Nggak Ngaruh, Mangga Dua Masih Ramai Meski Dicap AS Jadi Pusat Perbelanjaan Barang Bajakan

Pedagang di ITC Mangga Dua mengaku barang-barangnya diimpor dari Vietnam.

Republika/Prayogi
Suasana pusat perbelanjaan ITC Mangga Dua, Jakarta.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- International Trade Center (ITC) Mangga Dua, Jakarta Utara masih ramai pengunjung meskipun baru-baru ini dicap sebagai salah satu pusat perbelanjaan barang-barang bajakan oleh Amerika Serikat (AS). Tampak para pedagang tak henti menawarkan barang dagangannya kepada pengunjung yang lewat di depan toko mereka.

Baca Juga


Sebagian besar barang yang dijual di ITC Mangga Dua berupa tas, koper, sepatu, sandal dan sejumlah barang lainnya. Mereka berjejer di depan toko masing-masing, lalu menunjukkan barang dagangan mereka kepada para pengunjung.

Seorang pedagang sepatu bernama Mirna (39) menyebut bahwa dalam sehari, toko sepatunya bisa dikunjungi oleh lebih dari 50 orang pembeli. "Lebih (dari 50 pembeli). Masih ramai kok di sini. Kalau barang-barang saya ini, impor dari Vietnam," kata Mirna.

Demikian juga pengakuan seorang sekuriti bernama Febrianto. Menurutnya, sejak ramai pemberitaan soal Mangga Dua jadi pusat barang bajakan, pengunjung ITC Mangga Dua masih ramai seperti biasanya.

"Ramai-ramai saja. Tak ada bedanya," kata dia.

Sementara itu, seorang pembeli bernama Arda (25) mengaku dirinya mengunjungi ITC Mangga Dua untuk berburu barang-barang dengan merek lokal. "Kalau saya ke sini buat cari barang-barang merek lokal. Di sini baju-baju, banyak merek lokal," kata Arda.

Arda menyebut tidak begitu memikirkan adanya pemberitaan soal Mangga Dua jadi pusat barang bajakan beberapa waktu belakangan ini.

"Ya, tak terpengaruh. Saya ke sini cari barang merek lokal," kata dia.

Mangga Dua menjadi sorotan setelah masuk dalam laporan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). Dalam laporan tersebut, kawasan pertokoan Mangga Dua terus menerus berada dalam daftar pantauan prioritas dan Tinjauan Pasar Terkenal untuk Pemalsuan dan Pembajakan Tahun 2024, bersama dengan beberapa pasar daring Indonesia.

Menurut USTR, kurangnya penegakan hukum RI terkait hak kekayaan intelektual (HKI) masih menjadi masalah. AS pun mendesak Indonesia untuk memanfaatkan gugus tugas penegakan HKI guna meningkatkan kerja sama penegakan hukum di antara lembaga dan kementerian penegak hukum terkait.

Amerika Serikat juga terus mendorong Indonesia untuk menyediakan sistem perlindungan yang efektif terhadap penggunaan komersial yang tidak adil. Lewat laporan itu, AS juga khawatir Undang-Undang (UU) Paten tahun 2016 telah diubah melalui Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga persyaratan tersebut dapat dipenuhi melalui impor atau pemberian lisensi.

Sorotan Amerika Serikat (AS) terhadap sentra barang bajakan dan palsu di Mangga Dua, Jakarta, merupakan salah satu penghambat hubungan dagang antara Indonesia dengan AS di tengah ketegangan perang tarif.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan perlunya penegakan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di tengah maraknya peredaran barang- barang bajakan (ilegal) di Indonesia. Hal itu diutarakan Budi di Pelataran Sarinah Jakarta, Ahad (20/4/2025) menanggapi adanya sorotan dari AS terhadap sentra barang bajakan dan palsu di Pasar Mangga Dua, Jakarta yang menjadi salah satu penghambat hubungan dagang antara Indonesia dan AS.

“Pada prinsipnya, memang Amerika Serikat (AS) juga pengen HAKI segala macam itu kan memang harus ditegakkan. Masalah itu nanti kita cek dulu,” ujar Budi.

Tidak hanya ke AS, menurutnya, penegakan HaKI perlu dilakukan saat kerja sama dengan negara manapun. “Pada prinsipnya dengan AS atau dengan negara manapun, seperti itu harus ditegakkan,” ujar Budi.

Terkait rencana sidak ke Pasar Mangga Dua, pihaknya memastikan selama ini terus melakukan pengawasan secara rutin terhadap barang- barang ilegal yang beredar di masyarakat. “Sebenarnya kita pengawasan reguler, rutin terus dilakukan. Kemarin, dua hari yang lalu, kita juga ada penyitaan barang-barang yang ilegal itu, jadi terus kita berjalan,” ujar Menteri Budi.

Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Kemendag Moga Simatupang menjelaskan bahwa yang memiliki hak untuk melaporkan terkait HaKI, yaitu produsen atau pemegang merek.

“Kalau merek, itu harus produsennya atau pemegang merek yang melaporkan ke pihak berwenang. Di Dirjen (Direktorat Jenderal) HAKI,” ujar Moga.

Ia menjelaskan bahwa terkait masalah tersebut masuknya ke delik aduan. “Itu sifatnya delik aduan. Kalau pemalsuan merek dan lain sebagainya itu delik aduan. Jadi produsen atau pemegang merek yang harus laporkan,” ujar Moga.

Adapun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merespons isu barang bajakan di Mangga Dua, Jakarta, yang disorot AS, dengan menekankan upaya pencegahan daripada melakukan penindakan di pasar. Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Selasa menjelaskan barang bajakan sebagian besar merupakan barang impor yang masuk Indonesia melalui mekanisme impor biasa atau melalui e-commerce dengan memanfaatkan gudang Pusat Logistik Berikat (PLB).

Oleh karena itu, salah satu cara memberantasnya adalah membuat regulasi yang mensyaratkan adanya sertifikat merek yang wajib dipegang oleh importir maupun oleh pihak yang menjual barang impor yang tayang di halaman e-commerce, sehingga mencegah produk tersebut beredar di Tanah Air.

Disampaikan dia, Kemenperin sudah berinisiatif memasukkan syarat sertifikat merek yang harus dimiliki oleh importir ketika meminta rekomendasi impor. Inisiatif tersebut diwujudkan dalam bentuk Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 5 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil, Produk Tekstil, Tas, dan Alas Kaki.

Melalui Permenperin ini, importir yang tidak memiliki sertifikat merek tidak akan mendapatkan rekomendasi impor dari Kemenperin ketika mengimpor produk TPT, tas dan alas kaki. Sehingga, importir nakal yang akan mengimpor tiga komoditas tersebut tidak akan mampu membawa barang bajakannya masuk ke pasar domestik.

"Tujuannya, adalah menyaring dan mencegah agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik Indonesia," katanya pula.

Namun, dikatakan Febri regulasi tersebut tidak disukai oleh importir nakal yang ingin memasukkan barang bajakannya ke Indonesia. Selain itu, menurutnya, kebijakan ini juga kurang mendapat dukungan oleh kementerian/lembaga (K/L) lain.

“Sayangnya Permenperin No. 5 Tahun 2024 tersebut berumur pendek dan tidak berlaku lagi karena Permendag No. 36 Tahun 2024 sebagai dasar terbitnya regulasi tersebut tiba-tiba diubah oleh kantor K/L lain menjadi Permendag No. 8 Tahun 2024 pada bulan Mei 2024. Akibatnya, tidak ada kewajiban importir untuk menyampaikan sertifikat merek dari prinsipal ketika mereka mengajukan permohonan impor pada Kemendag dan Kemenperin," kata dia.

Kemenperin menilai upaya pengawasan dan penindakan peredaran barang bajakan di pasar domestik tidak akan berjalan efektif. Mengingat, besarnya volume impor barang bajakan dan luasnya pasar Indonesia.

Selain itu, delik aduan sebagai awal dan dasar penindakan juga sulit dipenuhi karena sebagian besar prinsipal atau pemegang merek berada di luar negeri. Oleh karena itu, Kemenperin mendorong prinsip lebih baik mencegah barang bajakan impor melalui regulasi daripada menindaknya di pasar dalam negeri.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler