MPR Minta Polisi Tindak Tegas Demonstran yang Anarkistis
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan sopir angkutan umum yang tergabung dalam Paguyuban Pengendara Angkutan Darat (PPAD) melakukan aksi unjuk rasa menentang transportasi berbasis daring (online) di depan gedung DPR, Istana Negara, dan Balai Kota DKI Jakarta.
Wakil Ketua MPR Mahyudin prihatin atas terjadinya tindakan kekerasan oleh sekelompok oknum pengemudi dalam aksinya tersebut. Ia menyesalkan terjadinya tindakan-tindakan irasional yang dilakukan para demonstran, seperti razia atau sweeping, penutupan jalan, perusakan kendaraan, hingga tindakan kekerasan terhadap pengguna jalan lain.
"Ini tidak bisa dibiarkan karena sudah menjurus kriminal daripada sekadar penyampaian pendapat. Aparat berwenang harus tegas agar tindakan melanggar hukum ini tidak meluas," katanya, Selasa (22/3).
Menurutnya, taksi konvensional tidak bisa menuntut pemblokiran aplikasi taksi daring. Sebab, aplikasi daring itu kemajuan teknologi yang tidak bisa dicegah atau dilarang. Justru, hal ini merupakan bagian dari revolusi bisnis di era digital. Oleh karena itu, Mahyudin meminta taksi konvensional introspeksi dan memperbaiki diri agar tidak terlibas persaingan.
"Bersaing secara sehat. Perhatikan apa yang diinginkan konsumen. Harga murah, armada yang nyaman, sopir yang ramah, penuhi! Pasti pelanggan akan tetap ada,'' ujarnya.
Di sisi lain, Mahyudin juga mengimbau taksi daring untuk lebih mematuhi aturan yang berlaku. Taksi daring mesti berbenah dengan mematuhi aturan yang ada dan bentuk badan usaha agar terdata serta ada kontribusi kepada negara atau daerah berupa pajak.
Menurut Mahyudin, taksi daring bisa dikategorikan sebagai mobil rental yang tarifnya sesuai kesepakatan dengan penyewanya.
"Boleh-boleh saja, asal jangan mangkal, tapi menunggu pesanan lewat aplikasi. Jangan lupa, kendaraannya juga harus rutin uji KIR agar pelanggan juga merasa aman,'' ucapnya.