BI: Empat Tahun ke Depan Kita akan Diombang-ambing Kebijakan Trump
Rupiah pada Kamis (6/3/2025) menguat menjadi Rp 16.315 per dolar AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pergerakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS terus mengalami fluktuatif belakangan ini. Bank Indonesia (BI) mengatakan, fluktuasi Mata Uang Garuda terjadi seiring dengan sentimen beberapa kebijakan populis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Mengutip kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, dalam sepekan terakhir rupiah mengalami penguatan, sedangkan sepekan sebelumnya full mengalami pelemahan. Tercatat pada Senin (24/2/2025), rupiah melemah ke level Rp 16.303 per dolar AS, berlanjut pada Selasa (25/2/2025) di Rp 16.316 per dolar AS, Rabu (26/2/2025) melanjutkan pelemahan menjadi Rp 16.387 per dolar AS. Rupiah kembali melesu pada Kamis (27/2/2025) di level Rp 16.431 per dolar AS dan Jumat (28/2/2025) sebesar Rp 16.575 per dolar AS.
Lantas, pada Senin (3/3/2025), Mata Uang Garuda mengalami penguatan menjadi Rp 16.506 per dolar AS, berlanjut menguat pada Selasa (4/3/2025) menjadi Rp 16.443 per dolar AS. Penguatan kembali terjadi pada perdagangan Rabu (5/3/2025) ke level Rp 16.371 per dolar AS, dan pada Kamis (6/3/2025) menjadi Rp 16.315 per dolar AS.
“Yang pernah kita bayangkan sebelumnya bahwa kita akan berada kayak di roller coaster ketika Trump sudah memulai masa pemerintahannya,” kata Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI R. Triwahyono dalam agenda Taklimat Media yang digelar di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Tri menjelaskan, pada Senin lalu berekspektasi bahwa pengenaan tarif bagi Kanada, Mexico, dan China benar-benar akan diimplementasikan pada Maret 2025. Tetapi rupanya kebijakan berubah. Ketika memasuki bulan Maret, rupanya itu tidak terimplementasikan.
“Inilah sesuatu yang akan kita hadapi, setidaknya mungkin empat tahun ke depan, bahwa kita akan diombang-ambing oleh kebijakan yang akan diambil salah satunya oleh Trump,” ungkapnya.
Termasuk pula di antaranya mengenai sikap Trump terhadap Ukraina dan Rusia. Sentimen ini turut mengombang-ambingkan kondisi pasar uang, terutama emerging market seperti rupiah.
Faktor Domestik
Sementara itu, Tri melanjutkan, mengenai faktor domestik atau sentimen dalam negeri yang memengaruhi pergerakan rupiah yang fluktuatif belakangan ini, ia menyinggung beberapa hal.
Salah satunya disebabkan oleh rilis dari MSCI (Morgan Stanley Capital International), yang mengeluarkan kesimpulan underweight terhadap ekuiti di Indonesia.
“Itulah yang terjadi kenapa pasar saham kita memang tekanannya sangat dalam, dan ini juga disebabkan oleh keluarnya investor asing dari pasar saham. Ketika keluar, dan mereka langsung memang back to safe haven, akhirnya mereka membutuhkan dolar, dan itulah yang menyebabkan tekanan terhadap nilai dolar cukup tinggi belakangan ini,” jelasnya.
Namun, baru-baru ini juga ada assessment anyar dari JP Morgan yang mengatakan bahwa mereka menaikkan saham untuk investasi beberapa bank di Indonesia. Hal itu membuat kondisi pasar saham Indonesia berbalik membaik.
“Itu membuat akhirnya berbalik kita lihat, termasuk hari ini pasar saham di Indonesia mengalami rebound yang cukup tinggi. Dan ini juga balik lagi dampaknya terhadap rupiah karena memang banyak di-drive oleh perilaku asing di saham,” terangnya. Eva Rianti