15 Hari Pertama Syaban, Boleh Puasa atau tidak? Ini Penjelasan Lembaga Fatwa Mesir

Puasa 15 hari pertama Ramadhan termasuk sunnah.

Yogi Ardhi/Republika
Ilustrasi anak berpuasa.Puasa 15 hari pertama Ramadhan termasuk sunnah.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Syaban adalah bulan yang sangat dianjurkan berpuasa, terutama pada pertengahan pertama. Lantas bolehkan berpuasa penuh selama 15 hari pertama Syaban?

Lembaga Fatwa Dar Al-Ifta Mesir, menjelaskan dibolehkan berpuasa di seluruh paruh pertama bulan Syaban, sehingga ketika 15 hari pertama Syaban telah berakhir, tidak ada puasa pada periode tersebut hingga seseorang beristirahat untuk persiapan Ramadhan, kata Dar Al-Ifta.

Dar Al-Ifta mengingatkan bahwa Rasulullah SAW melarang puasa di paruh kedua bulan Syaban, dan bahwa puasa setelah paruh kedua Syaban dibolehkan dalam beberapa hal di antaranya karena faktor kebiasaan, seperti puasa pada hari Senin dan Kamis, qadha, kafarat, dan nazar.

وأوضحت أن شهر شعبان تهيئة لرمضان فيجب استغلاله جيدًا، داعيًا الجميع إلى المواظبة على التصدق في هذا الشهر مع الصيام، كما أن شهر شعبان يغفل عنه كثير من الناس، وقد نبهنا إليه رسول الله -صلى الله عليه وسلم- حيث وقع فيه الخير للمسلمين من تحويل القبلة ففيه عظم الله نبينا واستجاب لدعائه.

Dalam jawabannya terhadap pertanyaan, "Apakah boleh berpuasa penuh pada Syaban?", Dar Al-Ifta mengutip dalil dari Nabi SAW yang bersabda:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا

"Jika telah memasuki pertengahan akhir Syaban, maka janganlah kalian berpuasa." (HR Abu Daud no 3237, Tirmidzi no 738, dan Ibnu Majah no 1651)

Barangsiapa yang terbiasa berpuasa pada hari Senin dan Kamis, hendaklah dia berpuasa, dan barangsiapa yang ingin membayar puasa yang ditinggalkan, hendaklah dia berpuasa, dan tidak mengapa berpuasa pada paruh kedua bulan Syaban.

Dar Al Ifta juga menjelaskan Syaban adalah persiapan untuk menyambut Ramadhan, maka hendaknya dimanfaatkan dengan baik. Lembaga yang kini dipimpin Mufti Agung Syekh Nazir Mohmmed Ayyad, mengajak semua orang untuk terus bersedekah di bulan ini selain berpuasa.

Umat juga diingatkan bahwa Syaban dilupakan oleh banyak orang, dan Rasulullah SAW telah memperingatkan kita tentang hal ini, karena pada bulan ini terjadi kebaikan bagi kaum Muslimin dengan adanya perubahan arah kiblat, maka Allah SWT memuliakan Nabi kita dan mengabulkan doanya.

Menurut Dar Al-Ifta, Aisyah RA biasa mengqadha puasa Ramadhan dengan berpuasa di bulan Syaban setelahnya. Sementara itu, para ulama berbeda pendapat tentang puasa di pertengahan kedua Syaban dalam empat pendapat.

 

Pertama, ada yang membolehkan secara mutlak berpuasa di hari yang diragukan (yaum asy-syak) baik dan hari sebelumnya. Baik berpuasa penuh separuh kedua Syaban atau dengan menyelinginya dengan berbuka satu hari (maksudnya satu hari puasa besoknya tidak), atau mengkhususkan berpuasa pada hari yang diragukan di pertengahan kedua Syaban tersebut.

Dar Al Ifta menyebutkan Ibnu Abd al-Barr mengatakan bahwa boleh berpuasa sunnah pada hari yang diragukan, hal ini merupakan pendapat para imam mazhab, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik.

Pendapat kedua mengatakan tidak boleh berpuasa pada hari yang diragukan dan hari sebelumnya dari separuh yang kedua Syaban, kecuali jika puasanya bersambung dengan sebagian dari separuh yang pertama atau sesuai dengan kebiasaannya, ini merupakan pendapat yang paling kuat di kalangan Syafi'iyyah.

Ketiga, diharamkan berpuasa hanya pada hari yang diragukan dan tidak di hari lain pada paruh kedua. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Namun yang direkomendasikan Dar Al-Ifta bahwa barangsiapa yang memiliki kebiasaan berpuasa, atau memiliki nadzar puasa, atau memiliki kewajiban puasa pada bRamadhan sebelumnya, maka tidak mengapa baginya berpuasa pada paruh pertama, pertengahan, atau akhir bulan Syaban.

Adapun orang yang tidak memiliki kebiasaan berpuasa, atau salah satu dari yang disebutkan di atas, maka dia tidak boleh memulai puasa pada paruh kedua bulan Syaban, akan tetapi jika dia menyambungkannya dengan paruh pertama, maka dia boleh melakukannya.

Hal ini merujuk pada hadits berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ

Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari, kecuali orang yang sedang berpuasa, maka hendaklah dia berpuasa.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan:

Baca Juga



عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قالت: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا
Dari Aisyah RA, dia berkata, “Rasulullah SAW biasa berpuasa di bulan Syaban kecuali beberapa hari saja.” (HR Muslim).

 Sementara itu, Ibnu Hajar al-Asqalana dalam Fath al-Bari menjelaskan sebagai berikut:

وَقَالَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ: يَجُوزُ الصَّوْمُ تَطَوُّعًا بَعْدَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَضَعَّفُوا الْحَدِيثَ الْوَارِدَ فِيهِ, ووَقَالَ أَحْمَدُ وَابْنُ مَعِينٍ إِنَّهُ مُنْكَرٌ، ونقلت قول ابن قدامة فى المغني: «لَيْسَ هُوَ بِمَحْفُوظٍ – أى الحديث - وَسَأَلْنَا عَنْهُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ، فَلَمْ يُصَحِّحْهُ، وَلَمْ يُحَدِّثْنِي بِهِ، وَكَانَ يَتَوَقَّاهُ. قَالَ أَحْمَدُ: وَالْعَلاءُ ثِقَةٌ لا يُنْكَرُ مِنْ حَدِيثِهِ إلا هَذَا

“Mayoritas ulama mengatakan dibolehkan berpuasa sunnah setelah pertengahan bulan Syaban. Mereka melemahkan hadits yang diriwayatkan dalam masalah ini. Ahmad dan Ibnu Ma'in mengatakan bahwa hadits tersebut munkar, mengutip dari Ibnu Qadamah dalam kitab Al-Mughni:

"Bukan ini hadits ini yang dipegang. Kami bertanya kepada Abdurrahman bin Mahdi tentang hal itu, namun dia tidak membenarkannya, tidak pula meriwayatkannya kepadaku, dan dia selalu menghindarinya. Ahmad berkata, "Al-'Ala' adalah orang yang dapat dipercaya, dan hanya haditsnya ini yang diperselisihkan.”

Dar Al-Ifta menambahkan, mungkin saja menggabungkan makna dari berbagai dalil di atas sebagaimana yang disampaikan Imam al-Qurthubi.

لا تعارض بين حديث النهي عن صوم نصف شعبان الثاني والنهي عن تقدم رمضان بصوم يوم أو يومين وبين وصال شعبان برمضان والجمع ممكن بأن يحمل النهي على من ليست له عادة بذلك ويحمل الأمر على من له عادة حملا للمخاطب بذلك على ملازمة عادة الخير حتى لا يقطع

"Tidak ada pertentangan antara hadits larangan berpuasa di pertengahan bulan Syaban dengan larangan mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari dan menyambung bulan Syaban dengan Ramadhan, karena keduanya bisa digabungkan dengan menafsirkan bahwa larangan berlaku bagi yang tidak memiliki kebiasaan dan perintah bagi yang memiliki kebiasaan, dengan maksud agar orang yang diajak berpuasa tetap berpegang teguh dengan kebiasaannya dan tidak terputus.”

Persiapan Menyambut Ramadhan (ilustrasi). - (Dok Republika)

 

Syaban adalah bulan kedelapan dalam kalender Islam, dan merupakan salah satu bulan yang paling penting dalam tahun Hijriyah bagi umat Islam.

Bulan ini diimpit dua bulan yang istimewa yaitu sebelumnya adalah Rajab dan sesudah Syaban adalah Ramadhan yang penuh berkah.

Bulan ini iselingi dengan malam pertengahan Syaban, di mana Allah SWT memanifestasikan diri-Nya kepada makhluk-Nya dengan pengampunan dan kasih sayang-Nya yang universal, mengampuni orang-orang yang memaafkan, memiliki belas kasihan terhadap mereka yang meminta, menjawab doa-doa para pemohon, membebaskan orang-orang yang tertindas, dan membebaskan suatu kelompok dari api neraka.

Selain itu juga, menulis mata pencaharian dan pekerjaan, sehingga bulan yang agung ini merupakan bulan persiapan untuk tuan dari semua bulan, Ramadhan, dengan mengingat, membaca Alqura dan berdoa serta bershalawat kepada Rasulullah.

Lantas mengapa dinamakan Syaban? Alasan mengapa bulan ini dinamakan Syaban adalah rahasia yang tidak diketahui oleh banyak orang

Bulan Syaban adalah bulan untuk mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan mengingat dan membaca Alquran. Syaban dikenal dengan nama ini sekitar tahun 412 Masehi pada masa pemerintahan Kilab bin Murrah, kakek kelima Nabi Muhammad SAW.

Penamaan bulan ini, seperti bulan-bulan Arab lainnya, sudah ada sejak zaman Jahiliyah, dan bulan Syaban dinamakan demikian karena orang-orang Arab biasa bercabang di bulan ini ke berbagai penjuru bumi.

Artinya mereka menyebar ke berbagai wilayah untuk mencari air, dan dikatakan juga bahwa mereka biasa bercabang di bulan ini berpencar dalam berbagai penyerangan setelah mereka menahan diri untuk tidak melakukan aktivitas tersebut selama Rajab.

Dinamakan Syaban pula karena bulan ini muncul di antara Rajab dan Ramadan. Bentuk jamak Syaban dalam bahasa Arab adalah memakai kata Syabanat dan Syaabin.

Seperti bulan-bulan lunar lainnya yang diberi nama pada zaman Jahiliyah, orang-orang Arab biasa memberi nama bulan berdasarkan beberapa peristiwa atau hal-hal yang terjadi di dalamnya, dan Syaban. Ini adalah istilah yang menunjukkan percabangan dan perpecahan, dan ahli bahasa Abu Abbas Ahmad bin Yahya Thalab mengatakan:

إنما سمي شعبانُ شعبانَ، لأنه شعب أي ظهر بين شهري رجب ورمضان

"Bulan Syaban dinamakan Syaban karena muncul di antara bulan Rajab dan Ramadhan."

Nabi SAW banyak berpuasa di bulan Syaban. Syaban adalah bulan karunia Allah SWT yang diberikan kepada umat Muhammad SAW, yaitu bulan yang dilalaikan oleh manusia di antara bulan Rajab dan Ramadhan, bulan yang di dalamnya amal-amal diserahkan kepada Rabb semesta alam, bulan yang di dalamnya kasih sayang Allah ditampakkan kepada para hamba.

Allah SWT memberikan kepada mereka dari perbendaharaan kebaikan dan memberikan kepada mereka nikmat-nikmat-Nya.

 

Infografis Amalan di Bulan Syaban - (Republika.co.id)

Ada beberapa alasan mengapa bulan Syaban diberi nama demikian. Ada yang mengatakan bahwa bulan ini dinamakan demikian karena merupakan bulan yang memisahkan antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan.

Beberapa riwayat mengatakan bahwa bulan ini dinamakan demikian karena kabilah-kabilah Arab berpencar untuk mendatangi raja-raja dan meminta bantuan mereka.

Di antara sebab penamaannya adalah karena kabilah-kabilah tersebut berpencar untuk mencari air dan padang rumput, juga karena bangsa Arab biasa berpencar di bulan ini untuk melakukan penyerangan dan penyerbuan setelah mereka menahan diri dari peperangan selama Rajab, karena bulan ini termasuk bulan yang disucikan.

Dinamakan Syaban juga karena cabang-cabang pohon bercabang dua di bulan ini. Imam Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya Fathul Bari (4/213):

وسمي شعبان لتشعبهم في طلب المياه أو في الغارات بعد شهر رجب الحرام

"Dinamakan Syaban karena mereka bercabang-cabang untuk mencari air atau saat dalam peperangan setelah bulan suci Rajab."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler