Naskah Khutbah Jumat: Gemar Berutang, Silaturahmi Putus
Rasulullah mengecam umatnya yang berutang dengan maksud tidak melunasinya.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustadz Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Pegiat Kajian Keislaman
Khutbah I
اَلْـحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَ بِالْقَنَاعَةِ، وَحَثَّ عَلَى تَرْكِ الدَّيْنِ إِلَّا لِحَاجَةٍ ضَاغِطَةٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً تُنَجِّيْ صَاحِبَهَا يَوْمَ السَّاعَةِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، سَيِّدُ ٱلْخَلْقِ وَقُدْوَتُهُ فِي ٱلْبَسَاطَةِ وَ الطَّاعَةِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أُوْلِيْ التَّقْوَىٰ وَٱلشَّجَاعَةِ، اَمَّا بَعْدُ. فَيَا اَيُّهَا المُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَ طَاعَتِهِ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ
Jamaah kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Mari kita panjatkan puji syukur atas ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan berbagai macam nikmat kepada kita semua, sehingga kebutuhan kita senantiasa terpenuhi. Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan buat junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang mengibarkan panji-panji Islam, sehingga lezatnya iman dapat kita rasakan bersama. Begitu pula kepada para sahabat, tabi’in dan para ulama yang senantiasa semangat meneruskan perjuangan beliau, semoga Allah menjadikan surga-Nya sebagai imbalan mereka.
Khatib berpesan untuk diri sendiri dan jamaah, mari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Sebab hanya dengan takwa-lah, kita bisa menjadi orang-orang yang beruntung. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 189:
وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah, niscaya kamu beruntung.”
Jamaah kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Utang-piutang merupakan salah satu pemutus silaturahmi paling tajam dalam kehidupan manusia. Dengannya, saudara bisa berubah jadi musuh, kawan bisa jadi lawan. Bahkan, sahabat seperjuangan pun bisa menjadi sosok yang gemar fitnah dan senang menjelek-jelekkan, sebab hanya karena persoalan harta yang tak kunjung tertunaikan.
Maka tidak heran, Islam memberikan perhatian besar terhadap urusan utang-piutang. Sebagaimana Allah SWT secara eksplisit menurunkan pedoman detail yang membahas masalah ini. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282 diterangkan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. Hendaklah seorang pencatat di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah pencatat menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya. Hendaklah dia mencatatnya dan orang yang berutang itu mendiktekannya. Hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia menguranginya sedikit pun.”
Jamaah kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Sebetulnya apa yang khatib bacakan adalah sebagian dari QS. Al-Baqarah ayat 282. Sedangkan masih ada pembahasan lanjutan yang lebih luas. Sehingga ulama menetapkan, bahwa ayat yang menjelaskan tentang perkara utang-piutang ini merupakan ayat terpanjang dalam Al-Qur’an. Selain itu, hal ini juga menegaskan bahwa Islam bukan hanya sekedar ajaran yang berfokus pada spiritualitas saja. Akan tetapi, memperhatikan juga terhadap kestabilan sosial dan ekonomi umat.
Pendapat ini disampaikan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Tafsirul Munir fii al-‘Akidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, jilid 3, halaman 107:
وَكَوْنُ هَذِهِ الآيَةِ أَطْوَلَ اٰيَةٍ فِي القُرْآنِ الْكَرِيْمِ دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ المَالَ فِي ذَاتِهِ لَيْسَ مَبْغُوْضًا عِنْدَ اللهِ، وَعَلَى أَنَّ الإِسْلَامَ مَعْنِيٌّ بِإِقْتِصَادِيَاتِ الأُمَّةِ، وَأَنَّهُ دِيْنٌ وَدَوْلَةٌ وَحَيَاةٌ وَنِظَامُ مُجْتَمَعٍ،
Artinya: “Dalam kenyataannya, ayat ini merupakan ayat terpanjang yang ada di dalam Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwasanya urusan harta bukan perkara yang tidak disukai di sisi Allah. Penjelasan ayat ini juga menampilkan bahwa Islam memiliki perhatian terhadap ekonomi umat, sekaligus menegaskan bahwa ajarannya meliputi keagamaan, kenegaraan, kehidupan dan sistem kemasyarakatan.”
Jamaah kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Sebagaimana penjelasan Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 282 dan rincian tafsir yang disampaikan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaili, kita dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya, urusan utang-piutang tidak dilarang oleh Islam. Bahkan diberikan pedoman tata kelola dengan skema yang adil antara pemberi dan penerima utang.
Namun realitas yang terjadi di masyarakat kita, utang-piutang sering kali menjadi pemicu timbulnya masalah. Karena kecenderungnya digunakan untuk membiayai sesuatu yang bersifat konsumtif. Alih-alih digunakan untuk mengembangkan bisnis dan usaha, malah dipakai untuk berfoya-foya membeli barang yang tidak bermanfaat.
Maka tidak heran banyak orang yang terjerat pinjol, gali lubang-tutup lubang dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan pinjaman. Lebih buruknya lagi, berniat berutang untuk tidak dilunasi.
Rasulullah SAW mengecam tindakan umatnya yang berutang dengan bermaksud untuk tidak melunasinya. Sebagaimana hadits yang disampaikan oleh Imam Bukhari, berdasarkan riwayat Abu Hurairah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللّٰهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللّٰهُ
Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda: “Siapa saja yang mengambil harta manusia (yakni: berutang) dengan maksud untuk mengembalikannya, maka Allah SWT akan membantunya. Namun siapa saja yang mengambil harta manusia dengan maksud untuk merugikannya, maka Allah akan membinasakannya,” (HR. Bukhari).
Tidak hanya itu. Bahkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang lain juga disebutkan, bahwa jika hutang tidak mampu dilunasi dapat berimbas kepada keselamatan di akhirat. Meskipun matinya dalam keadaan syahid. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ: يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ
Artinya: Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Setiap dosa orang yang mati syahid akan diampuni, kecuali yang berkaitan dengan utang.” (HR. Ahmad)
Jamaah kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Urusan utang-piutang ini merupakan urusan yang amat besar. Jika merasa bahwa diri sendiri belum mampu bertanggung jawab, maka sebaiknya jangan pernah gemar berutang. Apabila tidak punya tujuan yang jelas, maka seyogyanya dihindari.
Namun apabila memiliki kepentingan tertentu dan manfaat yang terukur, maka berutanglah tanpa lupa bertanggung jawab. Gunakan notaris dan saksi dalam pelaksanaan, sebagaimana anjuran Islam.
Hindari tidak melunasi utang. Sebab akibatnya sangat berbahaya. Utang bisa memutus silaturahmi antarkerabat, kolega atau rekan sejawat serta bisa mendatangkan murka Allah dan mengakibatkan dosa tidak diampuni. Na’udzubillah.
بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلَى رِضْوَانِهِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُوْنَ اِتَّقُوْا اللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيَآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتِ اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ وَالْمِحَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَ اِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِيْ الْقُرْبٰى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوْا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ وَ اللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ