan pembongkaran.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengingatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) atas konsekuensi hukum pengerahan ratusan prajurit Angkatan Laut (AL) dalam pembongkaran pagar bambu pemagaran laut di pesisir pantai utara, Kabupaten Tangerang, Banten. Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan mempertanyakan kewenangan hukum prajurit-prajurit dari satuan Marinir dalam pembongkaran pagar laut itu.
LBH Jakarta tak ingin TNI AL menjadi sasaran obstruction of justice, atau perintangan penyidikan atas proses pengusutan yang dilakukan otoritas penegak hukum terkait keberadaan pagar laut tersebut. Karena menurut Fadhil, jika keberadaan pagar laut tersebut saat ini dalam penyelidikan dan penyidikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), maka pembongkaran yang dilakukan TNI-AL tersebut bisa berujung pada konsekuensi hukum.
“Kalau pembongkaran oleh TNI Angkatan Laut itu menyebabkan kesulitan bagi penyidik, dalam hal ini penyidik PPNS di Kementerian Kelautan Perikanan ataupun penyidik Bareskrim Polri dalam mengusut pagar laut tersebut, memang jadinya apa yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut kemarin itu, bisa dikatakan obstruction of justice, atau perintangan penyidikan,” kata Fadhil saat dihubungi, Ahad (19/1/2025).
Karena itu LBH Jakarta, kata Fadhil, perlu penjelasan yang terang kewenangan dari otoritas TNI-AL yang melakukan aksinya pembongkaran pagar laut itu. “Sampai sekarang kita nggak tahu, TNI Angkatan Laut itu melakukan aksinya membongkar pagar laut itu, dalam kapasitasnya sebagai apa?” ujar Fadhil.
Ia mengatakan, TNI memang memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, maupun penyidikan atas satu peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat. Namun dalam kasus pagar laut ini, Fadhil mempertanyakan aksi TNI AL yang melakukan pembongkaran pagar laut tersebut dalam rangka apa.
“TNI Angkatan Laut ini, nggak jelas dalam kapasitasnya sebagai apa? Apakah dalam rangka penyidikan?,” ujar Fadhil.
Sementara itu, selama ini ada KKP yang menyatakan melakukan penyelidikan dan penyidikan tentang siapa yang terlibat dalam pemagaran laut sepanjang 30-an Kilometer (Km) tersebut. Akan tetapi, kata Fadhil, apa yang sudah dilakukan oleh KKP, pun masih sumir untuk melangkah ke proses administratif, atau pemidanaan.
“KKP juga sampai sekarang tidak jelas melakukan penyelidikan, dan penyidikan itu apakah prosesnya di ranah administratif, atau di ranah pidana,” kata Fadhil.
KKP pun selama ini cuma melakukan penyegelan yang itu tak berdampak pada bentuk penindakan yang diinginkan oleh hukum. Sedangkan Polri, kata Fadhil yang juga memiliki divisi khusus Polairud selama ini tak dalam posisi sedang melakukan penyelidikan, maupun penyidikan.
“Jadi yang kita soroti itu ada dua hal. Pertama soal koordinasi antarmasing-masing lembaga negara. Karena kita sampai sekarang juga nggak tahu, siapa penegak hukumnya? Dan kedua, soal tumpang tindih kewenangan. Siapa sebenarnya yang memiliki kewenangan, siapa yang memiliki tugas, dan masalah ini domainnya siapa, dan ini ranahnya apa (pidana atau administratif)?” ujar Fadhil.
Karena tak terang tentang lembaga mana yang harus mengambil penindakan atas keberadaan pagar laut tersebut, LBH Jakarta menyarankan agar TNI-AL menahan diri untuk tak melanjutkan pembongkaran.
“Bagi kami, jika TNI melanjutkan pembongkaran, itu sebagai tindakan yang ilegal. Karena pembongkaran oleh TNI Angkatan Laut itu dilakukan tanpa ada dasar kewenangan yang jelas,” kata Fadhil.
LBH Jakarta, kata Fadhil meminta agar KKP untuk melakukan penyegelan menyeluruh atas keberadaan pagar laut sepanjang 30 Km tersebut, dan melanjutkan penyidikan dalam pengusutan tuntas terkait keberadaan pagar laut tersebut. Lalu, meneruskan hasil penyidikannya itu ke ranah pemidanaan terhadap para pelaku, penyandang dana, dan pemilik manfaat dari keberadaan pagar laut tersebut.
TNI AL pada Sabtu (18/1/2025) mengerahkan sekitar 600 Marinir untuk membongkar pagar laut yang berada di kawasan Pantai Tanjung Pasir, Teluk Naga, Tangerang, Banten. Pembongkaran dengan cara manual tersebut turut melibatkan masyarakat dan nelayan.
Namun, dalam pembongkaran tahap pertama itu, pencabutan pancang-pancang bambu pemagaran laut tersebut baru dilakukan sepanjang 2 Km.
Sementara pagar laut yang menguasai kawasan tersebut membentang sampai radius 30-an Km ke perairan.
Aksi ratusan marinir bersama nelayan membongkar pagar laut itu menuai protes dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, seharusnya pagar laut dari bambu itu menjadi barang bukti penyelidikan dari kegiatan yang ia nilai ilegal, namun justru dibongkar oleh TNI AL.
“Saya dengar berita ada pembongkaran oleh institusi Angkatan Laut, saya tidak tahu, harusnya itu barang bukti setelah dari hukum sudah terdeteksi, terbukti, sudah diproses hukum, baru bisa (dicabut),” kata Sakti di Bali, Ahad.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono, Doni Ismanto Darwin, juga menyayangkan langkah TNI AL yang melakukan pembongkaran pagar laut di wilayah perairan Kabupaten Tangerang. Pasalnya, pembongkaran itu dilakukan tanpa koordinasi dengan KKP.
Doni mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk memastikan bahwa semua tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan dan perlindungan ruang laut dilakukan sesuai koridor hukum. Karena itu, Menteri KKP telah menyegel keberadaan pagar laut di wilayah Tangerang untuk proses penyelidikan.
"Sebagaimana ditegaskan oleh Menteri Sakti Wahyu Trenggono, pagar laut di Tangerang, statusnya disegel oleh KKP sebagai barang bukti dalam proses penyelidikan untuk mengungkap pihak yang bertanggung jawab atas pembangunannya," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Ahad (19/1/2025).
TNI telah memastikan akan melanjutkan proses pembongkaran pagar bambu yang melintas sepanjang sekitar 30 km di kawasan pesisir pantai utara di Kabupaten Tangerang, Banten. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan otoritasnya melalui TNI AL diperintah oleh Presiden Prabowo Subianto untuk membongkar pagar laut itu.
Pernyataan Jenderal Agus tersebut, merespons Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang ‘protes’ dengan pembongkaran pagar laut tersebut karena masih dalam penyidikan. “Sudah perintah Presiden. (Pembongkaran) akan dilanjutkan,” kata Jenderal Agus kepada wartawan, melalui pesan singkat, Ahad (19/1/2025).
Agus menegaskan, pengerahan prajurit TNI AL akan secepatnya meratakan pagar laut yang hingga kini tak terang siapa pihak di balik pembangunannya. “Masyarakat (nelayan) yang mau mencari ikan, tidak ada akses. Sehingga dibuka (dibongkar) supaya masyarakat tetap bisa mencari ikan di laut,” ujar Jenderal Agus.
“Secepatnya,” ujar dia saat ditanya tentang kapan TNI-AL menargetkan pembongkaran total pagar laut tersebut.