Dituding Pakai Tameng Hidup, OPM Tolak Disamakan Hamas
Anggota TPNPB disebut tewas terkena serpihan bom rakitan.
REPUBLIKA.CO.ID, INTAN JAYA – Pihak TNI menuding kelompok separatis Papua menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup. Pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) menolak tudingan yang menurut mereka serupa dengan tudingan Israel ke pejuang Hamas di Gaza.
“Tudingan itu tidak benar,” ujar Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom kepada Republika, Jumat. Ia menuturkan, lima anggota kelompok separatis yang tewas dan terluka akibat serangan TNI di Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah, jauh dari warga.
“Lima orang anggota TPNPB itu yang kena serpihan bom yang meledak dari mayat anggota TPNPB, tapi yang meninggal 3 orang anggota TPNPB. Selebihnya militer Indonesia tembak warga sipil orang Asli Papua,” kata dia.
Menurutnya, TNI justru berdalil membunuh 18 anggota TPNPB untuk menutupi pembunuhan terhadap warga sipil. “TNI Pengecut dan tidak berani lawan pasukan TPNPB, sehingga pasang bom di mayat anggota TPNPB yang mereka bunuh tanggal 14 Mei 2025,” ujarnya. Ia juga menilai serangan TNI ke masyarakat di perkampungan melanggar hukum kemanusiaan internasional.
“Masyarakat internasional di seluruh dunia akan mengetahui, dan juga PBB akan mengetahui.” Ia juga mengeklaim pihaknya kerap dikirim kardus mie instan dan kaleng biskuit yang diisi bom rakitan.
Sebelumnya, Markas Besar (Mabes) TNI di Jakarta melaporkan operasi penindakan yang dilakukan Satgas Gabungan Koops Habema pada Selasa (13/5/2025). Ia mengeklaim tentara berhasil melumpuhkan sedikitnya 18 separatis OPM.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal (Mayjen) Kristomei Sianturi dalam keterangannya menyampaikan operasi yang dilakukan militer berada di lima perkampungan di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah. Diantaranya di Kampung Titigi, Kampung Ndugusiga, Kampung Jaindapa, dan di Kampung Sugapa Lama, serta di Kampung Zanamba.
Disebutkan mulanya operasi tersebut berawal dari kegiatan TNI yang melakukan pengamanan pada saat memberikan pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Dan dari kegiatan tersebut pengamanan juga dilakukan oleh TNI dalam pembangunan jalan ke wilayah Hitadipa.
“Akan tetapi kegiatan tersebut dimanipulasi oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka dengan menjadikan masyarakat biasa sebagai tameng hidup dan menyebarkan narasi ancaman-ancaman terhadap masyarakat,” kata Mayjen Kristomei.
Atas aksi-aksi tersebut TNI mengerahkan pasukan gabungan untuk melakukan penindakan. “Dan dari penindakan tersebut TNI berhasil mengamankan sejumlah wilayah di Kabupaten Intan Jaya, setelah melakukan operasi penindakan terhadap kelompok bersenjata di Distrik Sugapa, dan 18 OPM berhasil dilumpuhkan (tewas),” begitu kata Mayjen Kristomei.
TPNPB-OPM mengiyakan sejumlah anggotanya tewas akibat serangan tersebut. Mereka juga melansir data nama-nama warga sipil yang juga terkena tembakan anggota TNI-Polri.
Menurut TPNPB, sebelum terjadi kontak senjata pada Selasa, sekitar jam 04.00 subuh, TNI-Polri melakukan operasi militer di kampung tersebut. “Operasi dilakukan secara brutal dan aparat melakukan penembakan liar di pagi subuh saat warga sipil masih dalam keadaan tidur nyenyak,” tulis Sebby. Sebby menuturkan, sejumlah warga sipil terkena tembakan dalam operasi itu.
TPNPB memerinci, seorang ibu Junite Zanambani terkena tembakan pada lengan tangan kanan dan anaknya laki-laki Minus Yegseni (tujuh tahun) ditembak bagian telinga. Sementara Nopen Wandagau ditembak bagian tangan dan satu orang lainnya juga ditembak. Korban penembakan tersebut telah dievakuasi ke sebuah rumah Klasis di Hitadipa.
TPNPB juga mengeklaim terjadi penculikan oleh aparat. “Korban yang diculik saat pagi subuh oleh aparat militer pemerintah Indonesia di Distrik Hitadipa diantaranya; Bapak Elisa Wandagau (gembala), Ruben Wandagau (kepala desa Hitadipa) dan seorang nenek, Mono Tapamina, semuanya ditembak mati oleh aparat militer pemerintah Indonesia setelah diculik dan jasad mereka telah dikremasi di Hitadipa.”
Ada juga warga sipil yang sempat ditangkap aparat di Kampung Janamba dan melarikan diri dari Pos Militer Indonesia di Bilapa pada Rabu (14/5/2025) sekitar pukul 23.58. Diantaranya: Peles Hondani dan istrinya, Misael Tabuni dan istrinya, serta Julianus Janambani dan Daniel Hondani. Enam warga sipil tersebut melarikan diri dari Pos Militer Indonesia di Bilapa setelah mendengar desas-desus adanya rencana eksekusi mati oleh komandan pos Bilapa.
Kebanyakan masyarakat sipil yang berada di Distrik Hitadipa dan Distrik Sugapa telah melarikan diri ke hutan sejak Selasa untuk mencari perlindungan diri dan terhindar dari operasi militer.