Gempar Muslim Ditikam di Masjid Prancis, Tersangka Menyerahkan Diri di Italia
Pembunuhan itu memicu protes anti-islamofobia di Prancis.
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Terduga pelaku penikaman jamaah masjid asal Mali di sebuah masjid di Prancis selatan menyerahkan diri kepada polisi di Italia, Senin (28/4/2025). Tersangka menikam korbannya hingga meninggal dan kemudian memfilmkan korbannya yang meronta kesakitan.
Polisi Italia mengidentifikasinya sebagai Oliver Hadzovic yang berusia 21 tahun. Namun, jaksa Prancis mengidentifikasinya sebagai Olivier A.
Pengacara tersangka Giovanni Salvietti mengatakan kliennya tidak dimotivasi oleh kebencian terhadap Islam. Berdasarkan pengakuan ke penyelidik, Salvietti mengatakan kliennya membunuh orang pertama yang ia lihat dan ia tidak mengatakan apa pun yang menentang Islam maupun masjid.
Pembunuhan Aboubakar Cissé pada Jumat pekan lalu di sebuah desa di Prancis menimbulkan kegemparan. Hal ini mendorong Presiden Emmanuel Macron mengatakan tidak ada tempat bagi kebencian agama di masyarakat Prancis. Perdana Menteri François Bayrou juga mengecam kejahatan Islamofobia.
Jaksa kota Ales di Prancis selatan, Abdelkrim Grini, Ahad (27/4/2025), mengatakan tersangka warga negara Prancis kelahiran Lyon itu menyerahkan diri ke kantor polisi di Pistoia, barat laut Florence pada Ahad.
Dia mengaku sebagai pelaku pembunuhan seorang jamaah Muslim, kata polisi Italia dalam sebuah pernyataan.
"Menghadapi efektivitas tindakan yang dilakukan, tersangka tidak punya pilihan selain menyerahkan diri, dan itu adalah hal terbaik yang dapat dilakukannya," kata Grini, dilansir di France 24, Senin.
Polisi Italia mengatakan pejabat Italia sedang berkomunikasi dengan pihak berwenang Prancis untuk memastikan tersangka diserahkan ke pengadilan.
Pada Jumat, setelah awalnya sholat bersama Cissé, tersangka menikam jamaah tersebut puluhan kali dan kemudian memfilmkannya dengan telepon seluler sambil meneriakkan hinaan terhadap Islam. Mereka sendirian di masjid saat itu dan jasad Cissé baru ditemukan ketika jamaah mulai berdatangan pagi itu untuk sholat Jumat.
Serangan di desa La Grand-Combe di wilayah Gard adalah yang terbaru dalam serangkaian penusukan yang mengakibatkan kematian di Prancis dalam beberapa tahun terakhir.
Prancis adalah rumah bagi komunitas Muslim terbesar di Uni Eropa. Lebih dari 70 petugas polisi Prancis telah dikerahkan sejak Jumat untuk menemukan dan menangkap pelaku yang dianggap berpotensi sangat berbahaya.
"Setelah membanggakan perbuatannya, setelah secara praktis mengklaim bertanggung jawab atas perbuatannya, ia membuat komentar yang menunjukkan ia berniat melakukan perbuatan serupa lagi," kata Grini.
Dalam video yang dibuat tersangka sesaat setelah melakukan kejahatannya, ia mengucapkan selamat kepada dirinya sendiri dan menghina Allah. "Saya melakukannya," katanya.
Berbicara kepada lembaga penyiaran BFMTV, pengacara Mourad Battikh, yang mewakili keluarga korban, mengatakan sangat mengejutkan bahwa kantor kejaksaan antiteror tidak menangani kasus tersebut.
Tindakan Terorisme
Pembunuhan tersebut telah memberikan tekanan pada Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau, seorang sayap kanan garis keras dengan sikap keras terhadap imigrasi. Saat ia bertemu Grini di Ales pada akhir pekan, Retailleau secara mencolok tidak mengunjungi lokasi pembunuhan di La Grand-Combe.
"Video yang saya lihat tidak butuh waktu lama bagi saya untuk menyadari bahwa ini adalah tindakan terorisme," kata pengacara tersebut.
"Tempatkan diri Anda pada posisi korban, yang memiliki kesan dan perasaan bahwa standar ganda ini semakin nyata setiap hari. Ini benar-benar mengejutkan," tambahnya.
Juru bicara pemerintah Prancis Sophie Primas menegaskan tidak ada standar ganda dalam reaksi pihak berwenang. "Bruno Retailleau sangat bertekad untuk melawan segala bentuk segregasi, stigmatisasi, dan kekerasan terhadap komunitas mana pun, termasuk tentu saja terhadap rekan-rekan Muslim kita," katanya.
Tersangka yang menganggur tinggal di La Grande-Combe. "Dia adalah seseorang yang tidak pernah terdeteksi oleh sistem peradilan dan kepolisian, dan tidak pernah muncul di berita sampai peristiwa tragis ini terjadi," kata Grini.
Jaksa juga meyakini seseorang membantu tersangka bepergian ke Italia.
Protes menentang Islamofobia
Di La Grand-Combe, lebih dari 1.000 orang berkumpul pada Ahad untuk melakukan pawai hening guna mengenang korban.
Mereka berbaris ke balai kota dari Masjid Khadidja, tempat penusukan terjadi. Beberapa ratus orang juga berkumpul di Paris, termasuk penganut paham sayap kiri Jean-Luc Mélenchon yang menuduh Retailleau menciptakan iklim Islamofobia.
Presiden Emmanuel Macron menyampaikan dukungan bangsa kepada keluarga korban dan kepada rekan-rekan Muslim. "Rasisme dan kebencian berdasarkan agama tidak akan pernah mendapat tempat di Prancis," katanya di X pada Ahad.
Ratusan orang berkumpul untuk berdemonstrasi di Place de la République di Paris pada Ahad untuk memberi penghormatan kepada Aboubakar Cisse. Pawai solidaritas tersebut mempertemukan organisasi nonpemerintah, perwakilan politik, dan pemimpin agama yang mengecam apa yang mereka gambarkan sebagai suasana Islamofobia di Prancis.
"Kami memiliki sistem, kami memiliki negara yang takut, dan ketakutan inilah yang sedang kami hadapi secara langsung," kata aktivis Assa Traoré, dilansir di Euronews, Senin.
Direktur Jenderal LSM SOS Racisme, Valentin Stel, menyuarakan kekhawatirannya tentang tren yang berkembang yang ia amati dalam beberapa tahun terakhir.
"Kami telah menyaksikan selama bertahun-tahun, ujaran kebencian. Ujaran kebencian yang menargetkan komunitas Muslim di Prancis, mengatakan bahwa mereka bukan orang Prancis sepenuhnya atau kesetiaan mereka dipertanyakan," katanya.