Pemilih Datang ke Pemungutan Suara Ulang Jadi Tantangan
Pemilih harus mendatangi TPS untuk kedua kalinya di tengah pandemi Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah tantangan harus dihadapi jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), peserta pilkada, dan pemilih pada pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU). KPU maupun pasangan calon harus mengajak pemilih mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) untuk kedua kalinya di tengah pandemi Covid-19.
"Untuk datang (ke TPS) di suatu pandemi saja sudah pengorbanan bagi pemilih, apalagi datang dua kali itu tantangan berat untuk bisa menghadirkan (pemilih di TPS)," ujar penasihat pemantau Kemitraan, Wahidah Suaib, dalam diskusi virtual, Ahad (13/12).
Ia mengatakan, KPU perlu melakukan sosialisasi terkait adanya pemungutan suara ulang dan waktu pelaksanaannya. Protokol kesehatan pencegahan Covid-19 juga harus dipastikan diterapkan dan dipatuhi.
Selain itu, KPU dan Bawaslu perlu mengantisipasi beberapa hal dengan pengawasan ketat. Menurut Wahidah, pemilih yang sebelumnya tidak menggunakan hak pilih berpotensi datang ke TPS pada pelaksanaan PSU, karena pasangan calon yang didukungnya kalah pada pemungutan suara pertama.
Wahidah juga mengatakan, kemungkinan hasil penghitungan suara usai PSU berubah. Karena itu, ia mengimbau, peserta pilkada harus siap menerima hasilnya.
Jika keberatan maka setiap pihak diminta mengikuti langkah sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku. "Perlu diantisipasi juga kesiapan mental peserta pemilu, tim kampanye, kalau (hasil penghitungan suara setelah PSU) jadi berubah," kata Wahidah.
Bawaslu merekomendasikan sejumlah TPS di berbagai daerah melakukan pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang karena terdapat dugaan pelanggaran administrasi. Sebanyak 98 TPS diusulkan melakukan pemungutan suara ulang dan 48 TPS melaksanakan penghitungan suara ulang per 13 Desember 2020.
Rekomendasi pemungutan suara ulang sebagian besar karena lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih justru mendapatkan kesempatan memberikan suara di TPS. Lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda.
Selain itu, pembukaan kotak suara tidak dilakukan berdasarkan tata cara yang ditentukan dalam peraturan. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) salah memberikan surat suara kepada pemilih, pemilih menggunakan sistem noken, petugas KPPS memberikan tanda khusus pada surat suara yang digunakan pemilih, serta KPPS membagikan sisa surat suara kepada pemilih.
Ada pula kesalahan memasukkan surat suara ke dalam kotak suara, adanya selisih pengguna hak pilih dengan surat suara terpakai, maupun dugaan undangan memilih palsu. Lalu surat suara tidak maupun bukan ditandatangani ketua atau anggota KPPS, penghitungan suara lebih awal, TPS tutup sebelum 13.00, serta jumlah KPPS tidak sesuai ketentuan.