Konser The Script: Malam Penuh Energi dan Emosi Tinggi
The Script mendedikasikan sebuah lagu untuk mendiang gitaris Mark Sheehan.
REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG — ICE BSD City, Tangerang, 14 Februari 2025 menjadi saksi penuh emosi, energi, dan kenangan bagi penggemar The Script. Band asal Irlandia itu akhirnya memenuhi janji untuk tampil di hadapan penggemar Indonesia.
Konser bertajuk “Satellite World Tour Live in Indonesia” ini bukan hanya sekadar pertunjukan musik, tetapi juga sebuah perayaan emosi dan energi yang tak terlupakan. Sejak siang hari, para penggemar sudah memenuhi Hall 6 ICE BSD City. Penonton yang didominasi anak-anak muda ini terlihat bersemangat menyambut malam spesial itu. Banyak yang mengenakan merchandise The Script, sembari mengantre untuk penukaran tiket.
Suasana semakin ramai ketika gerbang dibuka, dan para penggemar mulai memasuki venue. Panggung besar dilengkapi dengan lighting yang megah menawarkan pertunjukan yang tak kalah besar.
Sebelum The Script naik ke panggung, sekitar pukul 20.00 WIB, Hoobastank, band rock asal Amerika Serikat, hadir sebagai pembuka. Band yang terkenal dengan lagu “The Reason” ini langsung memukau penonton dengan energi tinggi dan penampilan yang solid. Mereka membawakan beberapa lagu hits seperti “Crawling in the Dark”, “Same Direction”, dan tentu saja “The Reason”, yang membuat seluruh penonton menyanyi bersama.
Vokalis Hoobastank Doug Robb terlihat sangat bersemangat. Ia beberapa kali berinteraksi dengan penonton, meminta mereka bernyanyi lebih kencang dan melompat lebih tinggi. Penampilan mereka berhasil memanaskan suasana dan mempersiapkan penonton untuk momen yang dinanti-nantikan yaitu penampilan The Script.
“Saya senang ada di sini. Saya harap kalian juga senang di sini. Kami menempuh perjalanan panjang demi bisa bertemu kalian,” ujarnya pada Jumat (14/2/2025).
Pada malam tadi tak hanya menonton, para personel Hoobastank juga terlihat begitu bersemangat. Saat tidak sedang menyanyi, Doug memakai kacamata. “Supaya bisa melihat wajah kalian lebih jelas,” katanya sambil tersenyum.
Dia juga tak segan turun dari panggung, menyapa penonton secara langsung, dan memuji keramahan orang Indonesia. “Kami pertama kali ke Indonesia pada tahun 2002. Orang-orang Indonesia sangat ramah,” ujarnya.
Saat membawakan lagu “The Reason”, Doug meminta penonton menyalakan flash ponsel mereka. Suasana pun berubah syahdu, dengan ribuan cahaya kecil yang berkelap-kelip memenuhi venue. Sebelum mengakhiri penampilan, Doug memperkenalkan personel bandnya yakni Chris Hesse (drum), Dan Estrin (gitar), dan Jesse Charland (bass). “Baiklah, kami sudah selesai. Kalian siap untuk menyaksikan The Script?!,” teriak Robb, semakin memompa antusiasme penonton.
Setelah penampilan Hoobastank, ada jeda sekitar setengah jam untuk persiapan panggung The Script. Kru sibuk memastikan sound system dan lighting siap untuk penampilan utama. Penonton pun menggunakan waktu ini untuk berfoto atau pun sekadar duduk di lantai. Suasana semakin tegang saat musik terdengar, permainan lampu dimulai, menandakan The Script segera naik panggung.
Benar saja, The Script menyapa penonton sekitar pukul 21.00 WIB. Membuka penampilan dengan lagu “You Won’t Feel a Thing” yang ciamik. Berlanjut ke lagu kedua, “Superheroes”, sebuah anthem yang penuh inspirasi dan motivasi bagi pendengar. Lagu ini berbicara tentang kekuatan dan ketahanan yang ada dalam diri setiap individu, bahkan dalam menghadapi situasi sulit.
Lagu ini menjadi pilihan yang tepat disuguhkan pada awal-awal konser, karena liriknya yang inspiratif dan beat yang energik. Penonton langsung terhanyut, menyanyikan setiap lirik dengan penuh semangat, sambil melompat kecil. Visual warna-warni dan ilustrasi gedung tinggi yang terpampang di layar menambah semarak penampilan The Script.
Dengan karismanya, vokalis The Script, Danny O’Donoghue memimpin penonton untuk bernyanyi dan melompat bersama. “Kalian luar biasa!,” kata dia.
Setelah itu, The Script melanjutkan dengan lagu-lagu hits mereka seperti “Rain”, “Both Ways”, “Six Degrees of Separation”, “The Man Who Can't Be Moved”, “The Last Time”, “If You Could See Me Now”, “Inside Out”, “Never Seen Anything Quite Like You”, “Before the Worst”, “Nothing”, “No Good in Goodbye”, “Paint the Town Green”, “For the First Time”, “Home Is Where the Hurt Is”, “Breakeven”, dan “Hall of Fame”. Total ada 18 lagu yang mereka bawakan dalam durasi dua jam.
Setiap lagu dibawakan dengan penuh emosi, menunjukkan betapa Danny O'Donoghue (vokalis utama, piano, kibor) dan Glen Power (drum, perkusi, backing vokal), serta pemain musik tambahan benar-benar menikmati momen ini. Danny sang vokalis karismatik merupakan motor penggerak utama dari penampilan The Script. Suaranya yang khas dan penuh perasaan mampu menghipnotis penonton, mengajak mereka bernyanyi bersama lagu-lagu hits The Script. Danny tidak hanya bernyanyi, tetapi juga berinteraksi dengan penonton, menciptakan suasana yang akrab dan penuh kebersamaan. Ia juga mahir memainkan piano dan kibor, menambah dimensi musikalitas yang kaya dalam setiap penampilan The Script.
Ketukan drum Glen Power yang kuat dan konsisten menjadi dasar dari setiap lagu, memberikan energi yang tak terbatas bagi penampilan mereka. Dia juga mahir memainkan perkusi dan memberikan backing vokal, menambah harmoni dan dinamika dalam musik The Script. Kombinasi antara vokal Danny yang penuh perasaan dan ketukan drum Glen yang energik menciptakan harmoni musikal yang khas dari The Script. Keduanya saling melengkapi satu sama lain, menciptakan penampilan yang memukau dan tak terlupakan bagi para penonton.
Danny juga beberapa kali turun dari panggung, mendekati penonton, dan bahkan menyanyikan beberapa bagian lagu sambil berjalan di antara kerumunan penggemar. Sebelum menyanyikan “If You See Me Now”, Danny mendedikasikan lagu ini untuk Mark Sheehan, gitaris The Script yang telah meninggal dunia. Menurut Danny, tembang ini juga dipersembahkan untuk siapa saja yang pernah kehilangan orang yang dicintai. Suasana berubah haru.
Pada kesempatan lain, sebuah pemandangan unik terjadi ketika Danny mengajak seorang penggemar wanita bernama Leni naik ke panggung. Leni terpilih karena membawa poster bertuliskan kalimat menggelitik, “Pada hari Valentine ini, aku meninggalkan suamiku di rumah untuk menonton The Script. Tidakkah kamu pikir aku layak mendapatkan setidaknya sebuah pick gitar?”
Leni mendapatkan lebih dari itu. Dia diajak bernyanyi di atas panggung. Leni berdiri di sebelah Danny yang memainkan piano sambil menyanyikan “Never Seen Anything Quite Like You”.
Danny juga mengejutkan penonton dengan turun dari panggung dan berjalan mengitari kerumunan penonton. Sontak saja, penonton menjadi heboh dan berusaha menjangkau idolanya. Namun, suasana tetap terkendali, dan konser berjalan aman.
Venue sempat berubah menjadi sangat gelap. The Script menghilang dari panggung. Namun penonton tahu bahwa penampilan The Script belum berakhir. Danny dan kawan-kawan muncul kembali membawakan tiga nomor yakni “Home Is Where the Hurt Is”, “Breakeven”, dan “Hall of Fame”.
“Hall of Fame” menjadi lagu penutup yang paling dinanti. Penonton bersorak, bernyanyi, dan melompat bersama, menciptakan energi yang luar biasa. Lagu ini menjadi penutup sempurna untuk malam yang penuh emosi dan keriangan.