Respons Iran Jika Fasilitas Nuklir Dibom, Jenderal IRGC: Timur Tengah akan Terbakar Hebat
Israel dilaporkan akan menyerang fasilitas nuklir Iran pada pada tahun ini.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Komandan Senior Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) Amir Ali Hajizadeh menegaskan, Iran tidak akan tinggal diam jika fasilitas nuklirnya diserang Israel dengan bantuan Amerika Serikat (AS). Hajizadeh menggambarkan kawasan Timur Tengah akan terbakar hebat akibat dari serangan balasan Iran.
"Jika fasilitas nuklir Iran diserang, api akan muncul di kawasan dalam dimensi melebihi apa yang bisa dibayangkan," kata Hajizadeh beberapa hari setelah koran AS melaporkan rencana serangan Israel akan dilancarkan pada tahun ini, dikutip Iran International, Rabu (19/2/2025).
Ilustrasi respons Iran atas ancaman serangan fasilitas nuklir yang digambarkan Hajizadeh menjadi yang paling jelas dalam beberapa bulan terakhir yang diungkapkan oleh seorang jenderal IRGC. Sebelumnya, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan bahwa Iran menolak negosiasi apapun dengan AS terkait program nuklir mereka.
"Jika kami terlibat konflik dengan AS, kami memiliki target yang cukup di kawasan yang bisa kami serang dengan misil-misil berbiaya rendah. Alih-alih 150 drone, kami bisa menggunakan 500 atau bahkan 1.000 drone, apa yang mungkin bisa mereka lakukan?" kata Hajizadeh.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian pun sebelumnya menegaskan, negaranya tidak gentar dengan ancaman akan penyerangan terhadap situs nuklir Iran. Pezeshkian menegaskan, jika musuh menyerang 100 lokasi nuklir Iran, para ahli Iran akan segera menggantinya dengan membangun 1.000 fasilitas nuklir baru.
"Musuh ingin kita dipermalukan di hadapan mereka dengan sanksi dan ancaman, tetapi kita tidak akan tunduk dan kita akan menyelesaikan masalah kita dengan mengandalkan rakyat," kata Pezeshkian dalam sebuah pertemuan dengan para intelektual dan elit di provinsi selatan Bushehr pada Kamis (13/2/2025), menurut Press TV seperti dilansir dari Mehr News.
Pezeshkian mengecam pendekatan Amerika Serikat yang kontradiktif terhadap Iran. Dia menegaskan, Donald Trump mengklaim bahwa ia ingin berunding dengan Iran tetapi pada saat yang sama menjatuhkan sanksi terberat terhadap Teheran.
"Kami tidak ingin siapa pun menjatuhkan sanksi kepada kami," kata Pezeshkian sambil menambahkan, "Bukan berarti jika AS menjatuhkan sanksi kepada kami, kami tidak dapat melakukan apa pun. Kami akan menjalankan negara dengan mengandalkan kemampuan dalam negeri."
Seperti dilaporkan Wall Street Journal (WSJ) dilansir Jerusalem Post, Rabu (12/2/2025), sebuah hasil asesmen intelijen AS menyimpulkan bahwa, Israel mempertimbangkan kemungkinan menyerang fasilitas nuklir Iran pada tahun ini. Asesmen itu digelar selama hari-hari terakhir pemerintah Biden, dan menyimpulkan, bahwa Israel mempertimbangkan serangan berskala besar.
Laporan WSJ juga menyebutkan bahwa, Israel diperkirakan akan mendesak pemerintahan AS saat ini untuk mendukung rencana serangan itu. Sumber militer AS kepada WSJ menyatakan, dukungan AS termasuk persenjataan, akan dibutuhkan untuk menyukseskan rencana serangan Israel.
Juga dilaporkan bahwa, Israel mengkhawatirkan waktu serangan yang tepat saat mereka berpikir tenggat hingga Iran dapat memproduksi bom atom semakin habis. Kantor Perdana Menteri Israel ataupun IDF tidak merespons laporan WSJ ini.
Namun, lewat wawancara dengan New York Post, belum lama ini, Presiden AS Donald Trump lebih menginginkan menandatangani kesepakatan nuklir dengan Iran daripada melancarkan serangan. "Saya menginginkan sebuah kesepakatan non-nuklir terjadi dengan Iran. Saya lebih menginginkan itu daripada membom mereka," kata Trump.
Merespons Trump, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Jumat (7/2/2025) lalu menegaskan menolak ide negosiasi dengan pemerintahan AS saat ini. Ia menegaskan pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa, proses negoisasi, "tidak rasional, tidak intelek, atau terhormat."
"Negosiasi dengan Amerika tidak mengatasi masalah-masalah kami," kata Khamenei dalam sebuah pidato yang dikutip Tasnim.
Pekan lalu, pemerintah Iran meluncurkan lini produksi Hexafluoride Iridium (IRF6) di fasilitas nuklir Shahid Raesi (UCF) di provinsi Isfahan, Iran. Dirilisnya produk nuklir IRF6 terbilang signifikan bagi sektor teknologi nuklir Iran.
Upacara peluncuran produk nuklir terbaru ini dihadiri oleh Mohammad Eslami, Kepala Organisasi Energi Atom Iran (AEOI), bersama dengan para pejabat senior dari industri nuklir. Lini produksi IRF6 yang baru saja diresmikan ini akan digunakan untuk pengayaan dan pemisahan isotop IR-191, sebuah komponen penting dalam berbagai aplikasi medis dan industri.
Dengan peluncuran lini produksi canggih ini, Iran telah menjadi salah satu dari sedikit negara yang mampu memproduksi Hexafluoride Iridium (IRF6). Pencapaian ini tidak hanya memperkuat kemampuan domestik negara ini, namun juga membuka pintu bagi potensi ekspor ke negara lain.
Peluncuran produk nuklir ini juga dilakukan bertepatan dengan perayaan peringatan Sepuluh Hari Revolusi Islam. Selain IRF6, beberapa proyek nulir diresmikan di UCF, yang berada di Provinsi Isfahan, menurut laporan.
Proyek-proyek tersebut meliputi fasilitas uji keamanan teknis yang komprehensif, tungku sintering pelet bahan bakar skala semi-kontinyu/semi industri, dan Mesin Pengelasan Resistansi (RW).