Mahasiswa Penentu Eksistensi DPD RI

Mahasiswa memiliki andil dan tanggung jawab membawa kesejahteraan kepada rakyat.

DPD
Anggota DPD perwakilan Yogyakarta GKR Hemas.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- “Reformasi sudah berjalan 20 tahun. Sudahkah cita-cita reformasi berjalan pada jalurnya?” Pertanyaan itu dilontarkan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yogyakarta GKR Hemas, saat menjadi pemateri dalam Seminar Legislatif Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Selasa (9/10), yang dibuka oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi.

Mahasiswa selaku pioner perubahan dalam sejarah Republik ini memiliki andil sekaligus tanggung jawab membawa negeri ini pada kesejahteraan rakyatnya, sesuai cita-cita pendiri bangsa. Di antara enam tuntutan reformasi tahun 1998, Hemas mengatakan, adalah pemberian otonomi daerah seluas-luasnya.

"Kita mengetahui sebelum era reformasi, pembangunan tidak merata. Pengambilan keputusan bersifat sentralistik, padahal dampak dari keputusan yang diambil di Jakarta berpengaruh pada daerah-daerah. Sentralistik telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan. Pada akhirnya memberi indikasi ancaman keutuhan wilayah negara dan persatuan nasional,” terang Hemas seperti dalam siaran persnya.



Oleh karena itu, sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional, serta untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka pembaharuan konstitusi, MPR RI ketika itu membentuk sebuah lembaga perwakilan baru, yakni Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Pembentukan DPD RI ini dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan November 2001.

Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk  hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. “Keberadaan unsur Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR RI selama ini (sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut,” sambung Hemas.

Senator GKR Hemas menilai, sejatinya kehadiran DPD RI sebagai lembaga penyeimbang. Membangun mekanisme kontrol dan keseimbangan (checks and balances) dalam lembaga legislatif itu sendiri. Di samping antarcabang kekuasaan negara seperti legislatif, eksekutif, yudikatif).

Selama kurun waktu 2004 hingga 2018, DPD telah banyak menghasilkan keputusan-keputusan politik dalam mengartikulasikan kepentingan daerah melalui usul RUU sebanyak 87 (delapan puluh tujuh) RUU, 256 (dua ratus lima puluh enam) pandangan dan pendapat, 80 (delapan puluh) pertimbangan APBN, 217 (dua ratus tujuh belas) pengawasan, 20 (dua puluh) pertimbangan, 9 (sembilan) Prolegnas, dan 11 (sebelas) rekomendasi, ujar Hemas menjawab kontribusi DPD RI.

Di antara kontribusi DPD yang dapat dikatakan monumental yang khususnya rakyat Yogyakarta merasakan adalah terbitnya UU No. 13 tahun 2012 Tentang DIY. Ketika itu, DPD ikut berperan aktif membahas RUUK  bersama DPR dan Pemerintah pada sepanjang masa sidang, dan mengikuti seluruh pembahasan di Tingkat I, baik itu RDP maupun Kunker di DIY untuk menyerap aspirasi masyarakat, sebelum akhirnya UU DIY disetujui dalam Sidang Paripurna DPR, yang substansinya sesuai dengan aspirasi masyarakat DIY.

Seminar Legislatif Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Selasa (9/10).

Kontribusi lainnya, yang monumental adalah lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Melalui UU ini, DPD RI bersama-sama dengan DPR dan Pemerintah, berkomitmen memperkuat otonomi asli desa dengan memperkuat dukungan dana desa, baik dari anggaran negara maupun dari potensi ekonomi desa. Sehingga diharapkan desa-desa mandiri dan masyarakatnya sejahtera. 

Di antara sumber pendapatan desa, UU Desa mengamanatkan kepada negara alokasi APBN yang bersumber dari dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. Dari aspek legislasi yang juga patut disebut peran besar DPD melahirkannya adalah UU tentang Kelautan.

Selama ini masyarakat dan daerah tampaknya belum mengetahui dengan baik kerja-kerja politik yang dilakukan DPD. Ini selalu menjadi PR untuk anggota DPD RI. Mengapa pers tidak antusias menyiarkan kinerja politik. DPD sempat menjadi trending topic tahun lalu, itu pun dikarenakan persoalan jabatan Pimpinan DPD. Lepas itu pers tampak enggan memberitakan DPD.

“Nah, saya berharap mahasiswa sebagai salah satu elemen penggerak reformasi, di mana pembentukan DPD sebagai buah hasil reformasi di dalamnya, ikut bertanggungjawab menyosialisasikan kepada masyarakat sekaligus menjaga DPD RI sebagai lembaga yang diisi oleh orang-orang dari utusan daerah dan benar-benar memperjuangkan kepentingan daerah, bukan yang lain. Ini pun sejalan dengan tuntutan reformasi oleh mahasiswa” ajak GKR Hemas kepada mahasiswa peserta seminar.  

Meskipun dengan kewenangan yang belum maksimal, DPD RI tak pernah berhenti bekerja secara kreatif dan melakukan terobosan inovatif dalam kinerja legislasi, mediasi maupun advokasi. Kerja kreatif itu diwujudkan dalam berbagai cara, termasuk membangun kerjasama yang erat dengan sesama lembaga negara.

Sambil terus mengupayakan perubahan lanjutan konstitusi demi memberikan kewenangan lebih kuat kepada daerah. Sebagai penentu kebijakan nasional serta pada pembentukan Undang-Undang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler