Termasuk Guru Tua, ini Profil 10 Nama yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Mensos menjelaskan alur pengusulan pahlawan nasional, termasuk Guru Tua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjelaskan bahwa alur pengusulan Presiden ke-2 RI Soeharto menjadi pahlawan nasional dimulai dari masyarakat.
“Masukan dari masyarakat lewat seminar, dan lain sebagainya. Nah, setelah seminar selesai, ada sejarawannya, ada tokoh-tokoh setempat, dan juga narasumber lain yang berkaitan dengan salah seorang tokoh yang diusulkan jadi pahlawan nasional,” ujar Mensos usai menghadiri halalbihalal Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) di Jakarta, Ahad (20/4) malam.
Ia lantas mengatakan bahwa bila usulan tersebut diterima oleh bupati/wali kota, maka akan disampaikan kepada gubernur.
“Setelah itu, nanti prosesnya naik ke atas, ke gubernur. Ada seminar lagi, setelahnya baru ke kami,” katanya.
Selanjutnya, Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial akan membuat tim untuk memproses semua usulan nama pahlawan nasional.
“Timnya juga terdiri dari berbagai pihak. Ada akademisi, sejarawan, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat,” jelasnya.
Menurut dia, tim yang dibentuk Ditjen Pemberdayaan Sosial Kemensos akan membahas semua usulan nama pahlawan dari seluruh gubernur di Indonesia.
“Nah, setelah itu, nanti kami matangkan. Saya akan mendiskusikan, dan memfinalisasi. Kami tanda tangani. Langsung kami kirim ke Dewan Gelar,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Selasa (18/3), mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.
Beberapa tokoh yang kembali diusulkan adalah sebagai berikut:
KH Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
Orang memanggilnya Gus Dur. Presiden RI keempat setelah BJ Habibie ini dikenal sebagai tokoh reformasi dan toleransi. Melalui pemikiran dan kebijaksanaannya, penganut agama lain mendapatkan momentum hari raya yang kemudian ditetapkan sebagai libur nasional.
Soeharto (Jawa Tengah)
Sejarah mengabadikan namanya sebagai pejuang kemerdekaan, pemberantas PKI dan bapak pembangunan nasional. Selama 30 tahun lebih memimpin Indonesia, Pak Harto membangun infrastruktur di Indonesia yang menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
KH Bisri Sansuri (Jawa Timur)
Ulama satu ini merupakan pendiri NU bersama Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyari. Dia termasuk yang ikut menyetujui resolusi jihad sehingga banyak santri dan masyarakat luas angkat senjata melawan sekutu setelah Indonesia merdeka.
Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah)
Orang mengenalnya sebagai Guru Tua. Sosok yang sederhana ini merupakan pembangun pendidikan dan tokoh pembaru Islam di Indonesia Timur. Hingga akhir hayatnya, dia telah membangun 400 madrasah tanpa bantuan APBD, sebagaimana dijelaskan Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid.
Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh)
Letnan Kolonel TNI (Purn.) Teuku Abdul Hamid Azwar (23 Oktober 1916 – 7 Oktober 1996) merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Aceh. Ia berjuang di bidang strategi militer yang lihai dalam penyediaan logistik.
Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat)
KH Abbas Abdul Jamil dari Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, adalah salah satu tokoh yang berperan dalam membentuk pasukan anak-anak yang diberi nama "Asybal." Nama ini berasal dari bahasa Arab yang berarti "anak singa," menggambarkan keberanian dan kesiapan anak-anak dalam menghadapi penjajah.
Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali)
Kapten TNI Anak Agung Gede Anom Mudita atau yang biasa dikenal dengan sebutan Kapten Mudita merupakan pejuang, tokoh yang terkenal dengan slogan 'Merdeka Seratus Persen'. Kalimat tersebut ia pekikkan sebelum mengembuskan nafas terakhir sesaat setelah peluru Kolonial Belanda bersarang di tubuhnya.
Tiga nama lainnya
Mereka adalah Deman Tende (Sulawesi Barat). Masyarakat di sana mengenalnya sebagai tokoh yang dikagumi karena jasanya membangun daerah tersebut. Lainnya adalah Midian Sirait (Sumatera Utara).
Midian Lahir di Lumban Sirait, Sumatera Utara pada 12 November 1928, Midian Sirait tidak hanya dikenal sebagai pakar farmasi, melainkan juga sebagai politisi dan pejuang kelestarian kawasan Danau Toba di Sumatera Utama.
Mengabdi kepada bangsa dan negara sebagai Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan selama 10 tahun (periode 1978-1988), Midian Sirait terkenal dengan kebijakan penetapan daftar obat esensial. Berkat pengabdiannya tersebut, beliau mendapatkan anugerah Tanda Kehormatan RI Bintang Mahaputera Utama yang diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada Jumat 13 Agustus 2010 di Istana Merdeka. Tanda Kehormatan ini dianugerahkan kepada tokoh yang dianggap berjasa dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
Terakhir adalah Yusuf Hasyim (Jawa Timur) atau dikenal dengan panggilan Pak Ud.
Dia merupakan ulama yang menjadi penerus Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyari memimpin Pesantren Tebuireng Jombang. Sebelum memimpin Pesantren Tebuireng, dia merupakan pejuang yang angkat senjata menumpas PKI pada 1948 dengan mengerahkan Laskar Hizbullah.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam seminar pengusulan gelar pahlawan tersebut menjelaskan, KH. Yusuf Hasyim patut menyandang gelar pahlawan nasional. Sebabnya, sosok tersebut punya perjalanan hidup yang luar biasa dalam berkontribusi untuk NKRI dan bangsa Indonesia.
“Dansatkornas Banser pertama adalah seorang KH. M. Yusuf Hasyim. Dan jika kita tarik terhadap penguatan pada NKRI pada saat itu hingga hari ini masih bersambung,” ucapnya.
KH Yusuf Hasyim merupakan tokoh yang telah membuktikan dedikasi dan pengabdiannya dalam berbagai bidang, baik sebagai ulama, pejuang kemerdekaan, politisi, maupun pendidik.