Bolehkah Ibu Hamil tidak Berpuasa di Bulan Ramadhan?
Pada dasarnya ibu hamil diwajibkan berpuasa di dalam Islam.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pada dasarnya ibu hamil diwajibkan berpuasa di dalam Islam. Karena itu, masih banyak ibu hamil yang berpuasa di bulan suci Ramadhan untuk mendapatkan pahala dan menunaikan kewajibannya.
Namun, bagaimana jika mereka tidak dapat berpuasa karena alasan tertentu? Apakah diperbolehkan dalam Islam?
Dalam Islam, ibu hamil tidak diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan jika puasa itu dapat membahayakan dirinya atau janinnya. Ibu hamil diqiyaskan dengan orang sakit jika puasa bisa membahayakan kesehatannya.
Seperti difirmankan Allah SWT dalam Alquran:
وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya:..." Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran."
(QS Al-Baqarah [2]:185)
Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh sholat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.” (HR An-Nasa’i).
Jadi, dalam Islam Ibu hamil boleh tidak berpuasa jika ada kekhawatiran terhadap kesehatan dirinya atau janinnya. Namun, setelah itu ia harus mengganti puasanya sesuai dengan ketentuan fikih yang diikutinya.
Lalu bagaimana ketentuan fikihnya jika ibu hamil tidak berpuasa?
Jika ibu hamil tidak berpuasa dikarenakan rasa takut terhadap janinnya, seperti keguguran, maka diwajibkan mengganti (qadha) puasa dan membayar fidyah.
Sementara, jika ibu hamil tersebut khawatir atas kondisi dirinya sendiri atau ia khawatir atas kondisi fisiknya dan juga janinnya, maka hanya wajib mengganti (mengqadha) puasanya saja.
Dalam kitabnya Mugnil Muhtaj, Syekh Khatib As-Syirbini menjelaskan:
وَأَمَّا الْحَامِلُ وَالْمُرْضِعُ فَإِنْ أَفْطَرَتَا خَوْفاً عَلَى نَفْسِهِمَا وَجَبَ الْقَضَاءُ بِلا فِدْيَةٍ أَوْ عَلَى الْوَلَدِ لَزِمَتْهُمَا الفدية في الأظهر
Artinya: “Adapun ibu hamil dan dan ibu menyusui yang tidak berpuasa, jika (alasannya karena) khawatir pada kesehatan mereka saja atau kesehatan mereka dan anaknya, maka kewajibannya mangganti (qadha) puasa tanpa membayar fidyah. Jika khawatir hanya pada anaknya, maka kewajibannya adalah qadha puasa disertai fidyah,” (Khatib As-Syirbini, Mugnil Muhtaj, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1997 M] jilid 1, halaman 644).
Lalu bagaimana cara ibu hamil membayar fidyah?
Dikutip dari laman resmi BAZNAS, fidyah bagi ibu hamil berupa makanan pokok atau dengan makanan siap saji, yaitu:
Jika tidak berpuasa selama 30 hari penuh, maka harus menyediakan fidyah 30 takar yang masing-masing orang mendapat 1,5 kg. Fidyah tersebut harus dibayarkan pada 30 orang fakir miskin atau misalnya dengan tiga orang yang masing-masing mendapat 10 takar. Jadi, harus diseimbangkan antara takaran dan jumlah orang yang diberi.
Jika tidak berpuasa selama 30 hari dan menggunakan makanan siap saji, maka harus menyediakan 30 porsi makanan (sepiring makanan lengkap dengan lauk pauknya), yang kemudian dibagikan pada 30 fakir miskin.
Sedangkan untuk waktu pembayaran fidyahnya dihitung setelah puasanya bolong. Misalnya, jika tidak berpuasa selama lima hari, maka boleh membayarnya sejak bulan Ramadhan, Syawal hingga Syaban.