Israel Bombardir Bandara Sana'a, Houthi Gelorakan Jihad
Houthi menegaskan, agresi Israel akan mendapat balasan.
REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A — Gerakan bersenjata Houthi atau Ansarullah Yaman, menegaskan, pihaknya tak akan berpangku tangan setelah pengemboman besar-besaran terhadap ibu kota San'a yang dilakukan rezim zionis Israel. Houthi menegaskan, agresi tersebut akan mendapat balasan dan kampanye pro-Palestina akan terus berlanjut.
Menurut TV lokal Yaman Al-Masirah, kantor politik gerakan Ansarullah Yaman (Ansarllah) bereaksi terhadap agresi rezim Zionis di kota tersebut dan bandara internasional Sana'a dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari kantor berita Iran, Mehr News.
Pernyataan tersebut berbunyi, "Penargetan fasilitas sipil dan lokasi sipil di Sana'a dan beberapa wilayah lain di Yaman oleh musuh Zionis menjadi bukti kegagalan dan kekalahan rezim tersebut."
"Penargetan pelabuhan Yaman, bandara Sana'a, pabrik semen, dan pembangkit listrik dilakukan dengan tujuan untuk memberlakukan blokade terhadap rakyat Yaman," tambahnya.
Pernyataan tersebut menekankan, "Rezim Zionis dan agresi AS tidak akan dibiarkan begitu saja dan tidak akan menghalangi Yaman untuk melanjutkan sikap pro-Palestinanya".
Houthi menyatakan, rakyat Yaman akan terus menggunakan pilihan mereka untuk menekan rezim ini hingga mereka menghentikan agresi di Gaza dan mencabut pengepungan.
Kantor politik Ansarallah menyerukan kepada negara-negara Islam untuk memikul tanggung jawab dan mengambil tindakan serius dan efektif untuk menghadapi rezim Zionis dan AS yang arogan.
Gerakan Yaman juga mencatat, jihad dan perlawanan adalah pilihan yang tepat dan merupakan satu-satunya cara untuk menghadapi musuh dan mengusir kejahatan serta konspirasi mereka yang menargetkan umat, kesuciannya, dan sumber dayanya.
Pernyataan dari gerakan Houthi keluar usai Presiden Amerika Serikat Donald J Trump mengungkapkan, Houthi memohon kepada Amerika untuk tidak mengebom Yaman dan mereka akan menghentikan serangan di Laut Merah, saat menggelar konferensi pers di Ruang Oval, Gedung Putih, Washington DC, Selasa (6/5/2025).
Saat ditanya wartawan dari mana Trump mendapatkan informasi seperti itu? Dia hanya menjawab, “Dari sumber yang sangat bagus.”
Pada hari yang sama, zionis melancarkan agresi baru di Yaman, yang menargetkan wilayah utara ibu kota Yaman, Sana'a, dengan serangkaian serangan udara.
Koresponden Al Mayadeen mengonfirmasi bahwa Bandara Internasional Sanaa menjadi sasaran serangkaian serangan udara Israel.
Rekaman yang dibagikan di platform media sosial menunjukkan adegan serangan udara Israel yang dilaporkan menargetkan Bandara Internasional Sana'a.
Agresi itu terjadi tak lama setelah militer mengeluarkan ancaman evakuasi bagi orang-orang di daerah sekitar bandara utama di ibu kota Yaman, Sana'a, sehari setelah Israel, bersama AS, mengebom pelabuhan Hodeidah setelah rudal dari Yaman berhasil menargetkan Bandara utama Israel, Ben Gurion.
"Kami mendesak Anda untuk segera mengevakuasi area bandara dan memperingatkan siapa pun di dekatnya untuk melakukan hal yang sama dan menjauh dari area tersebut. Kegagalan melakukan evakuasi dapat membahayakan Anda," juru bicara Avichay Adraee memposting di X dalam bahasa Arab, menerbitkan peta area di sekitar Bandara Internasional Sana'a.
Tak lama setelah perintah itu dikeluarkan, agresi dimulai, yang menargetkan bandara dan beberapa area serta infrastruktur lain yang tidak termasuk dalam peringatan.
Koresponden Al Mayadeen mengutip laporan tentang serangan Israel yang menargetkan pabrik semen di Provinsi Amran.
Al Mayadeen melaporkan agresi Israel terhadap pembangkit listrik Haziz di selatan Sanaa, sebuah pembangkit di Distrik Bani al-Harith, dan satu lagi di Dhahban di utara ibu kota Yaman.
Militer Israel melancarkan serangan udara pada Senin di sekitar pelabuhan Hodeidah di Yaman, yang menewaskan empat orang dan melukai 39 orang, menurut Kementerian Kesehatan Yaman di Sanaa.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk membalas setelah sebuah rudal yang diluncurkan oleh Angkatan Bersenjata Yaman mendarat di dekat Bandara Ben Gurion, yang menyebabkan beberapa maskapai penerbangan membatalkan penerbangan mereka ke Tel Aviv selama beberapa hari.