Kesal Saksikan Gencatan Senjata, Smotrich Tebar Ancaman kepada Netanyahu Jika Dilanjutkan

Pelanggaran kesepakatan oleh Israel akan menempatkan tawanan dalam bahaya.

EPA-EFE/RONEN ZVULUN / POOL
PM Israel Benjamin Netanyahu dan Menkeu Bezalel Smotrich (kanan). Dalam pernyataannya yang beredar di media sosial, Smotrich menyerukan penghancuran total terhadap Gaza.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT— Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengancam akan membubarkan pemerintahan pimpinan Benjamin Netanyahu jika Israel melanjutkan perjanjian gencatan senjata tahap kedua dengan Kelompok Pejuang Palestina, Hamas.

Baca Juga


“Saya akan menjatuhkan pemerintahan jika tidak kembali berperang dengan cara yang [mengarah kepada kita] mengambil alih seluruh jalur Gaza dan memerintahnya,” kata menteri ekstremis tersebut dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio publik Israel KAN, yang dikutip oleh Al Mayadeen pada Senin (20/1/2025).

Smotrich mengecam kesepakatan tersebut sambil mengatakan, gencatan senjata itu menjadi kerusakan strategis terbesar sebagaimana pesan yang dikirim bahwa penculikan orang Israel membuat penjajah bertekuk lutut.

Smotrich  mengatakan, “Satu-satunya cara untuk memperbaiki kerusakan ini dan mengubah kesepakatan menjadi kekalahan taktis dalam pertempuran daripada kekalahan strategis dalam perang adalah dengan kembali berperang sampai Hamas dihancurkan.”

 

Smotrich, yang menentang kesepakatan itu selama pertemuan Kabinet Keamanan, lebih lanjut menyatakan kekhawatiran bahwa kesepakatan itu mencerminkan kesepakatan yang diusulkan pada Juli lalu, Al Mayadeen melaporkan.

Smotrich menggambarkannya sebagai perjanjian yang membawa malapetaka. Dia memperingatkan bahwa hal itu dapat menyebabkan kembalinya para pemimpin Hamas ke Gaza utara."Tidak ada yang menghalangi Muhammed Deif untuk kembali," katanya.

Smotrich juga mengkritik Benjamin Netanyahu dan kesepakatan yang baru disetujui untuk pembebasan tahanan. Dia berdalih jika kesepakatan itu membahayakan keamanan nasional dan merusak kemajuan yang dicapai selama perang.

Poin Kesepakatan Gencatan Senjata - (Republika)

 

Menteri sayap kanan itu juga mengungkapkan bahwa sebelum perjanjian itu disetujui, ia telah dengan tegas menganjurkan pengambilalihan dan pendudukan Gaza secara bertahap untuk mendapatkan kendali menyeluruh atas wilayah tersebut dan menghentikan bantuan kemanusiaan yang diduga akan mencapai Hamas, menurut laporan itu.

"Lihatlah Gaza—ia terbengkalai, tidak dapat dihuni, dan akan tetap demikian," katanya, seraya menambahkan "Jangan terpengaruh oleh perayaan musuh-musuh kita. Mereka adalah masyarakat biadab yang mengagungkan kematian dan menari-nari di atas reruntuhan kehidupan mereka sendiri." “Tak lama lagi, kita akan menghapus senyum mereka dan menggantinya dengan tangisan putus asa dan ratapan orang-orang yang tidak punya apa-apa,” lanjut Smotrich.

Ia mendesak para pemukim ilegal Yahudi untuk tetap teguh dan bertahan hingga kemenangan tercapai. Smotrich menegaskan kembali posisinya, dengan menyatakan bahwa ia tidak akan tetap berada dalam pemerintahan yang menghentikan perang sebelum waktunya atau gagal mengamankan kemenangan.

Pada Ahad (19/1/2025), Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir mengumumkan penarikan partainya dari koalisi yang berkuasa setelah gencatan senjata Gaza. Setelah penarikan partai Ben-Gvir, koalisi pimpinan Netanyahu masih bertahan dengan 62 kursi parlemen di Knesset yang beranggotakan 120 orang.

Pada Sabtu, 24 menteri dalam pemerintahan Israel menyetujui gencatan senjata Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan sementara delapan orang menolaknya.

Sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam, menyatakan akan mematuhi kesepakatan gencatan senjata dengan Israel yang mulai berlaku pada Ahad (19/1/2025). Namun mereka mengingatkan, setiap potensi pelanggaran kesepakatan oleh Israel, bakal menempatkan warga Israel yang masih ditawan dalam bahaya.

"Semuanya tergantung pada komitmen musuh. Pelanggaran dari pihak pendudukan (Israel) akan membahayakan proses tersebut," ujar Juru Bicara Brigade al-Qassem, Abu Ubaida, Ahad. 

Dia pun mendorong para mediator, dalam hal ini Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS), agar memastikan kesepakatan gencatan senjata tetap terlaksana seperti yang telah dinegosiasikan. "Kami ingin berhasil dalam semua tahap perjanjian, rinciannya, dan waktunya untuk menyelamatkan nyawa rakyat kami dan mencapai tujuan mereka, dan kami mendesak para mediator untuk memaksa musuh mematuhinya," ujar Abu Ubaida.

Pada Ahad, Hamas membebaskan tiga warga Israel yang menjadi tawanan mereka. Ketiganya adalah perempuan dengan nama Romi Gonen, Doron Steinbrecher, dan Emily Damari. Komite Internasional Palang Merah menjadi perantara penyerahan ketiga perempuan tersebut dari Hamas kepada Israel. 

Sebagai imbalannya, Israel harus membebaskan 90 warga Palestina yang ditahan di penjara Israel di Tepi Barat. Mereka terdiri dari 69 perempuan dan 21 remaja laki-laki. 

Kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas terdiri dari tiga fase dan bakal berlangsung selama 90 hari. Jika kesepakatan berjalan mulus, Israel bakal mundur sepenuhnya dari Gaza dan Hamas akan membebaskan semua warga Israel yang menjadi tawanan. Jasad dari tawanan yang terbunuh akibat serangan Israel juga bakal dikembalikan. 

Setelah kesepakatan gencatan senjata tuntas dilaksanakan, proses rekonstruksi Gaza, yang diperkirakan memakan waktu tiga hingga lima tahun, akan dimulai. Proses tersebut bakal diawasi komunitas internasional. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler