Inggris, Prancis dan Kanada Ancam Sanksi Israel

Eropa mengecam terbatasnya bantuan yang diijinkan Israel masuk ke Gaza.

EPA-EFE/PHIL NIJHUIS
Ratusan ribu orang menghadiri unjuk rasa di Den Haag, Belanda, 18 Mei 2025. Pengunjuk rasa menyerukan pemerintah Belanda mengambil tindakan terhadap Israel dan aksinya di Gaza.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Para pemimpin Inggris, Prancis dan Kanada memperingatkan Israel bahwa negara mereka akan mengambil tindakan jika Israel tidak menghentikan serangan militer baru di Gaza dan mencabut pembatasan bantuan. Mereka juga menegaskan komitmen untuk mengakui negara Palestina.

Baca Juga


“Penolakan Pemerintah Israel terhadap bantuan kemanusiaan penting kepada penduduk sipil tidak dapat diterima dan berisiko melanggar Hukum Humaniter Internasional,” demikian pernyataan bersama yang dilansir pemerintah Inggris, Senin.  “Kami menentang segala upaya untuk memperluas pemukiman di Tepi Barat.…Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk sanksi yang ditargetkan.”

"Kami selalu mendukung hak Israel untuk membela warga Israel dari terorisme. Namun eskalasi ini sepenuhnya tidak proporsional," kata Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Perdana Menteri Kanada Mark Carney, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam pernyataan bersama mereka.

Inggris, Perancis dan Kanada menolak prospek “pengungsian paksa secara permanen” terhadap warga sipil Gaza, dan menegur pemerintah Israel karena menggunakan “bahasa yang menjijikkan… mengancam bahwa, dalam keputusasaan mereka atas kehancuran Gaza, warga sipil akan mulai melakukan relokasi.”

Para pemimpin menambahkan bahwa mereka tidak akan tinggal diam sementara pemerintahan Perdana Menteri Israel Netanyahu melakukan “tindakan mengerikan ini”. Mereka juga menyatakan dukungannya terhadap upaya yang dipimpin oleh Mesir, Qatar dan Amerika Serikat untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza, dan menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk mengakui negara Palestina.

Pernyataan bersama itu dikeluarkan saat bantuan yang diijinkan Israel masuk ke Gaza ternyata hanya berupa tetesan semata dibandingkan kebutuhan sebenarnya. Inggris, Prancis dan Kanada menggambarkan tindakan Israel “sepenuhnya tidak memadai”. Mereka menyerukan “kembalinya pengiriman bantuan sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan”.


Beberapa truk bantuan pertama memasuki Gaza pada hari Senin setelah hampir tiga bulan Israel memblokade makanan, obat-obatan dan pasokan lainnya, kata Israel dan PBB, ketika Israel mengakui meningkatnya tekanan dari sekutunya termasuk Amerika Serikat.

Lima truk yang membawa makanan bayi dan bantuan lain yang sangat dibutuhkan memasuki wilayah berpenduduk lebih dari 2 juta warga Palestina melalui penyeberangan Kerem Shalom, menurut badan pertahanan Israel yang bertugas mengoordinasikan bantuan ke Gaza, COGAT.

Kepala Kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, menyebutnya sebagai “perkembangan yang disambut baik” namun menggambarkan truk-truk tersebut sebagai “setitik air dari apa yang sangat dibutuhkan.” Pakar keamanan pangan pekan lalu memperingatkan akan adanya kelaparan di Gaza. Selama gencatan senjata terbaru yang diakhiri Israel pada bulan Maret, sekitar 600 truk bantuan memasuki Gaza setiap hari.

Sementara, dua puluh dua negara telah mengeluarkan pernyataan bersama yang mengatakan keputusan Israel untuk mengizinkan “mulai kembali secara terbatas” operasi bantuan di Gaza harus diikuti dengan dimulainya kembali bantuan kemanusiaan tanpa batas.

Truk yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza terlihat di Persimpangan Kerem Shalom di Israel selatan, Senin, 19 Mei 2025. - (AP Photo/Ohad Zwigenberg)

Pernyataan tersebut mengatakan bahwa kelompok bantuan yang ada memiliki kemauan dan kapasitas untuk melanjutkan operasi kemanusiaan di Gaza dan mereka tidak akan mendukung “model baru untuk mengirimkan bantuan ke Gaza”.

“Sebagai donor kemanusiaan, kami memiliki dua pesan langsung kepada pemerintah Israel: mengizinkan bantuan penuh ke Gaza segera dan memungkinkan PBB dan organisasi kemanusiaan untuk bekerja secara independen dan tidak memihak untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi penderitaan dan menjaga martabat,” katanya.

Perjanjian ini ditandatangani oleh para menteri luar negeri negara-negara termasuk Australia, Kanada, Denmark, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Spanyol dan Inggris.

Pernyataan bersama para menteri luar negeri dari 22 negara tersebut menunjukkan beberapa pemerintah beralih ke sikap yang lebih kritis terhadap Israel, kata Step Vaessen dari Aljazirah. “[Risiko kelaparan di Gaza] tampaknya telah menimbulkan kemarahan publik, terutama di Eropa,” katanya, berbicara dari Amsterdam.

Ratusan ribu orang menghadiri unjuk rasa di Den Haag, Belanda, 18 Mei 2025. Pengunjuk rasa menyerukan pemerintah Belanda mengambil tindakan terhadap Israel dan aksinya di Gaza. - (EPA-EFE/PHIL NIJHUIS)

"Di Belanda, kami melihat sekitar 100.000 orang turun ke jalan di Den Haag pada hari Ahad dan banyak dari mereka mengatakan kepada saya bahwa gambaran orang-orang yang kelaparan di Gaza-lah yang benar-benar membuat mereka marah. Itu benar-benar memberi tekanan pada pemerintah."

Dia mengatakan pemerintah Belanda akan meminta UE untuk meninjau kembali perjanjian perdagangan bebas penting yang dimilikinya dengan Israel pada pertemuan para menteri luar negeri UE pada hari Selasa, sementara Swedia menyerukan sanksi terhadap para menteri Israel.

“Jadi Anda lihat bahwa situasi pangan ini benar-benar mengarah pada semacam perubahan di sini, dan banyak orang di UE berharap pemerintah mereka akan melangkah lebih jauh dari yang telah mereka lakukan sejauh ini,” kata Vaessen. 

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakui keputusannya untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan terbatas memasuki Jalur Gaza tak lepas dari tekanan internasional.

Dalam pernyataan video yang dirilis di saluran Telegram pribadinya, Netanyahu mengatakan bahwa sekutu Israel telah menyuarakan keprihatinan tentang “gambaran kelaparan” di Gaza.

“Sahabat Israel di dunia,” katanya, termasuk para senator namun tanpa menyebutkan kebangsaan tertentu, mengatakan ada “satu hal yang tidak dapat kami toleransi. Kami tidak dapat menerima gambaran kelaparan, kelaparan massal. Kami tidak dapat menanggungnya. Kami tidak akan dapat mendukung Anda.” 

Netanyahu mengatakan situasinya telah mendekati “garis merah” dan “titik berbahaya,” namun tidak jelas apakah yang dia maksud adalah krisis di Gaza atau potensi hilangnya dukungan dari sekutu. “Oleh karena itu, untuk mencapai kemenangan, kita perlu menyelesaikan masalah ini,” kata Netanyahu.

Kekejaman Israel di RS Indonesia - (Republika)

Gaza telah hancur akibat balasan brutal Israel selepas serangan pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023. Serangan brutal Israel telah membunuh sedikitnya 53 ribu warga Gaza. Blokade Israel setelah secara sepihak membatalkan gencatan senjata pada Maret lalu juga menyebabkan kelaparan parah di Gaza.

Sampai pusat distribusi baru didirikan berdasarkan rencana yang didukung AS untuk memastikan bantuan tidak sampai ke Hamas, Netanyahu menyatakan bahwa Israel harus memberikan bantuan minimal ke Jalur Gaza untuk mencegah kelaparan massal di kalangan penduduk sipil. Dana Kemanusiaan Gaza, yang dibentuk untuk melaksanakan rencana bantuan baru tersebut, mengatakan akan memulai operasinya pada akhir bulan ini. 

Media Palestina mengatakan 50 truk yang membawa tepung, minyak goreng dan kacang-kacangan akan diizinkan masuk ke Gaza pada hari Senin, sementara media Israel mengatakan sembilan truk dengan makanan bayi diperkirakan masuk pada sore hari. Media Emirat, The National, melaporkan pada sore hari bahwa tiga truk telah memasuki Jalur Gaza. Wartawan Reuters di penyeberangan Kerem Shalom dari Israel ke Gaza mengatakan tidak ada aktivitas yang terlihat hingga pagi hari. 

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump dilaporkan mengeluarkan ultimatum keras kepada Israel. Mereka mengancam akan menarik dukungan jika Israel melanjutkan operasi militer di Gaza. Washington Post melaporkan pada Senin sumber anonim yang mengetahui diskusi tersebut menyatakan bahwa para pejabat AS menyampaikan kepada Israel bahwa kegagalan untuk menyelesaikan perang akan menyebabkan penarikan dukungan Amerika.

“Orang dekat Trump memberitahu Israel, ‘Kami akan meninggalkan Anda jika Anda tidak mengakhiri perang ini,’” kata sumber itu. Amerika menyadari bahwa Netanyahu sebenarnya bisa mengakhiri agresi di Gaza sejak lama karena didukung mayoritas besar di parlemen. “Tapi dia tidak punya kemauan politik,” kata sumber tersebut.

Terkait laporan itu, Gedung Putih menekankan bahwa Presiden AS Donald Trump ingin perang di Gaza diakhiri. “Trump telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa ia ingin konflik di kawasan ini berakhir,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt. Ini ia sampaikan ketika ditanya apakah Washington mendukung komentar Netanyahu pada hari sebelumnya bahwa Israel akan mengambil alih seluruh Gaza seiring dengan perluasan besar-besaran kampanye militernya di Jalur Gaza.

“Presiden bergerak secepat mungkin dan bekerja lembur untuk mengakhiri konflik di Israel dan Gaza serta perang Rusia-Ukraina,” tambah Leavitt. “Presiden telah menjelaskan dengan sangat jelas kepada Hamas bahwa dia ingin semua sandera dibebaskan.”

Presiden Donald Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Ruang Oval Gedung Putih di Washington, Senin, 7 April 2025. - ( Pool via AP)

Selama kunjungannya ke wilayah tersebut minggu lalu, Presiden Trump menyatakan bahwa "banyak orang kelaparan" di Gaza. Dia mengecualikan Israel dari rencana perjalanannya dan perjanjian yang ditandatangani, yang bernilai lebih dari triliunan dolar AS.

Surat kabar Israel Hayom mengutip para pejabat yang mengatakan bahwa masuknya bantuan ke Gaza adalah bagian dari perjanjian untuk membebaskan tahanan Edan Alexander, bertentangan dengan pernyataan Israel. Channel 12 Israel juga melaporkan bahwa masuknya bantuan ke Gaza adalah "harga" yang dikenakan Hamas kepada Washington atas pembebasan Alexander.

Media itu mencatat bahwa utusan kepresidenan AS Steven Witkoff dan utusan urusan sandera Adam Boehler "memberikan pernyataan yang bertentangan dengan keinginan Israel," dan Netanyahu tidak dapat berbuat apa-apa.

Pada Senin, menteri luar negeri dari 22 negara, termasuk Perancis, Jerman, Inggris, Kanada, Jepang, dan Australia, meminta Israel untuk “mengizinkan kembali masuknya bantuan secara penuh dan segera” ke Gaza di bawah pengawasan PBB dan organisasi non-pemerintah.

Pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan bahwa PBB dan organisasi kemanusiaan “tidak dapat mendukung” mekanisme baru pengiriman bantuan ke Gaza yang diadopsi oleh Israel. Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa'ar juga menyerukan agar bantuan segera diberikan ke Gaza, karena tekanan dari Uni Eropa dan ancaman sanksi, termasuk dari Amerika Serikat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler