Money Politic Hantui Demokrasi Indonesia

antara
Sejumlah anggota dari Republik Aeng-aeng dan Pasoepati memegang poster bertemakan pemilu damai saat aksi kampanye damai di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (6/4).
Rep: Eko Supriyadi Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, PEMATANG SIANTAR -- Politik uang masih menjadi hantu dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia. Ketua Badan Pengkajian MPR, Bambang Sadono, mengakui politik yang atau money politic dalam pemilu di banyak negara tidak bisa dipungkiri. Namun, dalam konteks Indonesia, money politic berlangsung massif.

Menurut Bambang, akibat money politic tersebut, maka banyak orang takut mencalonkan diri dalam Pilkada atau Pileg karena tidak mempunyai uang. "Hal demikian menciptakan demokrasi yang berbiaya tinggi. Sehingga akhirnya money politic dianggap lumrah," kata Bambang, saat menjadi pembicara kunci di seminar nasional tentang Pilkada serentak di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, Kamis (20/8).

Akibat sikap yang seperti itu, lanjut dia, di sebuah kampung di suatu daerah, ada spanduk yang bertuliskan, "Di sini menerima serangan fajar." Hal itu menunjukkan kultur demokrasi masih lemah. Untuk menghilangkan money politic, Bambang meminta penegakkan hukum berjalan dengan baik. "Hukum untuk mengatur masyarakat" ujarnya.

Meski sudah ada aturan hukum yang mengawasi soal money politic, Bambang mengungkapkan hukum tersebut masih belum menjangkau secara maksimal. "Sistem demokrasi Pemilu kita dari segi kultur dan hukum belum bisa membuat pemilu yang berkualitas," sesalnya.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler