Riwayat Abu Ubaidah, Sahabat Nabi Dijanjikan Masuk Surga
Rasulullah SAW memujinya sebagai pribadi sangat jujur dan dapat dipercaya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu Ubaidah bin al-Jarrah adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk kelompok al-'asyaratu al-mubasysyaruna bil jannati, "sepuluh orang dijanjikan masuk surga," berdasar sebuah hadis.
Riwayat tentang sosok yang bernama asli Amir bin Abdullah ini cukup banyak walau jarang yang membicarakan kehidupannya sebelum memeluk Islam. Berasal dari Suku Quraisy, ia menjadi Muslim hanya selang sehari setelah Islamnya Abu Bakar ash-Shiddiq.
Abu Ubaidah bin al-Jarrah memeluk Islam melalui perantaraan dakwah yang dilakukan Abu Bakar. Bersama dengan Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Mazh’un, dan al-Arqam bin Abil Arqam, ia mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Rasulullah SAW.
Sejak saat itu, Abu Ubaidah selalu setia mendampingi beliau dalam menyebarkan risalah Islam. Tidak sedikitpun rasa ragu dalam dirinya untuk membela Rasulullah SAW, baik pada masa sebelum maupun sesudah hijrah. Ia ikut bersama umat Islam berpindah dari Makkah ke Madinah, sejalan dengan arahan al-Musthafa.
Berbagai medan jihad diikutinya, termasuk Perang Badar. Dalam banyak momen, dirinya tampil menjadi tameng bagi Rasulullah SAW. Pernah dalam sebuah pertempuran, helm perang Nabi SAW bengkok. Ujungnya yang tajam menghujam dan sampai-sampai mematahkan gigi beliau. Abu Ubaidah segera melepaskan benda sempit itu dari kepala beliau.
Sahabat dari golongan Muhajirin ini berkaitan dengan sebab turunnya Alquran surah al-Mujadilah ayat 22. Waktu itu, Perang Badar terjadi. Abu Ubaidah berjumpa dengan ayahnya sendiri, yang berada di pihak musuh Islam. “Sebelum duel berlangsung,” tutur Abdullah bin Syaudzb, “sang ayah menantang anaknya itu. Dalam duel ini, Abu Ubaidah berhasil membuat bapaknya terpojok. Lalu, ia pun menghabisinya.”
Terkait itu, turunlah ayat tersebut. Firman Allah SWT ini antara lain berarti, “Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia.”
Kemuliaan Abu Ubaidah ditandai dengan besarnya kasih sayang Rasul SAW kepadanya. Seperti dinukil dalam Sunan Tirmidzi, pernah suatu ketika Abdullah bin Syaqiq bertanya kepada Ummul mukminin ‘Aisyah, “Siapakah di antara para sahabat Nabi SAW yang paling beliau cintai?”
“Abu Bakar,” jawab ‘Aisyah.
“Siapa lagi?”
“Umar,” katanya.
“Kemudian, siapa?”
“Abu Ubaidah bin al-Jarrah,” ucapnya.
“Siapa lagi?” tanya Abdullah kembali, tetapi ‘Aisyah hanya diam.
Nabi SAW pernah memujinya di hadapan banyak orang. Pernah suatu hari, para utusan kaum Najran menghadap kepada beliau. “Ya Rasulullah,” kata mereka, “utuslah kepada kami seseorang yang jujur lagi tepercaya (untuk dijadikan sebagai pemimpin).”
“Sungguh, aku akan mengutus kepada kalian seseorang yang sangat jujur dan dapat dipercaya,” jawab Rasul SAW.
Mendengar itu, para sahabat bertanya-tanya dalam hati, siapa gerangan sosok yang dimaksud oleh Rasulullah itu. Ternyata, beliau kemudian mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah.
Pujian lainnya terangkum dalam sebuah hadis sahih. “Sesungguhnya setiap umat itu ada orang yang kepercayaan. Orang yang paling terpercaya di tengah umatku adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah,” sabda Nabi SAW, seperti diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Sesudah Rasulullah SAW wafat, sejumlah sahabat berunding untuk memutuskan, siapa yang akan memimpin umat. Dalam diskusi itu, nama Abu Ubaidah bin al-Jarrah sempat tersebut dan hampir disepakati. Namun kemudian, Umar mengusulkan sosok Abu Bakar ash-Shiddiq, yang kemudian disepakati sebagai khalifah pertama.
Pada zaman Khulafaur rasyidin, Abu Ubaidah tampil sebagai seorang panglima yang tangguh. Ia pernah memimpin pasukan Muslimin dalam melawan balatentara Romawi.