Menggali Makna 'Marhaban Ya Ramadhan'

Telah datang Ramadhan, bulan yang di dalamnya banyak keberkahan.

www.freepik.com
Ramadhan (ilustrasi).
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Marhaban berakar dari kata rahib yang berarti 'luas' atau 'lapang.' Ungkapan marhaban ya Ramadhan mengandung arti bahwa kaum Muslimin menyambut Ramadhan dengan lapang dada, penuh kegembiraan--tidak dengan menggerutu, atau menganggap kehadirannya sebagai gangguan bagi kita.

Baca Juga


Marhaban ya Ramadhan kita ucapkan untuk menyambut bulan suci itu. Sebab, kita mengharapkan agar jiwa-raga diasah dan diasuh serta diperbaiki guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.

Ada "gunung tinggi" yang harus dilampaui guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Gunung itu ialah nafsu.

Di gunung itu, ada lereng yang curam, belukar yang lebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak dilanjutkan.

Namun, bila tekad tetap membara, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang. Dan saat itu akan nampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tempat-tempat indah utuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.

Dan bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraaan ar-rahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan Kekasihnya, yakni Allah SWT. Demikian lebih kurang, perjalanan demikian dilukiskan dalam buku Madarij as-Salikin.

Tentu, kita perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu. Tahukah Anda apa bekal itu?

Benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita. Tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat dan tadarus Alquran. Pada siangnya, kita larut dalam ibadah berpuasa hanya mengharap ridha Allah SWT.

Tingkatkan takwa

Bulan suci Ramadhan adalah kesempatan besar bagi kaum Muslimin untuk memperbaiki ketakwaan mereka kepada Allah. Hal ini sudah ditegaskan sebagai tujuan puasa Ramadhan.

 

Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 183, yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Janganlah nilai puasa kita tidak memperoleh apa-apa kecuali sekadar lapar dan haus. Maka dari itu, selama bulan Ramadhan kita diharapkan untuk lebih meningkatkan pengendalian diri, tak mudah menuruti hawa nafsu, serta selalu berusaha untuk memerangi sifat-sifat yang tidak terpuji.

Pengendalian diri itu diperlukan agar setelah kita berpuasa dan menahan diri dari fajar hingga matahari terbenam, jangan sampai saat malamnya kita justru hanyut dalam "melampiaskan" nafsu dengan bermaksiat.

Kalau itu yang terjadi, berarti puasa kita bukan untuk membersihkan diri dan mempertinggi derajat kemanusiaan kita. Puasa semacam itu tidak memberi manfaat dan faedah bagi rohani kita.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler