KPK Ungkap Hasto Perintahkan Harun Masiku Rendam Ponsel
Penyidik KPK yang ingin menangkap Hasto di PTIK, dituduh polisi memakai narkoba.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto meminta Harun Masiku untuk merendam telepon seluler saat ada operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harun adalah mantan politikus PDIP yang berstatus buron sejak Januari 2020.
"Pada 8 Januari 2020 saat OTT KPK, pemohon memerintahkan Hasan, penjaga rumah Sultan Syahrir Nomor 12A yang biasa digunakan sebagai kantor para pemohon, untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam alat komunikasi dalam air," kata anggota tim Hukum KPK Kharisma Puspita Mandala pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (6/2/2025).
Tim hukum KPK menyatakan alasan merendam telepon seluler (ponsel) supaya tidak ditemukan oleh saksi termohon (KPK) yang saat itu sedang melancarkan tugas operasi tangkap tangan. Setelah itu, Harun dinyatakan menghilang hingga akhirnya ditetapkan KPK sebagai daftar pencarian orang (DPO).
"Bahwa kemudian setelah perintah pemohon tersebut, Harun Masiku menghilang dan tidak diberikan termohon hingga saat ini," ungkap Kharisma.
Selain itu, Tim Biro Hukum KPK mengungkapkan, petugasnya malah dituduh memakai narkoba saat proses pengejaran buronan Harun di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta pada 8 Januari 2020. Kala itu, penyidik KPK ingin menangkap Hasto yang diduga bersembunyi di PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pada Kamis, KPK selaku termohon membacakan jawaban dan Hasto sebagai pemohon mengajukan bukti tertulis. Selanjutnya, pada Jumat (7/2/2025), sidang dijadwalkan menghadirkan saksi ahli dari kubu Hasto.
Penyidik KPK pada Selasa (24/12/2025), menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Hasto dan advokat Donny Tri Istiqomah. Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi anggota KPU RI kala itu Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.
Padahal, suara Harun tidak cukup menjadi anggota DPR pengganti Nazaruddin Kiemas yang wafat. Hasto pun juga diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.