Dokumen Rahasia Kedubes Jerman Bocor, Isinya Sebut Donald Trump
Pemerintah Jerman benarkan isi dokumen tersebut.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Dokumen kedutaan Jerman di Washington Amerika berkategori rahasia bocor ke publik. Dokumen tersebut diperkirakan membahayakan posisi duta besar Jerman di sana, Andreas Michaelis.
Isi dokumen itu mengkritik keras Donald Trump. Hal itu memicu kontroversi pada pelantikan presiden terpilih. Duta Besar Jerman untuk Amerika Serikat, yang akan mewakili negaranya pada pelantikan Donald Trump, menyatakan keprihatinannya mengenai "rencana pembalasan" presiden terpilih tersebut, dan yakin bahwa program tersebut dapat merusak demokrasi di Amerika, dalam sebuah dokumen rahasia yang bocor pada Ahad (19/1/2025) sebagaimana diberitakan Asharq Awsath.
Pernyataan Michaelis dimuat dalam kabel diplomatik yang dikirim pada hari Selasa kepada Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock. Dalam dokumen rahasia itu dia mengutuk "strategi penghalangan maksimum" yang dilakukan oleh presiden baru Amerika itu. Kabarnya strategi itu dimaksudkan untuk "menyusun ulang tatanan konstitusional" Amerika. Dalam kontak dengan AFP, Kementerian Luar Negeri menolak berkomentar “secara prinsip” mengenai “dokumen internal, analisis atau laporan kedutaan tersebut.”
Menyimpang dari norma-norma diplomatik yang biasa, Michaelis menulis dalam dokumen rahasia bahwa Trump adalah orang yang didorong oleh “keinginan untuk membalas dendam,” mengingat bahwa ia mungkin bergerak menuju “konsentrasi kekuasaan maksimum di tangan presiden.” Menurut si dubes, Trump akan melakukan itu dengan mengorbankan kepentingannya sendiri, kongres dan negara bagian.
Duta Besar Jerman, yang lebih dari dua puluh tahun lalu menjadi juru bicara resmi mantan Menteri Luar Negeri Jerman Joschka Fischer, menilai bahwa prinsip-prinsip dasar demokrasi Amerika Serikat mungkin “sebagian besar dirusak” oleh cara menjalankan kekuasaan seperti ini.
Dalam analisisnya, ia juga mengungkapkan keprihatinannya mengenai ancaman “deportasi massal” terhadap orang asing dan pengawasan penyelidikan yudisial, dengan Trump berupaya untuk menunjuk sekutunya untuk menduduki posisi-posisi penting, katanya. Ia juga prihatin dengan keinginan Trump dan sekutunya, Elon Musk, untuk memberlakukan pembatasan kebebasan berekspresi dan membatasi hak-hak kelompok minoritas.
Kebocoran kabel diplomatik ini terjadi di saat yang tidak menguntungkan bagi Berlin, terutama karena duta besar berusia 65 tahun ini akan mewakili pemerintah Jerman pada hari Senin menghadiri pelantikan presiden baru AS.
Benarkah isi dokumen rahasia tersebut?
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock membenarkan dokumen ini, namun menekankan bahwa dokumen tersebut diklasifikasikan “rahasia” dan seharusnya tetap demikian. Pada malam harinya, dia berkata kepada televisi pemerintah ketika ditanya tentang masalah ini, “Tentu saja, kedutaan bekerja untuk menulis laporan. Ini adalah tugas mereka, terutama ketika ada pergantian pemerintahan, sehingga kami mengetahui posisi kami.” Dan tentu saja kedutaan besar kami di Washington juga melakukan hal yang sama.”
Menteri mencoba untuk meremehkan pentingnya situasi ini, dengan mengatakan, “Presiden Amerika (terpilih) sebelumnya telah mengumumkan apa yang ingin dia lakukan, terutama berkaitan dengan keputusan yang akan diambil di Gedung Putih di masa depan dan tentu saja kita harus bersiap untuk itu.” Kementerian Luar Negeri Jerman tidak mengomentari lebih lanjut kebocoran tersebut kepada media. Mereka mengatakan bahwa Amerika Serikat “adalah salah satu sekutu terpenting kami.”
Dia menambahkan, "Kita harus menjaga kerja sama yang erat dengan pemerintahan baru Amerika dengan cara yang dapat melayani kepentingan Jerman dan Eropa."
Lars Klingbeil, salah satu ketua Partai Sosial Demokrat yang dipimpin oleh Kanselir Olaf Scholz, mengatakan dalam sebuah wawancara pada hari Sabtu kepada surat kabar yang sama, “Penting untuk bekerja sama dengan pemerintah Amerika, tetapi tanda-tanda pertama yang kami terima tidak menggembirakan.” Dia menambahkan, "Kami mengulurkan tangan kami kepada Donald Trump," namun "mari kita perjelas: Jika dia menolak uluran tangan tersebut, kami harus kuat dan membela kepentingan kami."
Surat kabar Jerman Kölnische Rundschau menulis, “Berlin menjadikan dirinya sebagai lelucon sebelum pergantian kekuasaan di Amerika Serikat.” Bagi mantan duta besar Jerman untuk Washington dan mantan direktur Konferensi Keamanan Munich, Wolfgang Ischinger. “Sayangnya kebocoran tersebut sangat tidak baik dalam situasi saat ini.” Karena akan menimbulkan kemarahan pemerintahan baru AS, khususnya Donald Trump.
Pemimpin oposisi konservatif di Jerman, Friedrich Merz, kandidat yang paling mungkin dalam jajak pendapat untuk mengambil posisi kanselir, juga menyatakan ketidakpuasannya dengan “publikasi komentar dari kedutaan Jerman yang penuh dengan segala macam kritik dan omong kosong tentang presiden terpilih Amerika.”
Dia menambahkan dalam pertemuan pemilu, “Presiden Amerika dan pemerintahannya tidak membutuhkan Jerman untuk menuding mereka.” Meretz telah mencoba selama berhari-hari untuk mengirimkan pesan keterbukaan.
Situasi pasar
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong menilai pasar memberi respons positif menjelang pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump, tetapi agak spekulatif.
“Investor saat ini meyakini Trump akan lebih lunak pada China, namun untuk hal lain seperti Greenland, Kanal/Terusan Panama, perang Ukraina, masih belum jelas,” ujarnya.
Salah satu sikap yang menunjukkan pelunakan sikap Trump terhadap China terkait jaminan yang diberikan olehnya pemulihan setelah sempat platform tersebut dilarang Pemerintah AS.
Manajemen TikTok menganggap sikap Trump sebagai langkah tegas untuk mendukung Amandemen Pertama (menjamin hak-hak asasi manusia warga AS) dan melawan sensor sewenang-wenang. Platform ini juga berjanji untuk bekerja sama dengan pemerintahan Trump dalam mencari solusi jangka panjang yang menjaga keberadaan TikTok di AS.
“Trump mengatakan akan mencabut larangan TikTok, dan pembicaraan dengan Xi (Presiden China Xi Jinping) yang berjalan sangat bagus,” ucap dia.
Perang dagang antara AS dengan China juga diharapkan oleh investor tidak terjadi, tetapi belum ada kepastian terkait hal tersebut.
Di sisi lain, rencana Trump untuk mencaplok Greenland dan Kanal Panama, serta menghentikan perang antara Rusia dengan Ukraina dianggap belum jelas.
“Tidak jelas apakah Trump masih tetap akan mencaplok Greenland dan kanal Panama. Demikian juga janjinya menghentikan perang di Ukraina,” kata Lukman.
Seperti diketahui, Trump mengungkit lagi keinginan supaya AS menguasai Greenland yang saat ini menjadi bagian Denmark dengan menyebutnya sebagai "kebutuhan absolut”.
Pernyataan Trump mengulang apa yang terjadi dan sempat diwartakan media dunia pada 2019, kala dia mengaku sedang mempertimbangkan "membeli" Greenland. Trump saat itu mengaku bahwa ia tertarik terhadap isu Greenland "secara strategis”.
Merespons pernyataan Trump kala itu, otoritas Greenland menegaskan bahwa pulau terbesar sedunia tersebut tidak dijual.
Denmark pun menyebut usulan Trump untuk membeli Greenland sebagai hal yang sangat absurd, meski berharap bahwa pernyataan tersebut sekadar bercanda.
Greenland dikelola sebagai koloni Denmark hingga tahun 1953. Meski tetap menjadi bagian Denmark, Greenland mendapat otonomi luas sejak 2009, sehingga bisa membentuk pemerintahan sendiri dan membuat kebijakan domestik secara mandiri.
Mengenai Terusan Panama, ia menekankan bahwa wilayah tersebut sangat penting bagi perdagangan AS dan mobilisasi cepat angkatan laut AS di Samudra Atlantik dan Pasifik.
Trump mengklaim bahwa ia tengah berunding dengan otoritas Panama mengenai pembelian Terusan Panama.
Presiden terpilih AS itu menuduh Panama mengenakan tarif yang mahal pada kapal-kapal Angkatan Laut AS dan melanggar "setiap poin kesepakatan" dengan Washington setelah mengambil alih kendali terusan tersebut.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Panama Javier Martinez-Acha Zasquez membantah klaim Trump. Ia menegaskan bahwa pemerintah Panama tidak pernah melakukan kontak, baik formal maupun informal, dengan presiden terpilih atau timnya. Berdasarkan perjanjian tahun 1977, telah disepakati bahwa Terusan Panama sepenuhnya dimiliki oleh Panama dan kedaulatan negara tersebut tak dapat dinegosiasikan.
Terkait persoalan Ukraina, Trump kemungkinan bakal melakukan pembicaraan telepon dalam beberapa hari atau pekan ke depan sebagaimana disampaikan Mike Waltz selaku Penasihat Keamanan Nasional yang ditunjuk oleh Presiden AS terpilih.
Belum ada kepastian tentang kapan pembicaraan itu akan dilakukan, tetapi Waltz mengatakan bahwa pihaknya sedang mengupayakan hal itu terjadi.