Houthi Tembakkan Dua Rudal Hipersonik ke Lanud Israel
Serangan Houthi untuk membalas bombardir yang dilakukan Israel ke Gaza.
GAZA – Juru bicara Houthi Yahya Saree mengatakan kelompok itu menembakkan dua rudal balistik hipersonik ke Pangkalan Udara Nevatim Israel sebagai tanggapan atas serangan Israel di Gaza. Kelompok itu sebelumnya menyatakan akan melanjutkan pembelaannya terhadap warga Gaza.
Saree mengatakan operasi tersebut “berhasil mencapai tujuannya” sementara Israel sebelumnya menyatakan bahwa proyektil dari Yaman dicegat sebelum memasuki wilayah Israel.
“Angkatan bersenjata Yaman akan memperluas cakupan sasaran mereka di wilayah pendudukan Palestina dalam beberapa jam dan hari mendatang kecuali agresi terhadap Gaza berhenti,” kata Saree dilansir Aljazirah pada Selasa malam. Dia menambahkan bahwa kelompok tersebut akan “terus menghadapi musuh kriminal Amerika dan mencegah navigasi Israel sampai agresi berhenti, blokade dicabut dan bantuan diizinkan masuk ke Jalur Gaza”.
Sirene diaktifkan di Beer al-Sabe, Merhav Am, Nevatim, dan Ravivim, dan lokasi lainnya. Layanan tanggap darurat Israel, Magen David Adom, melaporkan menerima panggilan mengenai individu yang mengalami kecemasan, meskipun tidak ada korban luka yang tercatat.
Tak lama setelah serangan itu, Hezam al-Assad, seorang pejabat senior Ansar Allah, menulis dalam bahasa Ibrani di X: "Rakyat Yaman tidak akan meninggalkan Gaza sendirian!" Dia menambahkan, “Zionis akan membayar kejahatan mereka terhadap anak-anak, perempuan, dan warga sipil.”
Kelompok Houthi pada Selasa juga mengumumkan bahwa kapal induk AS USS Harry S Truman telah menjadi sasaran di Laut Merah bagian utara dengan dua rudal jelajah dan dua drone.
Kapal induk Amerika USS Harry Truman “menjadi sasaran di Laut Merah bagian utara dengan dua rudal jelajah dan dua drone,” kata Saree, seraya menambahkan, “Sebuah kapal perusak AS diserang dengan sebuah rudal jelajah dan empat drone.”
Saree menekankan bahwa penargetan yang disebutkan di atas adalah “yang ketiga dalam 48 jam terakhir, dan musuh dilanda kebingungan, yang mendorong banyak kapal perangnya mundur ke wilayah utara Laut Merah, dan serangan udara yang sedang dipersiapkan terhadap negara kami digagalkan.”
Ia memperingatkan bahwa Amerika Serikat memikul tanggung jawab penuh atas konsekuensi militerisasi Laut Merah dan memperluas cakupan konfrontasi melalui agresi berkelanjutan terhadap Yaman, yang menurut mereka berdampak negatif pada lalu lintas pelayaran internasional.
Militer Israel mengatakan peringatan dikeluarkan di Negev tengah dan selatan setelah sebuah rudal diluncurkan dari Yaman namun dicegat sebelum mencapai wilayah Israel. “Menyusul peringatan yang diaktifkan beberapa waktu lalu di Negev tengah dan selatan, angkatan udara mencegat satu rudal yang diluncurkan dari Yaman,” kata militer dalam sebuah pernyataan. “Rudal tersebut dicegat sebelum melintasi wilayah negara; peringatan diaktifkan sesuai kebijakan.”
Presiden AS sebelumnya telah mengancam Iran dengan konsekuensi “mengerikan” jika Teheran tidak mendesak kelompok Houthi untuk menghentikan serangan mereka. Kini kelompok Yaman tampaknya telah mengabaikan ancaman tersebut dengan serangan rudal terbarunya terhadap Israel.
Meskipun Houthi bersekutu dengan Iran, tidak jelas seberapa besar mereka bergantung pada dukungan Iran atau apakah Teheran dapat memerintahkan mereka menghentikan serangannya. Namun Trump menggambarkan Houthi sebagai perpanjangan tangan pemerintah Iran.
“Setiap tembakan yang dilakukan oleh Houthi akan dipandang, mulai saat ini, sebagai tembakan yang berasal dari senjata dan kepemimpinan IRAN, dan IRAN akan bertanggung jawab, dan menanggung akibatnya, dan konsekuensinya akan sangat mengerikan,” tulis Trump di media sosial pada hari Sabtu.
Kini ancaman tersebut diuji ketika Houthi melanjutkan operasi militer mereka melawan Israel, yang telah menghancurkan gencatan senjata di Gaza, menewaskan ratusan warga sipil dalam semalam.
Kelompok Hizbullah di Lebanon juga mengutuk dimulainya kembali “perang pemusnahan” Israel di Gaza. “Kami menegaskan dukungan penuh dan teguh kami untuk perlawanan Palestina yang gagah berani dan rakyat Gaza yang terhormat,” kata Hizbullah dalam sebuah pernyataan karena Lebanon juga bergantung pada gencatan senjata yang genting yang menghentikan serangan militer besar-besaran.
Perang antara Israel dan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon adalah dampak paling mematikan dari perang Gaza di luar wilayah Palestina. Gencatan senjata yang didukung AS disepakati pada bulan November, namun masing-masing pihak saling menuduh pihak lain gagal melaksanakan gencatan senjata sepenuhnya.
Israel menolak untuk menarik diri sepenuhnya dari Lebanon selatan sebagaimana diatur dalam gencatan senjata, sementara pasukannya secara teratur melakukan serangan di berbagai wilayah di negara tersebut.
Setelah gencatan senjata rapuh yang berlangsung sekitar dua bulan, “Israel” melanjutkan agresinya di Gaza dengan serangan udara yang intens, yang mengakibatkan korban jiwa sebanyak 404 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan, "Klaim yang dibuat oleh pendudukan [Israel] mengenai persiapan Perlawanan untuk melancarkan serangan terhadap pasukannya tidak berdasar dan hanyalah dalih palsu untuk membenarkan kembalinya perang dan meningkatkan agresi berdarahnya."
Kelompok Palestina menuduh “Israel” “berusaha menyesatkan opini publik dan mengarang pembenaran palsu untuk menutupi keputusan terencana mereka untuk melanjutkan kampanye genosida terhadap warga sipil yang tidak berdaya, mengabaikan komitmen apa pun yang dibuat.”
“Hamas mematuhi perjanjian tersebut hingga saat-saat terakhir dan berkomitmen untuk melanjutkannya,” pernyataan itu menekankan, seraya menambahkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, “mencari jalan keluar dari krisis internalnya, lebih memilih untuk mengobarkan kembali perang dengan mengorbankan darah rakyat kami.”