Pariwisata Lombok, Pemilu, dan Empat Pilar Kebangsaan

MPR mengajak rakyat untuk bersatu padu.

Republika/Priyantono Oemar
Peserta Media Expert Meeting membahas Empat Pilar Kebangsaan dan Partisipasi Publik dalam Pemilu 2019, 12-14 April, berfoto bersama.
Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Priyantono Oemar


Saya memberi tahu H Artim Yahya, bahwa saya sedang di Gili Trawangan. Kepada warga Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, itu saya mengabarkan tak bisa mampir ke kampungnya.

Tokoh Perubahan Republika 2016 ini, mewakili Koperasi Maju Bersama yang ia pimpinnya, pada Oktober lalu menerima bantuan dari pembaca Republika. Ia berharap bantuan sebesar Rp 250 juta itu bisa menggerakkan ekonomi warga pascagempa yang menimpa Lombok. Sekitar 800 warga tiga desa yang tergabung dalam Koperasi Maju Bersama mengelola hutan kemasyarakatan.

Rumah warga Santong termasuk yang terkena dampak. Menurut Artim, warga bergotong-royong membangun rumah pascagempa secara swadaya, ketika bantuan dana dari pemerintah tak kunjung datang. Untuk rusak berat dijanjikan dapat Rp 50 juta, rusak sedang Rp 25 juta, rusak ringan Rp 10 juta. Terealisasi atau tidak janji bantuan ini, akan menentukan pilihan mereka di TPS, 17 April nanti.  

‘’Buku tabungan sudah mereka terima, tapi ketika mereka datang ke bank untuk mencairkannya, di bank belum tersedia dananya,’’ ujar Andi Sahrandi, koordinator Posko Jenggala yang membangun 150 rumah kayu dan bambu untuk 150 keluarga korban bencana di Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara.

Bergotong-royong menjadi salah satu kekuatan mereka menghadapi bencana. Di Gili Trawangan, karyawan industri pariwisata juga bergotong royong membenahi kerusakan-kerusahaan kecil akibat gempa. Para pelancong bule sudah mulai banyak di Gili Trawangan.

‘’Mereka menyadari gempa bis aterjadi di mana saja, tetapi sebelum berkunjung mereka memastikan dengan bertanya bagaimana dampak gempa terhadap bangunan Anda,’’ ujar Wiratmaji, front office coordinator Hotel Villa Ombak, GIli Trawangan. Banyak bangunan villa Ombak yang terbuat dari kayu.

Spot snorkeling di Gili Trawangan, Lombok.

Saat saya berkunjung ke Gili Trawangan 12 April lalu, kunjungan pelancong belum 100 persen pulih. Berbagai kegiatan dicoba diadakan di hari-hari libur nasional untuk menarik pengunjung. ‘’Kunjungan belum sampai 50 persen dari biasanya sebelum gempa,’’ ujar Manajer Bar dan Entertainment Hotel Vila Ombak I Gde Sukayasa.

Pada libur Natal 2018 dan Tahun Baru 2019, misalnya, Vila Ombak mengadakan kegiatan ketika yang lain belum berani mengadakan kegiatan. Dari 148 kamar di Vila Ombak, 80 persen terisi tamu. Gili Trawangan, kata Gde, mulai ramai sejak awal April.

Meski begitu, di hari Nyepi Maret lalu, kunjungan pelancong telah mencapai 50 persen dibandingkan dengan hari Nyepi 2018. ‘’Jumlah pengunjung di tiga gili di hari libur Nyepi tahun ini hanya 1.500 pengunjung,’’ ungkap Agung Pakpahan pemilik Raja Restaurant dan Salim Cottage di Gili Air.

Di antara Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air, yang menjadi kunjungan utama pelancong luar negeri adalah Gili Trawangan. Pulau ini dikenal sebagai pulau pesta. Limpahannya akan mengisi Gili Meno dan Gili Air yang cenderung lebih sepi. ‘’Gili Trawangan untuk pesta, Gili Meno, untuk yang honeymoon, Gili Air untuk keluarga,’’ ujar Iswanto, pemandu snorkeling.

Nely, penjaga toko produk kerajinan tradisional handmade di Gili Trawangan, mengaku dalam sehari omset bisa Rp 10 juta sebelum kejadian gempa. Sekarang dalam sebulan baru dua kali penjualan mencapai  Rp 10 juta. Bule, kata Nely, menyukai kerajinan handmade, bukan hanya untuk dipakai selama di Gili Trawangan, melainkan juga dibawa pulang.

Rifki pemilik toko di Gili Trawangan memberikan kesaksian, sebelum gempa, jalanan di pinggir pantai padat sesak oleh pengunjung. Dalam sehari, ia bisa menjual 7-8 lembar kain sarung pantai. ‘’Sekarang saat ramai pengunjung, hanya bisa menjual lima sarung sehari,’’ ujar Rifki.

Penjaga toko tak jauh dari toko Rifki juga menyatakan hal serupa. Sri Devi, penjaga toko itu, mengaku saat sebelum gempa ada 10 sarung dalam sehari, sekarang hanya lima sarung.

Rifki menyebut bule-bule banyak membeli kain sarung pantai karena bisa dipakai untuk alas berjemur, dan setiap hari selalu ganti kain. ‘’Mereka tak mau selama tinggal di sini hanya memakai satu kain,’’ ujar Rifki.

Sarung pantai, kata Agung Pakpahan, juga menjadi sarana pelancong luar negeri menyesuaikan diri. Pelancong backpacker memilih tinggal di kampung, sehabis dari pantai untuk masuk kampung, mereka membalut tubuhnya dengan sarung pantai sehingga tetap terlihat sopan di hadapan warga kampung.

Ketika akan pergi ke pantai mereka sudah memakai bikini tetapi mereka balut lagi dengan sarung pantai. Di pantai mereka bisa berjemur, meminjam sepeda keliling pulau, atau norkeling. ‘’Untuk snorkeling privat, satu perahu untuk dua orang, biayanya Rp 600-700 ribu per empat jam untuk sewa perahu berikut google, pelampung, dan handuk,’’ ujar Rosidi, pemandu snorkeling.

Untuk tarif publik, per perahu bisa membawa 15-20 orang, per penumpang dipungut biaya Rp 100 ribu per empat jam. Selama empat jam itu bisa mengunjungi tiga titik snorkeling di tiga gili.

Menikmati cerita lucu Pemilu di Pantai Gili Air, Lombok.

Gili Trawangan ini dipilih Biro Humas MPR sebagai tempat Media Expert Meeting  membahas Empat Pilar Kebangsaan dan  Partisipasi Publik dalam Pemilu 2019, 12-14 April. Empat Pilar yang dimaksud adalah Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam diskusi di pertemuan itu, Kasubag Pemberitaan Humas MPR Budi Muliawan menelusur perjalanan panjang perjuangan demokrasi rakyat Indonesia.

Perjuangan itu kemudian direspons MPR setelah reformasi dengan mengamandemen UUD 45. Pemilihan presiden pun dilakukan secara langsung oleh rakyat dan presiden terpilih dilantik oleh MPR. Hasil dari perjuangan panjang ini tentu saja tak boleh disia-siakan. Rakyat harus memanfaatkannya untuk terlibat dalam pemilu.  

Setelah pemilu, MPR juga mengajak rakyat untuk bersatu padu lalu, melupakan perbedaan selama ini akibat perbedaan pilihan calon presiden. Kepala Biro Humas MPR Siti Fauziah menegaskan, MPR yang merupakan lembaga negara memiliki visi sebagai rumah bebangsaan. Tugas pentingnya mengawal ideologi Pancasila dan kedaulatan rakyat.

Di pedalaman Lombok, kata Agung Pakpahan, perbedaan pilihan calon presiden telah membuat mereka saling menjaga jarak. Namun, berdasarkan pengalaman pemilu 2014, setelah pemilu mereka bersatu padu lagi. ‘’Semoga setelah pemilu kali ini, juga demikian, bertemu kawan yang berbeda pilihan bisa ngobrol lama lagi, tidak hanya say hello saat ketemu di jalan seperti selama kampanye ini,’’ ujat Agung. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler