Anggota DPD Kritisi Forum IMF-WB tanpa Agenda Pertanian
Sepanjang acara jarang terdengar topik terkait rencana memanjukan sektor pertanian.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nofi Candra mengatakan Indonesia sudah dipercaya menjadi tuan rumah pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Apresiasi tentu layak disematkan kepada pemerintah dan semua pihak yang terlibat di dalam menyukseskan acara tersebut. Tak salah pula jika kita meminta pemerintah untuk memanfaatkan pertemuan IMF dan Bank Dunia sebagai momentum emas agar Indonesia bisa mengambil keuntungan dan manfaat maksimal, terutama secara ekonomi.
Semua pihak harus menyadari pemerintahan pada hakikatnya adalah kerja kolektif. Dengan demikian, ada pendelegasian tugas dan kewenangan sehingga penanganan korban gempa, baik di Lombok maupun Sulteng, tidak terabaikan di satu sisi, dan pada saat bersamaan penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia bisa berjalan lancar dan sukses di sisi yang lain. Tak hanya itu, perhelatan Asian Para Games ke-3 yang tengah berlangsung di Jakarta pun tak terganggu.
Tak bisa dimungkiri, secara parsial pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Bali merupakan peluang untuk menggairahkan perekonomian setempat dan perekonomian nasional. Secara khusus bagi Bali, ada investasi pemerintah untuk membangun infrastruktur dan sarana pendukung.
Semua investasi pemerintah tersebut tentu sangat bermanfaat bagi perekonomian Bali di masa mendatang. Perluasan apron di bandara, misalnya, membuka peluang Bali menerima kunjungan lebih banyak wisatawan. Demikian pula pembangunan infrastruktur under pass, ke depan akan memperlancar arus lalu lintas, sehingga wisatawan merasa nyaman tak terjebak kemacetan parah. Dengan kata lain, biaya besar yang dikeluarkan tidak hilang, namun menjadi warisan yang bermanfaat bagi Bali, dan pada akhirnya bermuara pada kepentingan ekonomi nasional.
Selain itu juga ada dampak tak langsung yang dirasakan. Misalnya, penciptaan lapangan kerja selama pembangunan infrastuktur dan sarana penunjang, serta kebutuhan tenaga relawan untuk membantu kelancaran acara. Sektor-sektor perekonomian di Bali, baik formal maupun informal, menangguk keuntungan dari kegiatan tersebut.
Hal ini berarti ada peningkatan pendapatan masyarakat. Dan juga pemerintah memperkirakan, dampak langsung penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia terhadap perekonomian Bali selama tahun 2017-2018 mencapai Rp 5,9 triliun. Jumlah itu terdiri dari Rp 3 triliun investasi infrastruktur dan sisanya diharapkan dari belanja delegasi yang hadir di “Pulau Dewata”.
Seperti dalam siaran persnya, Nofi mengatakan, Kondisi tersebut tentu juga berdampak terhadap perekonomian nasional, terutama dari sektor pariwisata. Sebab, pariwisata menjadi sektor andalan untuk mendukung strategi kebijakan penguatan cadangan devisa. Ribuan tamu mancanegara yang hadir tentu akan membawa devisa dan menukarnya dengan rupiah.
Ini tentu akan berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dengan sendirinya meningkat, dan tren pendapatan devisa dari sektor ini juga bertambah.
Belajar dari pengalaman negara lain, menjadi tuan rumah kegiatan internasional selalu memberi keuntungan. Selain keuntungan secara ekonomi, ada juga keuntungan nonfinansial yang bisa menjadi peluang untuk dimanfaatkan di masa mendatang. Keuntungan nonfinansial dimaksud, di antaranya, terciptanya jejaring dengan delegasi yang hadir. Hal ini bisa melahirkan kerja sama antarperusahaan, memperkuat pemasaran, dan memperkenalkan destinasi wisata baru.
Nofi menambahkan keuntungan lain adalah kompetensi Indonesia menggelar kegiatan berskala besar semakin dikenal dan diakui. Hal ini akan membantu untuk memperbesar kesempatan menjadi tuan rumah kegiatan serupa di masa mendatang.
Selain itu, menjadi tuan rumah juga berkesempatan dikenal seluruh dunia melalui promosi dan pemberitaan melalui media. Pemerintah juga memanfaatkan momentum pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia ini untuk mempromosikan potensi investasi. Diperkirakan, akan ada Rp 300 triliun komitmen investasi yang ditandatangani di Bali.
Semua ini merupakan manfaat yang bisa dipetik untuk membantu memperkuat kondisi ekonomi nasional. Apalagi, saat ini perekonomian kita tengah menghadapi tekanan eksternal, seperti tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan dampak perang dagang AS dan Cina. Pemerintah dan semua pihak, baik pengusaha maupun seluruh elemen masyarakat, harus mampu memanfaatkan momentum emas ini.
Namun Nofi mengkritisi, ada hal yang terkesan dilupakan dalam ajang tersebut, yakni agenda pengentasan kemiskinan di sektor pertanian. "Sepanjang acara, jarang kita mendengar topik yang terkait dengan rencana-rencana untuk memajukan sektor pertanian dan untuk mengentaskan kemiskinan di sektor pertanian," kata Nofi.
Pemerintah menurutnya, terkesan sangat sibuk mengurusi ekonomi global bersama-sama dengan pelaku-pelaku global, involusi pertanian yang sedang terjadi tak sedikitpun dibicarakan. "Toh, dari data yang ada, kemiskinan di desa-desa kian bertambah. Hasil panen petani seperti beras harus berhadapan dengan produk impor yang terus melemahkan daya saing para petani. Bawangpun demikian, produksi melimpah tapi harga di tingkat petani tergerus sedemikian rupa karena tata kelola dan infrastruktur pemasaran yang buruk," ungkapnya.
Di Lembah Gumanti Solok, produksi melonjak tajam, tapi tak terdengar ada upaya membangun cold storage atau sejenisnya. Apalagi upaya-upaya ekspor ke luar negeri agar harga tetap menguntungkan.
Bagaimanapun, kata Nofi, pertanian adalah salah satu sektor yang berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih dari itu, pertanian juga menjadi salah satu sektor yang memiliki daya serab tenaga kerja tinggi. Oleh karena itu, melupakan sektor pertanian dan nasib hidup para petani dalam event internasional di Bali adalah usaha yang justru akan memperburuk keadaan sektor pertanian itu sendiri.
Bank Dunia sebagai salah satu lembaga internasional yang concern mengurusi kemiskinan global semestinya harus ditekan untuk berperan lebih aktif dalam menuntaskan kemiskinan di sektor pertanian Indonesia. Menurutnya, Pemerintah bisa saja mengajukan program-program yang terkait dengan pemajuan sektor pertanian nasional dalam rangka menekan angka kemiskinan di pedesaan dan di sektor pertanian.
"Tapi sayang, agenda tersebut terlupakan begitu saja sampai acara usai," ujar Nofi.