Ribuan Warga Palestina Kembali ke Gaza Utara Lalui Koridor Netzarim
Para pengungsi melintasi Koridor Netzarim melalui Jalan Salah al-Din.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Ribuan warga Palestina dari pengungsian mulai kembali ke Gaza utara menggunakan berbagai kendaraan pada Senin (27/1/2024) melalui Koridor Netzarim. Koridor itu memisahkan wilayah selatan dan utara Gaza.
“Kendaraan yang membawa warga pengungsi beserta barang-barang mereka mulai melintasi Koridor Netzarim melalui Jalan Salah al-Din, setelah menjalani pemeriksaan keamanan,” kata seorang saksi mata kepada Anadolu.
Hal itu terjadi beberapa jam setelah puluhan ribu warga Palestina kembali dengan berjalan kaki melalui Jalan Al-Rashid di pesisir pantai menuju Gaza utara berdasarkan perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Kendaraan seharusnya mulai melewati Koridor Netzarim pada pukul 09.00 waktu setempat (07.00 GMT), tetapi perjalanan tertunda karena tim teknis yang bertugas melakukan pemeriksaan datang terlambat, menurut laporan Anadolu.
Sesuai perjanjian gencatan senjata, kendaraan yang melintas di Koridor Netzarim harus melalui alat pemindai sinar-X sebelum diizinkan memasuki Gaza utara. Menurut laporan media Israel, Walla, pada Kamis lalu, dua perusahaan Amerika dan satu perusahaan Mesir mengelola mekanisme tersebut guna memfasilitasi kembalinya warga Palestina yang mengungsi ke Gaza utara dan menjaga keamanan.
Kembalinya warga Palestina itu terjadi beberapa jam setelah Qatar memediasi kesepakatan antara Hamas dan Israel, di mana Hamas setuju untuk membebaskan tawanan asal Israel, Arbel Yehud, bersama dua tawanan lainnya, pada Jumat mendatang. Fase pertama perjanjian gencatan senjata berlangsung selama enam pekan dan mulai berlaku pada 19 Januari.
Gencatan senjata itu menghentikan serangan besar-besaran Israel yang telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111.000 orang sejak 7 Oktober 2023. Sejauh ini, tujuh tawanan Israel, termasuk empat tentara, telah dibebaskan dalam pertukaran dengan 290 tahanan Palestina sejak perjanjian itu diberlakukan.
Serangan Israel telah menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang, serta kehancuran besar-besaran dan krisis kemanusiaan yang merenggut nyawa banyak lansia dan anak-anak. Ini merupakan salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.
Pada November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Pemimpin Otoritas Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan otoritas pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang yang dilancarkan di wilayah tersebut.
Sebelumnya, Qatar menyatakan Israel mengizinkan warga Palestina yang terdampak perang untuk kembali ke wilayah Gaza utara dari Gaza selatan mulai Senin pagi. Kesepakatan itu setelah Hamas berjanji menyerahkan beberapa sandera Israel.
"Mulai besok pagi, Senin, otoritas Israel akan mengizinkan warga yang terdampak di Gaza untuk kembali dari wilayah selatan ke wilayah utara Jalur Gaza," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majid Al-Ansari, dalam sebuah pernyataan pada Ahad (26/1/2025).
"Sebagai bagian dari upaya mediasi yang terus berlangsung, kesepakatan telah dicapai antara kedua pihak, di mana Hamas akan menyerahkan (sandera Israel) Arbel Yehud dan dua sandera lainnya paling lambat Jumat mendatang. Selain itu, Hamas akan membebaskan tiga sandera lagi pada hari Sabtu," tambah Al-Ansari.
Ia juga menyebutkan bahwa Israel akan menyerahkan daftar 400 warga Palestina yang ditahan sejak 7 Oktober 2023 setiap Ahad selama fase pertama. Kesepakatan ini juga mencakup pemberian informasi oleh Hamas mengenai jumlah sandera yang akan dibebaskan sebagai bagian dari fase pertama kesepakatan, menurut pernyataan tersebut.
Hamas, dalam sebuah pernyataan, menyebutkan pihaknya telah "menyerahkan informasi yang diperlukan terkait daftar sandera yang akan dibebaskan sepanjang fase pertama perjanjian gencatan senjata, sesuai kesepakatan kepada para mediator pada Ahad malam,"
Pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan pada Ahad malam bahwa Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan untuk membebaskan enam warga Israel yang disandera. Termasuk sandera sipil Arbel Yehud, sebagai imbalan atas diizinkannya warga Palestina yang terdampak kembali ke rumah mereka.
"Setelah negosiasi, kami akan melaksanakan proses pembebasan tahanan berikutnya pada Kamis," bunyi pernyataan dari kantor Netanyahu.
"Pada Kamis, Arbel Yehud, tentara Agam Berger, dan satu sandera tak dikenal lainnya akan dibebaskan," tambah pernyataan tersebut.
"Secara bersamaan, tiga sandera tambahan akan dibebaskan pada hari Sabtu sesuai dengan kesepakatan," lanjut pernyataan itu.
Pernyataan Netanyahu mencatat bahwa Tel Aviv telah menerima daftar dari Hamas yang merinci status semua sandera yang akan dibebaskan pada fase pertama. "Berdasarkan kesepakatan, Israel akan mengizinkan warga Gaza untuk kembali ke bagian utara jalur tersebut mulai besok pagi (Senin)," tambahnya.
Dalam pernyataan terpisah, juru bicara tentara Israel, Avichay Adraee menyatakan bahwa warga Palestina akan diizinkan kembali dengan berjalan kaki ke Gaza utara melalui jalur Netzarim (tengah) dan Jalan Al-Rashid (barat) mulai pukul 07.00 waktu setempat (05.00 GMT). Ia menambahkan bahwa perjalanan menggunakan kendaraan ke Gaza utara akan diizinkan setelah pemeriksaan melalui Jalan Salah Al-Din (timur) mulai pukul 09.00 (07.00GMT).
Hamas mengatakan kembalinya para pengungsi Palestina ke rumah-rumah mereka di Jalur Gaza utara pada Senin merupakan kemenangan bagi rakyat dan kekalahan bagi Israel dengan rencana pengusirannya. "Kembalinya mereka yang mengungsi adalah kemenangan bagi rakyat kami dan sebuah pernyataan atas kegagalan dan kekalahan pendudukan (Israel) serta rencana pengungsian mereka," kata pemimpin senior Izzat al-Rishq dalam sebuah pernyataan.