Menolak Baca Ayat Taurat, Pimpinan Hamas Dipukuli Tentara Israel Saat Hendak Dibebaskan

Ketika Jamal Al Tawil menolak, para tentara Israel memukulinya dengan keras.

Dok Palestinian Information Center
Jamal Al-Taweel
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Warga Palestina yang dibebaskan tentara penjajah Israel (IDF) mengungkapkan bahwa pasukan Israel kerap menyerang mereka dengan kejam saat hendak keluar dari tahanan. Salah satu alasannya,  warga Palestina menolak membaca ayat-ayat Taurat.

Jamal Al Tawil mengatakan pada Sabtu (8/2) bahwa ia diserang dengan kejam beberapa jam sebelum pembebasannya. Al Tawil menolak untuk membacakan sebuah ayat Taurat yang berisi ancaman terhadap warga Palestina, dikutip dari laman TRT World, Ahad (9/2/2025).

Pemimpin Hamas dari Ramallah ini berulang kali ditangkap oleh Israel sejak berusia 16 tahun. Dia menghabiskan lebih dari 18 tahun dalam tahanan. Dia menghadapi pengasingan ke Marj al Zuhur pada tahun 1992 dan memimpin aksi mogok makan pada tahun 2021 untuk menuntut pembebasan putrinya, jurnalis Bushra.

Dalam sebuah video, ketika menerima perawatan di sebuah rumah sakit di Tepi Barat, Al Tawil (61 tahun) menjelaskan bahwa tentara Israel menuntutnya untuk melafazkan sebuah ayat yang berbunyi sepert ini:

“Orang-orang yang kekal tidak lupa, aku mengejar musuh-musuhku dan menangkap mereka, dan aku tidak akan kembali sampai aku memusnahkan mereka.”

Ketika Jamal Al Tawil menolak, para tentara Israel memukulinya dengan keras. Pemukulannya tersebut menyebabkan kesehatan Al Tawil memburuk sampai-sampai dia tidak dapat berdiri ketika dia pergi untuk ke bus Palang Merah Internasional. Situasi ini memaksa tim Bulan Sabit Merah untuk membawa Al Tawil ke ambulans dan memindahkannya ke rumah sakit.

Baca Juga


Tahanan Palestina disambut saat mereka keluar dari bus Palang Merah setelah dibebaskan dari penjara Israel, di kota Ramallah, Tepi Barat, Sabtu 1 Februari 2025. - (AP Photo/Nasser Nasser)

Ancaman dan kondisi yang sulit

Mohammed Dweikat, seorang warga Palestina lainnya yang dibebaskan, mengatakan bahwa pihak berwenang Israel memaksa para tahanan untuk membacakan ayat-ayat Taurat dalam sebuah tindakan yang jelas-jelas merupakan tindakan intimidasi dan ancaman.

Dweikat mengatakan kepada Anadolu Agency setelah pembebasannya dalam gelombang kelima perjanjian pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kehidupan setelah Dia menyebabkan kematian kami.”

“Hari ini adalah kelahiran baru kami setelah kami berada dalam kematian, terima kasih kepada Allah yang telah memberikan kami Gaza,” kata Dweikat.

Dia menghabiskan 16 setengah tahun di penjara Israel, setelah dijatuhi hukuman 18 tahun. Mengenai kondisi di dalam penjara, ia mengatakan, “Situasi berubah menjadi neraka setelah 7 Oktober 2023. Semua yang bisa dibayangkan, kami alami di penjara, kehidupan yang keras, penghinaan, kekurangan makanan dan obat-obatan, semuanya buruk.”

“Pada hari-hari terakhir, keadaan menjadi lebih sulit. Kami mengalami tekanan dan penghinaan, dan pasukan Israel memaksa kami untuk membaca ayat-ayat Taurat seperti 'Kami tidak akan melupakanmu, kami bersamamu, dan kami akan menjagamu selamanya'," katanya.

Dweikat menunjuk ke tangannya yang dipaksa mengenakan gelang dengan ayat yang sama yang ditulis dalam bahasa Arab.

“Pemimpin yang dibebaskan, Jamal Al Tawil, menolak untuk melafalkan ayat tersebut, dan mereka memukulinya dengan brutal, yang menyebabkan dia dipindahkan ke rumah sakit segera setelah kami meninggalkan pusat penahanan,” katanya. 

“Mereka tidak menghormati orang tua atau siapa pun," ujar Dweikat.

“Yang paling menggembirakan hati kami adalah sambutan yang meriah, yang menunjukkan persatuan rakyat Palestina di sekitar para tawanan dan perlawanan,” katanya tentang sambutan ketika ia dibebaskan.

Mengenai Gaza, ia berkata, “Tidak ada kata-kata yang dapat memberikan keadilan bagi Gaza, yang telah mengorbankan segalanya, anak-anak, orang tua, dan rumah-rumah mereka untuk tujuan ini.”



Pembantaian oleh Israel

Perjanjian gencatan senjata mulai berlaku di Gaza pada 19 Januari 2025, menghentikan penjajahan dan genosida yang dilakukan Israel, yang telah membunuh lebih dari 48.180 warga Palestina, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Angka tersebut direvisi menjadi hampir 62.000 orang oleh para pejabat.

Israel menghancurkan sebagian besar daerah kantong di Gaza yang diblokade menjadi reruntuhan, menyebabkan kekurangan besar-besaran akan kebutuhan dasar, termasuk makanan, air, obat-obatan, dan listrik, serta mengungsikan hampir seluruh penduduknya.

Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan pada bulan November untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler