DPD: Pembunuh Engeline 'Didor' Saja
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, pembunuhan secara sadis yang dialami bocah delapan tahun Angeline, harus dijadikan momentum untuk menyatakan perang terhadap segala macam bentuk kekerasan terhadap anak.
Ia mengatakan, perlu shock terapy terhadap para pelaku kekerasan terhadap anak. Hal tersebut agar calon pelaku kejahatan anak berpikir dua kali sebelum melakukan kekerasan terhadap anak.
"Perlu shock terapy untuk menyadarkan siapa pun di Indonesia bahwa kekerasan terhadap anak apalagi sampai menghilangkan nyawa adalah kejahatan luar bisa, sama seperti korupsi dan terorisme. Saya harap, siapa pun pembunuh Angeline dihukum mati saja, 'didor' saja," katanya di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (11/6).
Berdasarkan otopsi tim forensik, sebelum mengembuskan nafas terakhir, Angeline mengalami berbagai penyiksaan mulai dari fisik, seksual, dan psikologis.
Bahkan dari pengakuan Agus, satpam rumah Margareta (ibu angkat Angeline) yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Angeline, dia juga melakukan pemerkosaan terhadap Angeline sebelum dibunuh. Bahkan setelah menjadi jasad, Angeline masih disetubuhi oleh pelaku.
"Lengkap siksaan yang dialami bocah malang ini. Bahkan setelah tak bernyawa dia masih disiksa. Hati siapa yang tidak patah," ujarnya.
"Saya mohon kepada kepolisian, jaksa, dan hakim, jeratlah pelaku dengan pasal berlapis. Beri kami harapan bahwa negara hadir melindungi anak-anak. Beri peringatan kepada orang-orang di luar sana bahwa tidak ada tempat untuk orang-orang biadab penyiksa dan pembunuh anak di negeri ini," katanya.