Pemprov Jakarta Segera Ambil Sikap Soal Pajak Tambahan BBM 10 Persen

"Jakarta dalam hal ini belum memutuskan," kata Pramono, Selasa (22/4/2025).

Republika/Thoudy Badai
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. (ilustrasi)
Rep: Bayu Adji P Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta segera segera ambil kebijakan soal pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) atau pajak BBM sebesar 10 persen. Meski sudah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, Gubernur Jakarta Pramono Anung masih belum membuat keputusan terkait regulasi tersebut. 

Baca Juga


Pramono mengakui, aturan mengenai pajak BBM sebesar 10 persen merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Aturan itu juga telah tertuang dalam Perda Provinsi Jakarta. Namun, Pemprov Jakarta masih belum memutuskan akan memberlakukan regulasi itu atau tidak. 

"Jadi undang-undang sudah mengatur mengenai hal tersebut. Bahwa kemudian maksimumnya adalah 10 persen, Jakarta dalam hal ini belum memutuskan," kata dia, Selasa (22/4/2025).

Ia mengaku telah menggelar rapat untuk membahas hal itu pada Senin (21/4/2025). Namun, belum ada keputusan yang dihasilkan dalam rapat tersebut. Karena itu, Pemprov Jakarta berencana kembali menggelar rapat untuk membahas regulasi itu pada Selasa sore.

"Yang jelas, saya akan melihat bagaimana potret di Jakarta. Karena yang sudah menerapkan ini ada 14 provinsi, tapi Jakarta belum memutuskan ke itu," ujar Pramono.

Mengutip situs web bapenda.jakarta.go.id, Pemprov Jakarta telah mengeluarkan regulasi tentang pajak daerah melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 1 Tahun 2022. Salah satu jenis pajak yang diatur di sini adalah PBBKB.

 

PBBKB merupakan pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor dan alat berat. Bahan bakar yang dimaksud mencakup semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan oleh kendaraan bermotor atau alat berat. 

Sementara itu, objek PBBKB adalah penyerahan bahan bakar kendaraan bermotor dari penyedia (seperti SPBU atau produsen bahan bakar) kepada konsumen alias pengguna kendaraan. Penyedianya bisa produsen, importir, atau bahkan penyedia yang menggunakan bahan bakarnya sendiri.

Dalam situs itu juga dijelaskan bahwa subjek PBBKB adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor atau masyarakat yang mengisi BBM. Selain itu, penyedia bahan bakar, seperti produsen atau importir, juga menjadi subjek PBBKB.

"Proses pemungutan PBBKB ini dilakukan langsung oleh penyedia bahan bakar," tulis keterangan dalam situs itu.

Adapun dasar pengenaan pajak dihitung dari nilai jual bahan bakar sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artinya, yang jadi acuan adalah harga pokok bahan bakarnya.

Sementara itu, tarif PBBKB yang ditetapkan di Jakarta sebesar 10 persen dari nilai jual bahan bakar. Namun, terdapat pengecualian untuk kendaraan umum, yaitu hanya 50 persen dari tarif normal.

"Artinya, kendaraan umum bayar PBBKB sebesar 5 persen saja. Kebijakan ini dibuat untuk mendukung transportasi umum yang lebih terjangkau," tulis keterangan dalam situs Bapenda Jakarta.

Adapun cara penghitungannya PBBKB adalah dasar pengenaan x tarif pajak (10 persen). Saat terutang PBBKB adalah ketika bahan bakar diserahkan oleh penyedia kepada konsumen.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler