Pesan Nabi: Umat Islam Bagaikan Satu Tubuh
Umat Islam semestinya saling berempati dan tolong menolong dalam kebaikan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Perumpamaan kaum Muslimin dalam urusan kasih sayang dan tolong-menolong bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat tidur dan (merasa) panas." Demikian suatu hadis Nabi Muhammad SAW, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim.
Hadis itu menggambarkan bagaimana pertemanan dan persaudaraan harus dibangun. Juga tentang bagaimana kita menjadi teman yang baik bagi sahabat kita. Seringkali kita tidak bisa menjadi sahabat baik bagi teman-teman kita.
Sabda Rasulullah SAW tersebut juga mengajarkan kepada kita untuk saling mencintai dengan teman-teman kita. Saat ini, jarang sekali kita menyaksikan persahabatan yang sehebat di masa Nabi Muhammad SAW.
Dikisahkan, saat Rasulullah SAW dan para sahabatnya hijrah ke Madinah dari Mekah, mereka disambut dengan suka cita oleh penduduk Anshar (penduduk Madinah). Bahkan, serta-merta mereka menawarkan berbagai bantuan kepada kaum Muhajirin (penduduk Mekah yang hijrah ke Madinah). Dari mulai pakaian, tempat tinggal, hingga makanan dan keperluan hidup lainnya. Semua itu menunjukkan bagaimana persaudaraan dan persahabatan harus dijalin.
Sayangnya, hati kita sering kali beku. Kita sering tak peduli pada penderitaan teman atau sahabat. Ibarat tubuh yang sudah terpecah-pecah, ia tak merasakan lagi sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya ketika kakinya terbakar api, misalnya.
Padahal, kita seharusnya menyadari bahwa perbedaan jangan menjadi alasan untuk tidak menjadi teman baik. Karena kita tetap satu tubuh, yakni sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Sebagai sesama orang yang beragama Islam, semestinya Muslim yang satu dengan Muslim yang lainnya adalah bersaudara. Mengapa mesti bertengkar? Pertengkaran hanya akan mengakibatkan kita terpecah-belah.
Dalam Alquran Allah SWT sangat tegas perintahkan untuk bersatu.
وَاعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰهِ جَمِيۡعًا وَّلَا تَفَرَّقُوۡا ۖ
"Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai" (QS Ali Imran: 103).
Dari kata “wala tafarraquu” jelas bahwa perpecahan tidak boleh terjadi. Adapun perbedaan pendapat, tidak dilarang, sebab itu fitrah manusia.
Para ulama sungguh sangat cerdas dalam mengklasifikasi ilmu menjadi “ushul” (wilayah yang tidak boleh ada perpedaan pendapat) dan “furu” (wilayah perbedaan pendapat). Untuk itu, diletakkanlah kaidah “laa ikaara fil mukhtaaf fiihi” (tidak boleh saling mengingkari dalam masalah khilafiyah). Sebab, bertengkar dalam masalah khilafiyah adalah penyebab perpecahan.