Dunia tak Boleh Diam Melihat Pembantaian di Gaza

Kecaman mengalir dari seluruh penjuru dunia ke Israel.

AP Photo/Abdel Kareem Hana
Jenazah warga Palestina yang tewas dalam serangan udara tentara Israel dibawa ke rumah sakit Shifa di Kota Gaza, Selasa, 18 Maret 2025.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Negara-negara di dunia mengecam dengan tegas serangan terbaru Israel ke Jalur Gaza yang menewaskan lebih dari 400 orang kebanyakan anak-anak dan perempuan. Indonesia mendesak PBB dan kekuatan-kekuatan dunia untuk bertindak menghentikan kekejian tersebut.

Baca Juga


Kemenlu Indonesia dalam lansiran di media sosial menyatakan “Serangan-serangan ini menambah serangkaian provokasi Israel yang terus menerus yang mengancam gencatan senjata dan melemahkan prospek negosiasi damai menuju Solusi Dua Negara.”

“Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB dan komunitas internasional untuk segera mengambil tindakan untuk menghentikan serangan Israel dan menyerukan semua pihak untuk memulihkan gencatan senjata untuk mencegah jatuhnya korban sipil lebih lanjut.”

Duta Besar Palestina Riyad Mansour mengatakan kepada PBB bahwa “kehidupan mulai menang atas kematian” sebelum Israel membatalkan perjanjian gencatan senjata. “Seharusnya tidak ada keputusan sepihak, mementingkan diri sendiri, dan tidak bertanggung jawab sebagai alasan untuk melanggar gencatan senjata,” katanya.

“Meskipun pemerintahan Trump memprioritaskan pembebasan sandera, terbukti bahwa kekhawatiran [Perdana Menteri Israel Benjamin] Netanyahu terhadap kelangsungan politiknya jauh melebihi kekhawatirannya terhadap kelangsungan hidup para sandera.”

Mansour menegaskan kembali perlunya solusi dua negara, rekonstruksi Gaza, dan tekanan pada Israel untuk menyetujui gencatan senjata permanen dan mengakhiri pendudukan. “Ini adalah momen bersejarah, di mana setiap orang harus memilih di mana mereka berdiri, dan visi apa yang ingin mereka wujudkan,” katanya.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Ankara akan meningkatkan upaya diplomatiknya untuk menghentikan “pembantaian” Israel di Gaza. Erdogan menambahkan bahwa negaranya akan berupaya menciptakan ketenangan dan memulihkan gencatan senjata di Gaza.

“Mereka yang bertanggung jawab atas kebrutalan kematian lebih dari 400 saudara kita akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap tetes darah yang mereka tumpahkan,” katanya. “Rezim Zionis sekali lagi menunjukkan bahwa mereka adalah negara teror yang memakan darah, nyawa dan air mata orang-orang tak berdosa dengan serangan brutalnya di Gaza tadi malam.”

Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Kaja Kallas mengatakan Israel harus kembali melakukan perundingan.

"UE menyesalkan gagalnya gencatan senjata di Gaza dan tewasnya warga sipil, termasuk anak-anak, akibat serangan udara Israel. Israel harus mengakhiri operasi militernya dan melanjutkan masuknya bantuan kemanusiaan dan listrik ke Gaza. Hamas harus segera membebaskan semua sandera," kata Kallas dalam postingan media sosialnya.

Para pelayat berkumpul di sekitar jenazah warga Palestina yang terbunuh akibat serangan udara tentara Israel saat mereka dibawa ke Rumah Sakit Al-Ahli di Kota Gaza, Selasa, 18 Maret 2025. - ( AP Photo/Abdel Kareem Hana)

"Palestina dan Israel sangat menderita selama satu setengah tahun terakhir. Dimulainya kembali perundingan dan kemajuan menuju fase kedua (gencatan senjata di Gaza) adalah satu-satunya jalan ke depan."

Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock telah menyatakan “keprihatinan besar” setelah serangan udara Israel yang paling intens di Gaza sejak gencatan senjata yang rapuh mulai berlaku. “Berakhirnya gencatan senjata di Gaza karena serangan besar-besaran Israel menimbulkan kekhawatiran besar,” katanya.

“Gambaran tentang pembakaran tenda di kamp-kamp pengungsi sangat mengejutkan. Anak-anak yang melarikan diri dan para pengungsi internal tidak boleh digunakan sebagai pengaruh dalam negosiasi.”

Uni Emirat Arab mengutuk serangan Israel di Gaza yang menewaskan ratusan orang. “UEA mengutuk keras serangan udara Israel di Jalur Gaza, yang menyebabkan kematian dan cederanya ratusan warga Palestina, yang merupakan pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata yang dicapai pada bulan Januari,” kata Kementerian Luar Negeri UEA dalam sebuah pernyataan.

“UEA memperingatkan konsekuensi dari setiap eskalasi militer yang mengancam akan menyebabkan lebih banyak korban jiwa tak berdosa dan memperburuk bencana kemanusiaan di Jalur Gaza,” tambahnya. “UEA telah meminta komunitas internasional untuk mengambil langkah-langkah mendesak untuk menghentikan eskalasi, menegaskan pentingnya menerapkan upaya segera untuk mencapai gencatan senjata dan melindungi warga sipil.”

 

Ketika Israel melakukan pemboman terberat di Gaza sejak awal perang, para pekerja medis mengatakan bahwa rumah sakit kewalahan menangani korban tewas dan terluka. “Tingkat kengerian dan kejahatan yang sangat sulit untuk diungkapkan. Rasanya seperti Armageddon,” kata Dr Tanya-Haj Hassan, seorang sukarelawan di kelompok Bantuan Medis untuk Palestina, kepada kantor berita The Associated Press.

Dia mengatakan ruang gawat darurat Rumah Sakit Nasser di Khan Younis kacau, dengan pasien, termasuk anak-anak, tergeletak di lantai. Dr Ismail Awad, yang bekerja di klinik bersama Doctors Without Borders, mengatakan jumlah pasien “sangat banyak”. Kelangkaan pasokan medis diperburuk oleh keputusan Israel untuk memutus bantuan ke Gaza dua minggu lalu, serta listrik satu minggu lalu.

Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard mengatakan “hari ini adalah hari yang sangat kelam bagi umat manusia” ketika dia mengutuk serangan baru Israel di Gaza. "Genosida Israel dan serangan udara yang melanggar hukum telah menyebabkan penderitaan kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza. Hari ini, kita kembali ke titik awal," katanya dalam sebuah pernyataan.

“Dunia tidak bisa berdiam diri dan membiarkan Israel terus menyebabkan kematian dan penderitaan yang sangat besar terhadap warga Palestina di Gaza,” tambahnya.

“Kami mendesak semua negara untuk menjunjung tinggi kewajiban mereka dalam mencegah dan menghukum genosida dan memastikan penghormatan terhadap hukum kemanusiaan internasional, dengan menekan Israel untuk mengakhiri serangannya dan memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan tanpa syarat dan tanpa hambatan.”

Juru bicara Hamas Osama Hamdan mengatakan kepada Aljazirah bahwa Israel “berdelusi” jika berpikir mereka dapat mengubah gencatan senjata dengan meningkatkan operasi militernya.

“Mereka terkejut bahwa kami berkomitmen terhadap [gencatan senjata] dan bahwa setiap langkah yang diambil oleh kelompok perlawanan sejalan dengan apa yang kami sepakati, sementara semua yang dilakukan Israel adalah setelah berkonsultasi dengan Amerika,” katanya.

“Jadi jika mereka mengira operasi semacam itu akan mengubah perjanjian, mereka hanya berkhayal.” Dia mengatakan Netanyahu menderita “megalomania” dan berusaha melarikan diri dari kasus korupsi yang menimpanya dengan melanjutkan pertempuran.

“Perjanjian yang kita sepakati pada tahun 2024 telah dilanggar dan ditolak oleh Israel, namun kemudian mereka harus berkomitmen lagi pada tahun 2025. Sekarang, mereka mencoba untuk menolak atau menghancurkan perjanjian ini, namun hal tersebut tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan oleh Amerika dan Israel,” ujarnya.

“Itulah mengapa lebih baik bagi Amerika untuk kembali sadar dan memahami bahwa apa yang terjadi hanya akan menciptakan lebih banyak ketidakstabilan di kawasan.”

Kelompok bantuan Doctors Without Borders, yang dikenal dengan inisial MSF dalam bahasa Prancis, telah menyerukan dimulainya kembali gencatan senjata dan mengatakan Israel menjadikan Gaza sebagai sasaran hukuman kolektif.

“Sejalan dengan taktik yang diterapkan pemerintah Israel sejak Oktober 2023, mereka sekali lagi memilih untuk menghukum masyarakat Gaza secara kolektif – dengan persetujuan eksplisit dari sekutu terdekat mereka, Amerika Serikat – melakukan serangan dengan intensitas yang belum pernah terlihat sejak tahap awal perang,” kata Claire Magone, direktur umum MSF Prancis, dalam sebuah pernyataan.

Jenazah warga Palestina yang tewas dalam serangan udara tentara Israel dibawa ke rumah sakit Shifa di Kota Gaza, Selasa, 18 Maret 2025. - (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

“Pasukan Israel yang melakukan serangan kejam terbaru dan perintah evakuasi membuat kami khawatir bahwa fase baru operasi militer di Gaza akan segera dimulai,” tambahnya. "Warga Palestina di Gaza tidak akan mampu menahan hal ini, baik secara fisik maupun mental. Harapan mereka untuk memulihkan setidaknya sebagian dari kehidupan mereka sebelumnya telah hancur."

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan serangan udara hari Selasa di Gaza “hanya permulaan” dan semua perundingan gencatan senjata akan dilakukan “di bawah serangan”.

Dalam rekaman pernyataan yang disiarkan di televisi nasional, Netanyahu mengatakan Israel akan terus maju sampai mereka mewujudkan semua tujuan perangnya – menghancurkan Hamas dan membebaskan semua tawanan kelompok tersebut. “Pembebasan sebelumnya membuktikan bahwa tekanan militer merupakan syarat yang diperlukan untuk membebaskan sandera,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler