Indonesia Gelap Literasi: Insan Perbukuan Jakarta Rumuskan Solusi di 2025
Insan perbukuan berupaya dongkrak minat baca masyarakat Indonesia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penerbit Rene Turos Group menggelar acara tahunan “Buka Bersama Insan Perbukuan Jakarta” pada Jumat (7/3/2025) di Kawasan Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Bertema “Indonesia Gelap Literasi: Meneroka Dunia Perbukuan 2025”. Acara ini menjadi momentum silaturahmi sekaligus diskusi bagi pelaku dan ekosistem industri buku di Jakarta, mulai dari penulis, penerjemah, penerbit, reseller, afiliator, distributor, percetakan, komunitas, media, hingga pembaca dan pemangku kepentingan lainnya.
“Kami sangat senang acara Bukber Insan Perbukuan Jakarta ini terlaksana dengan baik. Silaturrahim dan penguatan ekosistem literasi seperti ini sangatlah kita butuhkan,” ujar CEO Reneturos Group, Luqman Hakim Arifin, mengawali sambutannya.
Hadir sebagai pembicara, Arys Hilman Nugraha, Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), yang memaparkan tantang dunia perbukuan di tengah rendahnya literasi masyarakat dan kebijakan pemerintah yang dinilai kurang mendukung.
Dalam sambutannya, CEO Rene Turos Group, Luqman Hakim Arifin, menekankan pentingnya dunia penerbit buku untuk tetap beradaptasi dan bertahan di tengah tantangan zaman. Ia memperkenalkan konsep “3K: Komitmen, Konsistensi, dan Kredibilitas” sebagai strategi utama agar penerbitan tetap bersinar di tahun 2025.
“Dengan memiliki 3 prinsip itu. Komitmen terhadap kualitas dan proses. Konsisten menerbitkan buku secara reguler, dan kredibel menjaga nama baik, insyaAllah masa depan penerbit buku di Indonesia akan tetap cerah,” ujarnya.
Sementara itu, Arys Hilman Nugraha menyoroti tantangan besar yang dihadapi industri perbukuan, mulai dari kebijakan pemerintah hingga penurunan tingkat literasi baca. Ia menyinggung pemetaan kementerian saat ini yang kurang terarah dalam mendukung industri buku.
“Awalnya saya optimis dengan spirit pemerintahan baru ini dibanding sepuluh tahun sebelumnya, tapi setelah melihat pemetaan kementerian yang menaungi perbukuan, sepertinya akan sama saja,” terang mantan direktur Republika Penerbit ini.
Arys juga banyak menyoroti rancangan Undang-Undang (RUU) Perbukuan yang sedang digodok oleh DPR, menurutnya RUU Perbukuan itu lebih banyak mengatur buku pendidikan dan mengabaikan sisi pengembangan literasi di masyarakat.
“Ada puluhan kata kunci buku pelajaran dan hanya satu kata buku umum di dalamnya,” ujarnya.
Arys juga menyoroti hasil studi OECD PISA, yang menunjukkan bahwa tingkat literasi baca di Indonesia mengalami penurunan drastis dalam sepuluh tahun terakhir. Ia menegaskan bahwa akses terhadap bahan bacaan yang layak masih menjadi tantangan besar saat ini.
“Yang sebenarnya kita butuhkan itu RUU Literasi bukan sekadar RUU Perbukuan. Fokuslah pada peningkatan budaya literasi masyarakat, bukan sekadar industri perbukuan pelajaran,” tandasnya.
Meski begitu, Arys tetap yakin dan optimis. “Di tengah gelapnya dunia perbukuan, saya sayakin akan terus ada penerbit yang akan bersinar,” tutupnya.
Acara “Buka Bersama Insan Perbukuan Jakarta 2025” ini menjadi refleksi bagi industri perbukuan dalam menghadapi tantangan di tahun 2025. Diskusi ini menegaskan perlunya strategi adaptif bagi penerbit agar tetap bertahan di tengah disrupsi pasca pandemi, sekaligus menyoroti pentingnya dukungan ekosistem perbukuan untuk meningkatkan literasi baca.