Israel Gaduh: Sayap Kanan Ngotot Perang, Oposisi Dorong Komitmen Gencatan Senjata

PM Israel Netanyahu dihadapkan kelompok yang ingin perang dan tetap gencatan senjata.

ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin
Aktivis membakar kertas bergambar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Politik dalam negeri Israel terlihat saling berhadap-hadapan. Pertama adalah kelompok sayap kanan yang merupakan koalisi pendukung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Mereka adalah kelompok yang mendukung Netanyahu kembali berperang untuk mencaplok keseluruhan wilayah Palestina, baik Gaza maupun Tepi Barat.

Baca Juga


Kedua adalah kelompok oposisi yang dikomandoi oleh politisi Yair Lapid. Mereka adalah orang-orang yang mendukung Netanyahu tetap berada dalam posisi mendukung gencatan senjata hingga tuntas sehingga semua sandera dibebaskan.

Kedua kelompok ini memiliki prioritas tersendiri yang berbeda dan saling mempengaruhi Netanyahu. Sementara itu Netanyahu sedang dihadapkan sejumlah kasus hukum seperti korupsi yang membuat sejumlah saksi diperiksa pada tahun 2024. Kabarnya, saksi-saksi tersebut dipengaruhi, bahkan diintervensi oleh istri perdana menteri, yaitu Sara Netanyahu. Kini Sara menghadapi penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang dikomandoi jaksa agung Israel.

Tak hanya itu, dukungan Netanyahu melemah setelah pemimpin partai ekstrem zionis Itamar Ben Gvir yang juga menjabat menteri keamanan nasional Israel mengundurkan diri dari jabatannya. Sebab dia menganggap gencatan senjata adalah kemenangan Hamas sehingga perang yang dilakukan Israel sejak merespons serangan 7 Oktober lalu menjadi sia sia.

Tak ingin dukungan politiknya berkurang, Netanyahu menahan politisi sayap kanan lainnya, yaitu menteri keuangan Bezalel Smotrich. Ini adalah orang yang paling bernafsu untuk melanjutkan perang melawan semua faksi-faksi antiIsrael seperti Hamas, perlawanan Palestina di Tepi Barat, Hizbullah Lebanon, Houthi, dan Iran.

Dukungan Smotrich kepada Netanyahu untuk kembali berperang melawan semua faksi tersebut bukan tidak mungkin akan terwujud. Sebab baru-baru ini, Netanyahu baru saja dapat persetujuan presiden Trump untuk pengiriman alat utama sistem persenjataan baru senilai satu miliar dolar AS. Di antaranya berupa sebanyak 4.700 bom yang masing-masing beratnya sekitar satu ton. Juga termasuk senjata-senjata pendukung kekuatan pertahanan Israel.

PM Israel Benjamin Netanyahu dan Menkeu Bezalel Smotrich (kanan). Dalam pernyataannya yang beredar di media sosial, Smotrich menyerukan penghancuran total terhadap Gaza. - (EPA-EFE/RONEN ZVULUN / POOL)

Suara oposisi

Presiden Israel Isaac Herzog dan para pemimpin oposisi menyerukan penyelesaian semua tahapan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan dengan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), sehari sebelum pertemuan yang dijadwalkan antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih. Rumah. 

 

Herzog merupakan petinggi Israel yang beberapa waktu lalu menerima kunjungan sejumlah pemuda utusan beberapa negara Asia, salah satunya Indonesia. Di hadapan Herzog, utusan dari Indonesia menyebut peranan Presiden Gus Dur membangun komunikasi dengan petinggi Israel di masa Gus Dur hidup, yaitu Simon Peres.

Herzog bersama para kelompok oposisi Israel mendukung pemerintah untuk membebaskan seluruh sandera yang kini masih ditawan Hamas. "Ini adalah saat-saat kritis di mana saya menegaskan kembali seruan saya untuk menyelesaikan semua tahapan perjanjian dan segera memulangkan semua saudara-saudari kita yang ditawan, bahkan yang terakhir," kata Herzog dalam sebuah pernyataan pada hari Senin.

"Tentu saja, saya tidak meremehkan ketakutan, kekhawatiran, dan rasa sakit yang terkait dengan kesepakatan ini, karena saya memahaminya dengan baik. Namun, kita harus ingat: ini adalah perjanjian tertinggi antara negara dan warga negaranya," tambahnya.

Sementara itu, pemimpin oposisi Israel Yair Lapid mengatakan pemerintah AS harus tahu bahwa tidak ada bahaya bagi pemerintahan Netanyahu jika melanjutkan perjanjian gencatan senjata.

Lapid telah berulang kali menawarkan "jaring pengaman" untuk mencegah pemerintahan Netanyahu jatuh jika melanjutkan tahapan perjanjian, yang secara khusus ditentang oleh para menteri sayap kanan dalam koalisi pemerintah.

 

Dalam konteks yang sama, pemimpin partai "Kamp Negara", Benny Gantz, mengatakan bahwa tanggung jawab Netanyahu adalah "tidak menyerah pada tekanan koalisi dan memulangkan semua yang diculik."

Hal ini terjadi di tengah tuduhan di Israel bahwa Netanyahu sedang mencoba mengganggu perjanjian tersebut dan mencegahnya berlanjut ke tahap kedua.

Netanyahu tiba di Washington, tempat ia mengadakan pembicaraan mengenai perjanjian gencatan senjata di Gaza, setelah menunda negosiasi tahap kedua hingga setelah pertemuannya dengan Presiden AS Donald Trump.

Pada tanggal 19 Januari, gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku pada tahap pertamanya, yang berlangsung selama 6 minggu.

Kesepakatan yang dicapai melalui mediasi Qatar, Mesir dan Amerika itu, menetapkan dimulainya perundingan tidak langsung antara Hamas dan Israel mengenai tahap kedua paling lambat hari ke-16 sejak kesepakatan mulai berlaku, dengan kesepakatan harus diselesaikan sebelum berakhirnya minggu kelima fase pertama.

Masih ada 79 sandera

Hamas masih menahan 79 sandera Israel di Jalur Gaza setelah pembebasan tiga tawanan pada Sabtu, menurut laporan media Israel.

Harian Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa 20 dari sandera tersebut diperkirakan akan dibebaskan dalam tahap pertama kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang sedang berlangsung.

Pada Sabtu pagi, Hamas membebaskan tiga tawanan Israel, Yarden Bibas (35), Ofer Calderon (54), dan Keith Siegel (64), sebagai bagian dari kelompok ke-empat dalam tahap awal kesepakatan tersebut.

Bibas dan Calderon dibebaskan di Khan Younis, Gaza selatan, sementara Siegel dibebaskan dari Kota Gaza.

“Hamas masih menahan 79 sandera, dan 20 di antaranya akan dibebaskan dalam beberapa hari mendatang sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian,” tulis Yedioth Ahronoth.

Sementara itu, koresponden Channel 12 Israel, Almog Boker, melaporkan bahwa setelah tahap pertama ini berakhir, Hamas masih akan menahan 59 sandera, termasuk 36 orang yang diduga telah tewas.

 

Kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku pada 19 Januari, dengan periode awal selama 42 hari.

Perang genosida yang dilakukan Israel telah menewaskan lebih dari 47.400 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111.000 orang sejak 7 Oktober 2023.

Serangan Israel di Gaza telah menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang, serta kehancuran besar-besaran dan krisis kemanusiaan yang merenggut nyawa banyak lansia dan anak-anak, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.

Pada November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas agresinya di wilayah tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler