Media Israel Ungkap Cara Kotor Netanyahu untuk Sabotase Gencatan Senjata

Delegasi Israel yang dikirim ke Qatar tak memiliki kewenangan untuk mengambil keputus

ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin
Aktivis membakar kertas bergambar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat aksi bela Palestina di Kota Tangerang, Banten, Jumat (6/12/2024). Aliansi Gerakan Solidaritas Masyarakat Tangerang bersama Jurnalis Peduli Palestina dalam aksi tersebut menuntut agar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ditangkap dan diadili oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas kejahatan genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Media Israel pada Ahad (9/2/2025) waktu setempat,  mengungkapkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sengaja menghalangi negosiasi gencatan senjata yang sedang berlangsung dengan Hamas. Pimpinan Partai Likud tersebut bertujuan untuk menggagalkan kesepakatan sebelum sampai tahap berikutnya.

Baca Juga


Laporan media menunjukkan, delegasi Israel yang dikirim ke Qatar tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Hal tersebut menandakan keengganan Netanyahu untuk melanjutkan kesepakatan yang akan mengamankan pembebasan lebih banyak tahanan Palestina dan gencatan senjata permanen di Gaza.

Haaretz mengutip sumber yang menyatakan bahwa kehadiran delegasi di Doha hanya untuk pamer."Netanyahu mengisyaratkan dengan jelas bahwa dia tidak ingin melanjutkan ke tahap berikutnya," kata salah satu sumber, seraya menambahkan bahwa dia memandang gencatan senjata tersebut merusak posisi politiknya.

Laporan tersebut menunjukkan, Netanyahu lebih peduli untuk menenangkan faksi sayap kanan Israel daripada mengamankan kebebasan tawanan Israel. "Para pemilih sayap kanan melihat di lapangan bahwa kami belum mengalahkan Hamas dan para operatornya terus berjalan dengan senjata," sumber tersebut menjelaskan, merujuk pada bagaimana eksistensi Hamas saat  acara pembebasan tawanan yang diselenggarakan di Gaza yang mengejek klaim Netanyahu tentang kemenangan total.

Pembebasan sandera prajurit Israel oleh Hamas di Jabalia - (Tangkapan layar)

Upaya untuk merusak kesepakatan

Menurut Haaretz, taktik Netanyahu dapat menyebabkan gencatan senjata gagal total. Para analis memperingatkan bahwa Hamas, yang mengakui penolakan Israel untuk menghormati komitmennya, dapat menghentikan pembebasan tawanan lebih lanjut.

"Hamas tidak bodoh," kata seorang sumber. "Mereka melihat politisasi negosiasi, penempatan orang kepercayaan Netanyahu Ron Dermer dan Gal Hirsch [di pucuk pimpinan negosiasi], ancaman oleh [Menteri Keuangan Bezalel] Smotrich dan para menteri sayap kanan bahwa mereka akan membubarkan pemerintah. Mereka memahami ke mana arahnya." 

 

Channel 12 mengonfirmasi Netanyahu mengirim delegasi hanya untuk membahas hal-hal teknis dan bukan untuk merundingkan gencatan senjata tahap kedua. Para pejabat menyatakan, "Delegasi ini tidak memiliki mandat nyata. Delegasi ini tidak akan menangani apa pun yang terkait dengan tahap kedua."

Di antara anggota delegasi tersebut adalah negosiator sandera pemerintah Gal Hirsch, bersama dengan seorang pejabat Shin Bet yang menggantikan kepala badan keamanan, Ronen Bar, yang disingkirkan dari proses tersebut oleh Netanyahu.

Para pejabat Hamas telah memperingatkan bahwa pendekatan Israel yang tidak beritikad baik dapat memicu kembali permusuhan. Dalam sebuah wawancara dengan AFP, anggota politbiro Hamas Basem Naim mengkritik kegagalan Israel untuk memenuhi kewajibannya.

"Penundaan dan kurangnya komitmen dalam melaksanakan tahap pertama, serta berbagai upaya untuk menekan negosiator Palestina saat memasuki tahap kedua, tentu saja membahayakan perjanjian ini dan dengan demikian perjanjian ini dapat terhenti dan runtuh," kata dia.

Poin Kesepakatan Gencatan Senjata - (Republika)

 

 

Perjanjian dalam bahaya

Tahap pertama gencatan senjata yang disepakati berlangsung selama 42 hari. Perjanjian yang dicapai di Doha tersebut menetapkan bahwa Hamas akan membebaskan 33 wanita, anak-anak, dan tawanan lanjut usia sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina, yang banyak di antaranya telah ditahan tanpa dakwaan.

Tahap berikutnya, jika dipatuhi, akan mengharuskan Israel untuk membebaskan tahanan Palestina lainnya. Mereka harus menghentikan agresi militer, dan menarik diri dari Gaza sebagai imbalan atas pembebasan tawanan yang tersisa.

Setelah pembebasan terakhir, 73 tawanan dari 251 yang ditangkap pada 7 Oktober masih berada di Gaza. Sementara itu, sedikitnya 34 orang telah dipastikan tewas.

Hamas sejauh ini telah membebaskan 21 tawanan berdasarkan gencatan senjata saat ini. Sementara, sebanyak 105 orang dibebaskan selama gencatan senjata singkat pada November. Sebaliknya, Israel telah melanjutkan pendudukannya yang brutal, menewaskan ribuan warga sipil Palestina dan mempertahankan pengepungannya di Gaza.

Israel juga menahan ribuan tahanan Palestina, termasuk anak-anak, jurnalis, dan aktivis, yang banyak di antaranya telah menjadi sasaran perlakuan tidak manusiawi.

Laporan media Israel menunjukkan bahwa perhatian utama Netanyahu adalah mempertahankan kedudukan politiknya di antara kelompok sayap kanan, daripada mencapai perdamaian atau memastikan pengembalian tawanan dengan aman.

Walla melaporkan bahwa perjalanan delegasi ke Qatar sebagian besar bersifat simbolis, dimaksudkan untuk menenangkan Presiden AS Donald Trump, yang telah menyatakan minatnya untuk melihat kesepakatan tersebut sepenuhnya dilaksanakan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler