Kejagung Jerat Marcella, Pengacara Korporasi Terdakwa Korupsi CPO dengan TPPU

Marcella dan Ariyanto adalah duo pengacara Musim Mas, Permata Hijau, dan Wilmar.

ANTARA FOTO/Reno Esnir
Advokat Marcella Santoso (kanan) berjalan menuju mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (12/4/2025). Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, antara lain Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan, advokat Marcella Santoso, serta advokat Arianto.
Rep: Bambang Noroyono Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menambah status tersangka terhadap Marcella Santoso (MS). Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan pengacara korporasi terdakwa korupsi izin ekspor CPO itu dengan sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca Juga


Bukan cuma Marcella, tim penyidikan di Jampidsus, juga menetapkan Ariyanto Bakri (AR), dan Muhammad Syafei (MSY) sebagai tersangka TPPU. Marcella dan Ariyanto adalah duo pengacara Musim Mas Group, Permata Hijau Group, dan Wilmar Group yang divonis lepas oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta.

Namun vonis tersebut terindikasi adanya penerimaan suap-gratifikasi senilai Rp 60 miliar kepada para hakim-hakim pemutus perkara. Dalam skandal suap dan gratifikasi itu, Marcella dan Ariyanto sudah dijerat tersangka selaku perantara dan pemberi suap kepada para hakim-hakim di PN Tipikor Jakarta.

Adapun Syafei, selaku legal security social Wilmar Group ikut ditetapkan tersangka atas perkara pokok suap dan gratifikasi tersebut. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menerangkan, setelah dilakukan pendalaman, tim penyidik Jampidsus menemukan adanya dugaan TPPU yang dilakukan oleh ketiga tersangka.

Karena itu, penyidik juga menetapkan ketiganya sebagai tersangka TPPU. "Bahwa penyidikan di Jampidsus selain sudah menetapkan tiga orang tersebut (MS, AR, dan MSY) sebagai tersangka dalam perkara suap dan atau gratifikasi, juga menetapkan ketiganya sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang," kata Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025).

Menurut Harli, Marcella ditetapkan sebagai tersangka TPPU per 23 April 2025. Sedangkan Ariyanto dan Syafei disangkakan TPPU pada 17 April 2025. "Penyidik melihat adanya keterkaitan antara perbuatan atau tindak pidana pokok suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh ketiga tersangka, dengan aset-aset yang dimiliki oleh ketiga tersangka ini," ujar Harli.

 

Selain dijerat dengan sangkaan pokok suap dan gratifikasi serta kini TPPU, Marcella pada pekan lalu, juga dijerat penyidik Jampidsus dengan sangkaan obstruction of justice. Dalam perkara pokok suap dan gratifikasi, menyangkut soal penggelontoran uang senilai Rp 60 miliar dari korporasi untuk pengacara dan hakim.

Fulus tersebut dimintakan oleh Wakil Ketua PN Tipikor Jakarta Muhammad Arif Nuryanta (MAN) kepada Ariyanto dan Syafei untuk mengatur vonis terhadap Musim Mas Group, Permata Hijau Group, dan Wilmar Group. Tiga perusahaan tersebut adalah korporasi minyak goreng yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam perizinan ekspor CPO.

Uang Rp 60 miliar terealisasi melalui komunikasi antara Syafei dengan Marcella. Lalu Syafei meneruskan uang tersebut kepada Ariyanto, yang menyerahkannya kepada hakim Arif Nuryanta melalui Wahyu Gunawan (WG), sebagai panitera muda perdata PN Jakarta Utara (Jakut). Wahyu mendapatkan jatah 50 ribu dolar AS atas perannya sebagai perantara pemberian uang.

Setelah menerima uang tersebut Arif Nuryanta menunjuk tiga hakim sebagai majelis pengadil tiga korporasi tersebut. Para hakim itu adalah Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM).

Ketiga hakim tersebut menerima masing-masing Rp 1,5 miliar dari Arif Nuryanta sebelum sidang perdana digelar. Setelahnya, Arif Nuryanta menggelontorkan Rp 18 miliar untuk dibagi-bagi kepada ketiga hakim tersebut. Pada 19 maret 2025 ketiga hakim tersebut memvonis lepas tiga korporasi dari dakwaan melakukan tindak pidana korupsi dalam perizinan ekspor CPO.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler