Keterwakilan Perempuan di Parlemen Harus Didorong
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas menilai keterwakilan perempuan di parlemen perlu ditingkatkan. Menurutnya, peningkatan jumlah perempuan mampu mendorong kinerja anggota parlemen terpilih saat ini.
Kedekatan dengan sesama anggota perempuan juga dituturkannya mampu meningkatkan gagasan dan inovasi baru yang menjadi kesepakatan kerja.
Karena itu lanjutnya, perlu adanya intervensi dari berbagai sudut untuk mempercepat peningkatan jumlah perempuan di pemilu mendatang.
"Perjuangan mempercepat pengarusutamaan gender adalah kerja kolektif dari pemerintah, parlemen, dan masyarakat yang harus bergandeng tangan," ujar Hemas.
Situasi perempuan di parlemen menurutnya masih jauh dari angka kritis keterwakilan perempuan minimal 30 persen untuk bisa mempengaruhi kebijakan yang dilahirkan.
"Di DPR hanya 17,3 persen sedangkan di DPD baru 26 persen," katanya.
Tidak hanya di Indonesia, Hemas menambahkan, kecilnya keterwakilan perempuan di kursi eksekutif dan legislatif juga terjadi secara umum di dunia. Keterwakilan perempuan rata-rata dunia baru mencapai 20,2 persen. Di Asia rata-rata hanya 18,5 dan di kawasan Pasifik baru 12,7 persen.
"Sangat jelas dibutuhkan intervensi yang positif," ujar Hemas.
Meski begitu, Hemas mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sudah meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kabinet kerjanya. Delapan perempuan duduk dikursi kementerian adalah langkah positif untuk mengawali kesetaraan gender di kursi pemerintahan.
"Delapan menteri perempuan di kabinet tentu saja membuat kita bangga. Setidaknya komitmen pemerintah untuk terciptanya kesetaraan gender diberbagai sektor telah ditunjukkan dengan memilih perempuan yang jumlahnya lebih banyak dari kabinet sebelumnya, yakni 24 persen," ujar Hemas.
Namun dibalik itu Hemas justru menyayangkan adanya penurunan jumlah perempuan dikursi legislatif periode ini.