Dulu Diperangi Amerika, Kini Taliban Bantu Bebaskan Warga AS Faye Hall

Taliban tunjukkan komitmen dan keterbukaan kerja sama dengan AS.

Tangkapan layar
Tangkapan layar wajah Faye Hall warga Amerika yang dibebaskan Taliban
Rep: Muhyiddin Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dulu Amerika memerangi Taliban. Sebab kelompok militer itu menolong pimpinan jaringan teroris al Qaida Osama bin Laden.

Sejak 2001 Amerika mempreteli Taliban dari kekuasaan eksekutif di Afghanistan. Kemudian mengangkat pemerintahan pro Amerika di sana. puncaknya adalah pada saat dipimpin Presiden Barrack Obama dan Menlu Hillary Rodham Clinton, Navy Seal, pasukan elite militer Paman Sam, terjun langsung ke sebuah rumah di Afganistan untuk menembak mati pentolan al Qaida Osama bin Laden.

Meski sudah berupaya mengurangi pengaruh taliban, Amerika ternyata tidak sepenuhnya berhasil menghilangkan pengaruh kelompok tersebut. Hingga pada 2021, Amerika akhirnya angkat kaki dari Afghanistan dan meninggalkan segala perangkat militer yang ada di sana.

Taliban pun akhirnya kembali membesar dan pengaruhnya semakin kuat. Hingga akhirnya kini kembali menjadi kelompok dengan kekuasaan eksekutif yang kembali seperti sebelum diintervensi Amerika.

Meski Amerika dulu pernah mengintervensi dan mendiskriminasi Taliban, kelompok tersebut ternyata tidak menunjukkan memiliki dendam kepada Paman Sam. 

Belum lama ini, Taliban membebaskan Warga negara Amerika Serikat (AS), Faye Hall setelah ditahan awal tahun ini bersama dua warga negara Inggris dan penerjemah Afghanistan mereka. Dibebaskannya wanita Amerika ini disampaikan mantan utusan Washington untuk Kabul, Zalmay Khalilzad.

Faye Hall adalah warga negara Amerika keempat yang dibebaskan oleh Taliban sejak Januari, sebagai bagian dari perjanjian yang ditengahi oleh Qatar.

"Warga negara Amerika Faye Hall, yang baru saja dibebaskan oleh Taliban, sekarang berada dalam perawatan teman-teman kami, warga Qatar di Kabul, dan akan segera pulang," tulis Khalilzad, yang merupakan bagian dari delegasi AS yang menangani pembebasan tawanan Taliban di X pada Sabtu (29/3/2025).

Dilansir Aljazeera, Ahad (30/3/2025), pembebasan Hall terjadi beberapa hari setelah George Glezmann, seorang warga Amerika yang ditahan di Afghanistan selama lebih dari dua tahun. Glezmann dibebaskan oleh Taliban awal bulan ini.

Setelah pulang ke Amerika Serikat, Glezman akhirnya bisa bertemu kembali dengan istrinya dan disambut oleh pesta penyambutan yang termasuk mantan teman satu selnya.

Taliban menyebut pembebasan Glezmann sebagai “isyarat niat baik” yang mencerminkan kesediaannya untuk bekerja sama dengan AS atas dasar rasa saling menghormati dan kepentingan”l.

Taliban sebelumnya menggambarkan pembebasan tahanan AS sebagai bagian dari upaya “normalisasi” globalnya.

 

 

Kelompok ini tetap menjadi kelompok paria internasional sejak mengambil alih Afghanistan secara cepat pada Agustus 2021. Tidak ada negara yang secara resmi mengakui pemerintahan Taliban, meskipun beberapa negara terus mengoperasikan fasilitas diplomatik di negara tersebut.

Pengambilalihan Afghanistan terjadi saat pemerintahan Joe Biden mengawasi penarikan pasukan yang digariskan oleh pemerintahan pertama Presiden AS, Donald Trump.

Pemimpin Republik tersebut bernegosiasi dengan Taliban pada 2020 untuk mengakhiri perang di Afghanistan, dan dia menyetujui batas waktu 14 bulan untuk menarik pasukan AS dan pasukan sekutu.

Perjanjian itu kontroversial karena mengabaikan pemerintah Afghanistan yang didukung Barat, yang digulingkan di tengah keluarnya AS yang kacau dari negara itu pada tahun 2021.

Pemerintahan Trump belum mengartikulasikan kebijakan yang jelas tentang bagaimana ia akan mendekati hubungan dengan pemerintahan Taliban selama masa jabatan kedua presiden.

Trump telah menjadi kritikus tetap terhadap cara pemerintahan Biden mengawasi penarikan pasukan dari Afghanistan.

Serangan bom di bandara Kabul pada hari-hari terakhir penarikan pasukan yang kacau menewaskan sedikitnya 170 warga sipil Afghanistan yang berusaha melarikan diri dari negara itu, serta 13 tentara AS.

Pembahasan isu HAM

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan puas dengan pembahasan bersama Taliban (yang tengah di bawah sanksi PBB untuk terorisme) mengenai standar yang lebih luas mengenai isu hak asasi manusia, dan percaya bahwa diskusi tersebut berlangsung "konstruktif".

"Tim hak asasi manusia kami telah mengadakan diskusi konstruktif dengan otoritas de facto (Afghanistan) mengenai isu-isu yang lebih luas tentang norma dan standar hak asasi manusia, serta isu-isu spesifik mengenai akses tahanan," kata Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal untuk Afghanistan Rosa Otunbayeva beberapa waktu lalu dalam pertemuan PBB mengenai Afghanistan.

Di sisi lain, meskipun otoritas de facto menganggap serius perubahan iklim, mereka berjuang untuk menanggulangi "berbagai konsekuensi berbahaya dari berbagai guncangan iklim dan lingkungan," tambah Otunbayeva. Sejak Taliban berkuasa, PBB mengecam keras pihak berwenang di Kabul karena kurangnya pendidikan formal bagi anak-anak perempuan di negara tersebut.

Sebagaimana diketahui, Amerika Serikat menarik diri dari Afghanistan pada Agustus 2021, menyusul pengambilalihan negara tersebut secara cepat oleh Taliban. PBB sebelumnya telah mendesak otoritas Taliban untuk mempertimbangkan kembali implementasi pembatasan akses wanita dan anak perempuan untuk mengikuti pelatihan medis di Afghanistan.

"Kami sungguh-sungguh khawatir dengan sebuah laporan mengenai perintah dari otoritas de facto Taliban yang melarang wanita dan anak perempuan mengikuti kelas di institusi-institusi medis swasta," kata Stephane Dujarric, juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, dalam sebuah taklimat pers harian pada Rabu (4/12).

 

Sejumlah media melaporkan bahwa Taliban memerintahkan institusi-institusi swasta maupun publik untuk berhenti memberikan kursus medis bagi wanita dan anak perempuan.

Lima institusi di Afghanistan mengatakan bahwa Taliban telah menginstruksikan mereka untuk tutup hingga pemberitahuan lebih lanjut. Jika diimplementasikan, peraturan tersebut akan memberlakukan pembatasan lebih lanjut terhadap hak-hak wanita dan anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan akses ke layanan kesehatan, ujar Dujarric.

Pada akhirnya, peraturan tersebut akan berdampak buruk pada sistem perawatan kesehatan dan pembangunan Afghanistan, imbuhnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler