Bea Cukai Kudus Ungkap 66 Kasus Pelanggaran Pita Cukai

Meski masih dalam masa pandemi, KPPBC Kudus tetap melakukan pengawasan.

Bea Cukai
Bea Cukai Kudus kembali menindak pengepakan rokok ilegal di Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, Selasa (15/9).
Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS--Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kudus, Jawa Tengah, sejak awal Januari 2020 hingga 11 Oktober 2020 mengungkap 66 kasus pelanggaran pita cukai rokok. "Dari jumlah kasus tersebut, total barang bukti yang diamankan sebanyak 16,79 juta batang," kata Kepala KPPBC Tipe Madya Kudus Gatot Sugeng Wibowo di Kudus, Rabu (14/10).


Barang bukti sebanyak itu, meliputi rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) sebanyak 16,65 juta batang dan rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) sebanyak 146.216 batang. Perkiraan nilai barang bukti yang diamankan selama 10 bulan, kata dia, sebesar Rp16,23 miliar.

Ditegaskan pula bahwa penindakan tersebut sebagai bentuk komitmen memberantas peredaran rokok ilegal. Meski masih dalam masa pandemi, KPPBC Kudus tetap melakukan pengawasan.

Dalam rangka menjaga jajarannya di lapangan tetap aman dari virus corona, pihaknya selalu menekankan kepada mereka untuk selalu menerapkan protokol kesehatan, termasuk saat menangkap pelaku.

Adanya tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran cukai rokok, dia berharap pangsa pasar rokok yang semula diisi rokok ilegal bisa dimaksimalkan oleh rokok yang legal sehingga bisa menambah pemasukan bagi negara lewat penerimaan cukai.

Menyinggung soal realisasi penerimaan cukai rokok di wilayah kerja KPPBC Kudus, dia menyebutkan hingga akhir September 2020 sebesar Rp20,8 triliun atau 59,23 persen dari target penerimaan sebesar Rp35,92 triliun.

Meskipun penerimaan masih di bawah target, pihaknya berupaya hingga akhir tahun 2020 bisa memenuhi target meskipun secara umum sejumlah perusahaan rokok terpengaruh dengan adanya pandemi Covid-19.

Untuk rokok golongan III, terutama jenis sigaret kretek tangan, menurut dia, justru mengalami lonjakan permintaan. "Hal ini karena daya beli masyarakat yang turun sehingga memilih membeli rokok yang harganya lebih murah," katanya.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler