Ramadhan Berhalangan, Itikaf Bisa Diqadha Lain Waktu Seperti Sunah Nabi, Benarkah?

Jumhur ulama mengatakan tak wajib meng qadha itikaf tetapi sunah.

Edi Yusuf/Republika
Ratusan peserta itikaf mendirikan tenda untuk mengikuti itikaf 10 Malam Terakhir Ramadhan 1445 H di Masjid Raya Habiburrahman PTDI, Kota Bandung, Jawa Barat, Ahad (31/3/2024). Dalam kegiatan untuk meraih keutamaan malam lailatul qadar ini, peserta melaksanakan berbagai kegiatan ibadah khususnya membaca Alquran. Acara berlangsung dari 31 Maret hingga 9 April 2024.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Itikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan niat untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Itikaf hukumnya sunah dan sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, terutama pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Baca Juga


Meski demikian, adakalanya kita terhalang untuk melaksanakan sunah tersebut. Lantas, bisakah kita mengganti itikaf tersebut pada bulan lainnya? Dikutip dari Pusat Data Republika, Ustaz Bachtiar Natsir menjelaskan sebuah hadits yang bersumber dari Aisyah Ra. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW selalu beritikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan sampai Allah SWT mewafatkannya. Kemudian istri-istri beliau beritikaf setelahnya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebagai ibadah sunah, maka jika telah berniat untuk itikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, namun terhalang sehingga kita tidak sempat melakukannya atau sudah memulai namun terhalang sehingga kita tidak dapat menyelesaikannya hingga akhir Ramadhan, maka menurut jumhur ulama dari kalangan mazhab Syafi’i, mazhab Hanbali, dan salah satu pendapat dalam mazhab Hanafi tidak diwajibkan untuk mengqadhanya, tetapi disunahkan.

 

Hal itu berdasarkan hadits Nabi SAW.Dari Aisyah ra. ia berkata, “Rasulullah SAW selalu beriktikaf tiap bulan Ramadhan, apabila beliau selesai dari sholat Subuh, maka beliau ma suk ke tempat itikaf beliau.” Berkata perawi, “Kemudian Aisyah meminta izin kepada be liau untuk beriktikaf, Rasulullah SAW mengizinkannya. Kemudian Aisyah membuat kemah di tem pat tersebut. Hafshah mendengarnya, kemudian dia pun membuat kemah. Zainab juga mendengarnya, dia pun membuat kemah. Ketika Rasulullah SAW selesai dari sholat Subuh, beliau melihat 4 kemah, kemudian ber ka ta, “Apa ini?” Beliau dikabarkan apa yang tengah terjadi, lalu berkata, “Apa yang membuat mereka melaku kan hal ini? Lepaskanlah hing ga aku tidak melihatnya.” Kemudian kemah-kemah itu dilepas dan beliau tidak beritikaf pada bulan Ramadhan tahun itu sehingga beliau beritikaf pada 10 hari terakhir bulan Syawal.” (HR. Bukhari).

Riwayat Muslim juga menyebutkan, “Beliau beritikaf pada 10 hari awal bulan Syawal. Dalam hadits ini Nabi SAW tidak memerintahkan kepada para istrinya untuk mengqadha iktikaf yang tidak jadi mereka lakukan. Tidak ada pula riwayat yang menjelaskan bahwa istri-istri Nabi tesebut mengqadha iktikaf mereka.Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa Nabi SAW mengqadha itikafnya pada bulan Syawal.

Hal itu menunjukkan bahwa disunahkan untuk mengqadha itikaf yang tidak sempat dilakukan pada bulan Ramadhan.Dalam mengqadha itikaf, Nabi SAW mencontohkan dengan mengqadhanya pada bulan Syawal atau di bulan Ramadhan tahun depannya sebagaimana dijelaskan dalam suatu hadits.

Ubay bin Ka’ab meriwayatkan bahwa Ra sulullah SAW selalu beritikaf pada sepuluh hari ter akhir bulan Ramadhan. Pada suatu ta hun beliau sedang dalam perjalanan sehingga beliau tidak beriktikaf. Maka, pada tahun de panya beliau beriktikaf selama 20 hari. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, al-Nasa`i, Ibnu Khu zai mah, al-Hakim, dan al-Baihaqi).

Infografis Itikaf dan Amalan yang Menyertainya - (Dok Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler