RAPBN 2016 Perlu Ditinjau Ulang
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertengahan Agustus lalu, Presiden telah menyampaikan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Setelah melalui proses pengkajian, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menemukan terdapat beberapa poin yang harus dikaji ulang.
Ketua Komite IV DPD RI, Ajiep Padindang mengatakan, pembahasan pembahasan mengenai RAPBN 2016 telah bergulir di DPD bersama Tim Anggaran dari masing-masing Komite. "Kami juga telah mendapat masukan kajian dari Budget Office Pusat Kajian DPD," ujar Ajiep di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (25/8).
Ia menyampaikan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu untuk diperbaiki dari RAPBN 2016. Menurutnya, pada RAPBN 2016 terdapat beberapa poin penting yang dinilai layak untuk menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah.
Pertama, ada yang dilanggar oleh Pemerintah terkait UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yaitu rumusan tentang dana perimbangan yang dimasukkan dalam Dana Alokasi Umum (DAU) yang tidak dibicarakan dari awal antara Pemerintah, DPD dan DPR, seperti tercantum dalam UU No.23 Tahun 2014. Kedua, pada Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemerintah cenderung membuat istilah-istilah yang dibuat hanya untuk membuat daerah-daerah harus berburu ke Pusat.
"Ada upaya membuat daerah menjadi tergantung pada pusat. Harusnya tidak seperti itu," katanya.
Ketiga, pada Pidato Pengantar APBN disebutkan bahwa dana transfer daerah seimbang dengan Belanja Kementerian dan Lembaga. Padahal belanja Pusat mencapai Rp 1.300 Triliun lebih, sedangkan dana transfer daerah hanya sebesar Rp 731 Triliun. Selain itu Ajiep juga menilai Pemerintah terlampau optimistis dalam menentukan Target Pendapatan Negara sebesar Rp 1.800 Triliun pada RAPBN 2016.
Oleh karena itu, Ajiep berharap Pemerintah dapat mendengarkan masukan-masukan yang diberikan oleh berbagai pihak, termasuk dari DPD RI. “Target itu tidak realistis. Mengingat kondisi ekonomi saat ini dan rupiah yang terpuruk, ucap dia.