Bacaan Empat Khalifaturrasulillah di Sela Tarawih Berasal dari Mataram, Ini Sejarahnya

Tradisi tersebut berasal dari para ulama Kesultanan Mataram.

Republika/Thoudy Badai
Jamaah melaksanakan shalat tarawih di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (28/2/2025). Ribuan warga memadati Masjid Istiqlal pada hari pertama pelaksanaan shalat tarawih setelah pemerintah menetapkan 1 Ramadhan 1446 Hijriah jatuh pada Sabtu (1/3/2025) berdasarkan pemantauan hilal di ratusan titik di seluruh Indonesia.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Bulan suci Ramadhan identik dengan ibadah sholat sunah Tarawih pada malam hari. Masjid dan Mushala pun diramaikan dengan lantunan doa, dzikir, shalawat dan bacaan Alquran sepanjang Tarawih dilaksanakan. 

Baca Juga


Salah satu bacaan lainnya yang khas ketika tarawih dijalankan yakni bacaan bilal saat hendak memulai tarawih. Bacaan tersebut terutama pada sholat tarawih 23 rakaat juga disuarakan dengan jahr (keras) usai rehat pada delapan rakaat (putaran pertama), empat rakaat (putaran kedua), empat rakaat (putaran ketiga) dan empat rakaat (putaran keempat).

Jika disimak, bacaan bilal tersebut menyuarakan empat khalifah Rasulullah yang kerap kita kenal dengan sebutan Khulafaurrasyidin. Pada empat bacaan itu, kita akan menemukan kalimat dengan nama-nama sahabat Rasulullah tersebut yakni Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib hingga Utsman bin Affan.

Lafaz pertama contohnya yakni bacaan dengan nama Abu Bakar As-Shiddiq.

اَلْخَلِيْفَةُ اْلاُوْلَى سَيِّدُنَا اَبُوْ بَكَرْ الصِّدِّيْقُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

Al-khalifatul uulaa, sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq radiyallahu anhu.

Bacaan tersebut memang tidak pernah ada pada tradisi Rasulullah saat melakukan sholat qiyam Ramadhan yang sekarang lebih kita kenal dengan sebutan tarawih. Meski demikian, bukan berarti bacaan tersebut tidak memiliki manfaat.

 

Ustaz Salim A Fillah, seorang dai yang juga pegiat budaya Islam di tanah Jawa sempat menyampaikan penjelasan mengenai bacaan bilal tersebut. Menurut dia, tradisi tersebut berasal dari para ulama Kesultanan Mataraman yang melaksanakan Sholat Tarawih. Syahdan, ujar Ustaz Salim A Fillah, saat Islam masuk ke Nusantara ternyata ada kelompok yang ingin mendompleng. Mereka adalah orang-orang yang benci Khulafaurrasyidin.

“Saya nanya ke si mbah saya kenapa toh kok kayak begini. Ceritanya begini. Dulu ketika Islam masuk ke Nusantara ternyata ada yang ikut pengen dompleng yaitu orang-orang yang membenci Khulafaurrasyidin,”ujar Ustaz Salim dalam salah satu potongan video kajiannya yang ditayangkan di YouTube QULILKHAQQO Channel.

Menurut Ustaz Salim A Fillah, para ulama Mataram mengkreasi satu bacaan untuk menjaga masjid-masjidnya dari pengaruh syiah. Salah satu tokoh syiah saat itu yang ikut berdakwah ke tanah Jawa adalah Syekh Siti Jenar yang namanya memiliki makna tanah merah alias tanah Karbala. Salah satu muridnya yang terkenal adalah Ki Ageng Pengging. Saat itu, dakwah mereka terbilang gencar. Ki Ageng Pengging bahkan tercatat sebagai tokoh yang memberontak kepada Kesultanan Demak.

Untuk melawan itu semua, Ustaz Salim menjelaskan, para ulama dulu membentengi umat dengan bacaan-bacaan yang mengandung nama khulafaurrasyidin.“Jadi orang syi’ah ikut tarawih disitu enggak kuat mesti metu (keluar),”ujar Ustaz Salim.



BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler