Pihak KPK tak Hadir Sidang Praperadilan Perdana, Kubu Hasto Anggap KPK Inkonsisten
Sikap KPK dianggap bertolak belakang dengan pernyataan yang disampaikan ke publik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Penasihat Hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyayangkan ketidakhadiran KPK saat sidang perdana praperadilan pada Selasa (21/1/2025). Padahal sudah 11 hari sejak permohonan diajukan dan berulang kali pimpinan atau juru bicara KPK mengatakan akan menghadapi atau bahkan memenangkan praperadilan.
Kuasa Hukum Hasto, Ronny Talapessy menilai sikap KPK bertolak belakang dengan pernyataan yang disampaikan kepada publik. "Mengingat konsep praperadilan adalah fast trial untuk melindungi hak pihak-pihak yang dirugikan akibat tindakan penegak hukum, seharusnya proses praperadilan ini tidak berlarut-larut dan KPK tidak mengulur-ulur waktu," kata Ronny kepada Republika, Rabu (22/1/2025).
Namun, Ronny tetap menghormati kelembagaan KPK. Ronny berharap di sidang berikutnya KPK tidak mangkir lagi. "Agar sejumlah pelanggaran dan bahkan kesewenang-wenangan penyidik KPK dalam menetapkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto sebagai tersangka bisa diuji secara hukum," ujar Ronny.
Selain itu, Ronny menegaskan praperadilan Hasto menjadi bagian perjuangan di jalur hukum. Tim hukum Hasto akan mengungkap sejumlah dugaan cacat prosedural yang dilakukan penyidik KPK dalam menetapkan Sekjen Hasto sebagai tersangka.
"Begitu banyak kejanggalan yang kami temukan, baik dari aspek waktu, prosedur maupun substansi, namun sebagian yang menjadi lingkup kewenangan praperadilan akan kami uji di forum tersebut, di antaranya perbuatan sewenang-wenang KPK dalam menerbitkan sprindik dan SPDP terhadap Mas Hasto dan sejumlah persoalan lainnya," ujar Ronny.
KPK telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan SPDP tertanggal 23 Desember 2024. Kedua surat yang kemudian menjadi dasar dilakukannya penyidikan dan sejumlah upaya paksa seperti penggeledahan dan penyitaan menurut Ronny cacat hukum dan diterbitkan secara sewenang-wenang.
"Kami kaget juga, Mas Hasto menyampaikan, bahwa saat pemeriksaan dilakukan minggu lalu beliau diperlihatkan dokumen sprindik yang ditandatangani pimpinan KPK," ujar Ronny.
Padahal menurut Pasal 21 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, kedudukan hukum pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum sudah dihapus. Dengan demikian, seharusnya pimpinan KPK hanya menjalankan fungsi manajerial sebagai pejabat negara.
"Bagaimana mungkin pihak yang tidak memiliki kewenangan penyidikan kemudian memerintahkan dilakukan penyidikan? Lebih dari itu, penandatanganan SPDP oleh Direktur Penyidikan atas nama pimpinan KPK yang tertulis selaku penyidik juga semakin memperkuat ada masalah prosedural dan cacat hukum dalam penersangkaan Mas Hasto," ujar Ronny.