Lawan Pendudukan Israel, Hamas Ajak Warga Palestina ke Masjid Al Aqsa Selama Ramadhan
Setiap tahun selama Ramadhan, Israel membatasi warga Palestina ke Masjid Al Aqsa.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok perlawanan Palestina, Hamas mengajak warga Palestina beribadah di Masjid Al Aqsa selama bulan Ramadhan. Tindakan itu sebagai bentuk perlawanan atas pendudukan Israel.
“Jadikan hari-hari dan malam-malam Ramadhan yang penuh berkah didedikasikan untuk ibadah, keteguhan hati, dan perlawanan terhadap musuh dan pemukim (ilegal), serta untuk mempertahankan Yerusalem dan Al Aqsa sampai terbebas dari pendudukan,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, Sabtu (1/3/2025).
Hamas juga menyerukan warga Palestina di seluruh dunia meluncurkan inisiatif dan solidaritas untuk mendukung saudara-saudara mereka di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem.
Pada Jumat malam, pengkhutbah Masjid Al Aqsa, Sheikh Ekrima Sabri menyatakan otoritas Israel telah memberlakukan kuncitara keamanan yang ketat di Yerusalem dengan dalih masalah keamanan. Namun, Sabri menegaskan tujuan sebenarnya adalah membatasi akses warga Palestina ke masjid tersebut.
Kuncitara (lockdown) atau karantina wilayah adalah penerapan karantina terhadap suatu daerah atau wilayah tertentu dalam rangka mencegah perpindahan orang, baik masuk maupun keluar wilayah itu untuk tujuan tertentu yang mendesak.
Setiap tahun selama Ramadhan, Israel memberlakukan pembatasan terhadap warga Palestina yang akan mengunjungi Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki.
Warga Palestina memandang pembatasan ini sebagai bagian dari kebijakan Israel yang lebih luas untuk “meyahudikan” Yerusalem Timur, termasuk Masjid Al-Aqsa dengan menghapus identitas Arab dan Islamnya.
Masjid Al-Aqsa adalah tempat tersuci ketiga di dunia bagi umat Islam. Umat Yahudi menyebut daerah itu sebagai Temple Mount dan mengklaim itu adalah situs dua kuil Yahudi di zaman kuno.
Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat Al Aqsa berada, selama Perang Arab-Israel 1967. Israel kemudian mencaplok seluruh kota pada 1980, tetapi tindakan itu tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Pada Juli tahun lalu, Mahkamah Internasional menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina ilegal serta menuntut pemindahan semua permukiman di Tepi Barat dan Timur.